Sabtu, 29 Desember 2007

Jadikan Cinta Sebagai Cinta

Aku tidak tahu apakah ada cinta sejati di dunia ini. True love, eternal love. Seperti kisah Romeo dan Juliet yang telah melegenda.

Aku belum pernah pacaran, tetapi aku tidak malu untuk mengakuinya. Mengapa? Karena, aku hanya ingin mendapatkan cinta ‘satu untuk selamanya’, mendapat seseorang yang mencintaiku dan aku cintai. Ya, aku tahu … memang terasa mustahil, tetapi hal itu seakan sudah terpatri di benakku dan tidak mudah menghilangkannya begitu saja.

Saat ini, banyak orang yang pacaran tanpa adanya cinta dan ikatan batin yang kuat. Temenku, sebut saja ADF, baru seminggu yang lalu membanggakan pacarnya yang begitu sempurna, tetapi minggu berikutnya, aku mendengar bahwa dia sudah putus. Cinta atau hanya mengejar status?

Banyak cinta yang sudah tidak murni lagi, dan justru mencemari hati.

Cinta di dunia nyata memang tidak seindah cerita yang ada di dalam novel, film, ataupun komik yang hampir dapat dipastikan akan berakhir bahagia. Sungguh beruntung orang yang mendapat untaian kasih dari belahan jiwanya.

Cinta di dunia nyata …
Kita bisa merasakan sakit yang menghunjam dada, patah hati, dan mengalami kekecewaan yang dalam. Kita melihat banyak orang yang menjadi depresi atau bahkan bunuh diri karena cintanya ditolak. Mengapa nyawa hanya dijadikan sebagai mainan? Mengapa jalan pikiran mereka begitu sempit?
Cowok tidak hanya satu, masih banyak orang lain yang menunggu untuk menyambut uluran hatimu.

Jangan menjadikan cinta sebagai obsesi.
Jangan menjadikan cinta sebagai mainan.
Namun, jadikanlah cinta sebagai cinta …

Ibu, Cinta Sejatiku

Bagaimana sosok Ibu di matamu? Ketika seseorang menanyakan hal itu, aku hanya menjawab singkat ‘Ibuku begitu sempurna’. Ya, beliau memang sangat berarti bagiku. Aku menyayangi, dan membanggakannya. Beliau seakan telah menjadi satu dengan jiwaku, bersama – sama melebur hati demi menatap masa yang akan datang.

Ibuku adalah jantungku. Tanpanya … aku ‘kan mati, karena tidak mampu bertahan hidup di dunia ini.

Ibuku adalah pahlawanku. Mengapa aku mengatakan demikian? Ibuku sekalipun tidak pernah mengeluh ketika aku sedang mengalami banyak masalah. Dengan penuh kerelaan … dengan penuh kesabaran …, beliau mendengarkan cerita – ceritaku yang mungkin sangat membosankan, dan kemudian mencari jalan keluarnya untukku. Beliau bagaikan samudra luas yang menyimpan rapat semua rahasia dunia.

Ibuku adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepadaku. Di saat – saat yang sulit, beliau senantiasa menghiburku dan menenangkanku dengan mengatakan bahwa semua akan berlalu seiring dengan berjalannya waktu. Aku percaya padamu, Ibu. Dan, ternyata semua itu benar!

Ibuku adalah pelita yang menerangi gelap malamku. Ketika kabut tebal menutup sinar hatiku yang memang mulai melemah, beliau segera menghampiri dengan penuh kecemasan dan memastikan bahwa aku baik – baik saja. Ibu telah mengusir gelap itu!

Aku sangatlah berhutang budi pada Ibu. Mungkin benar bahwa kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak hanya sepanjang galah. Selama ini, sekalipun belum pernah aku membahagiakan beliau.
Aku selalu saja menyusahkannya dan membebaninya dengan masalah – masalahku. Sayangnya, aku tidak pernah bisa membalas semua kebaikannya.

Ibu, aku tidak dapat membayangkan bagaimana reaksimu, bila anakmu ini tidak pernah bisa memberi arti bagi hidupmu …

Ada malam di lorong – lorong jiwaku
Aku tahu … Ibu ‘kan memanggil mentari untukku

Ada jalan buntu di hadapku
Aku yakin … Ibu ‘kan memecahkan batas itu untukku

Ada hujan membasahi hatiku
Aku mengerti … Ibu kan menyingkirkannya untukku

Ada ombak menyeretku ke tengah lautan
Aku percaya … Ibu ‘kan menarikku kembali

Karena engkaulah cinta sejatiku …