Minggu, 30 November 2008

Konsep Industri Global Berwawasan Lingkungan

Sejak komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan yang disponsori oleh PBB dan diketuai oleh (mantan) PM Norwegia, Gro Halem Brundtland mempublikasikan laporannya yang berjudul Hari Depan Kita Bersama (Our Common Future), konsep pembangunan yang berkelanjutan mendapatkan gaungnya secara internasional.


Persepsi dan respon masyarakat dunia terhadap permasalahan pembangunan dan lingkungan senantiasa berkembang. Sebelum konferensi Stockholm 1972, sebagian besar pemimpin dunia menganggap bahwa kerusakan lingkungan hidup adalah harga yang harus dibayar jika ingin melaksanakan pembangunan. Sejak pascakonferensi sampai dekade 1980an, persepsi semacam tu semakin pudar, dan yang berkembang adalah bahwa antara pembangunan dan lingkungan sesungguhnya merupakan dua sisi mata uang yang sama. Dekade 1980an juga diwarnai dengan berkembangnya gagasan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), dimana di Indonesia lebih dikenal sebagai Pembangunan Berwawasan Lingkungan (PBL).


Gagasan PBL inipun secara bertahap diintroduksikan ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional kita. Hal ini terlihat, misalnya dengan diberlakukannya UU No.4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 29/1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Linkungan (AMDAL). Namun, pelaksanaan undang-undang inipun masih tersendat-sendat. Sebagai buktinya, dapat kita lihat dari pelaksanaan studi AMDAL yang hingga kini masih bersifat proforma karena hasilnya kebanyakan belum dijadikan sebagai masukan dalam tahap perencanaan dan operasi proyek. Kondisi semacam ini terjad mungkin disebabkan karena kebanyakan di antara kita belum menyadari manfaat dari dimasukkannya wawasan lingkungan ke dalam kiprah pembangunan. Hingga saat ini peraturan lingkungan hidup, seperti AMDAL hanya dilihat dari sisi biayanya saja.


Dalam konteks berkelanjutan, pembangunan harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan kelanggengan sumber daya, sehingga kekayaan alam yang sebagian besar tidak tertaharukan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Dalam hal ini, lingkungan menjadi isu penting yang melibatkan pemimpin-pemimpin politik negara-negara di dunia dalam mengambil kebijaksanaan pembangunan di negaranyam terutama dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas dunia, yang akan dicanangkan pada tahun 2010.


Rumusan pembangunan berkelanjutan memuat dua konsep dasar. Pertama, konsep kebutuhan, khususnya kebutuhan kaum miskin sedunia terhadap siapa prioritas utama perlu diberikan. Kedua, gagasan keterbatasan yang bersumber pada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dihubungkan dengan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang. Dengan demikian, keprihatinan mengatasi kemiskinan dan ikhtiar menanggapi keterbatasan akibat keadaan teknologi dan organisasi sosial menjadi latar belakang pembahasan masalah-masalah lingkungan dan pembangunan. Kemiskinan tidak mengenal batas negara. Kemiskinan menjadi ciri pokok setiap negara berkembang. Kemiskinan inilah yang membuat semakin sulitnya lingkungan tertanggulangi. Hal ini hanya dapat dipecahkan melalui proses pembangunan menurut pola berkelanjutan dan dilaksanakan oleh seluruh bangsa di dunia yang meliputi negara berkembang dan negara maju. Oleh sebab itu, kerjasama internasional menurut pola multilateral menjadi lebih penting dibandingkan dengan pola lateral.


Dalam mengembangkan lingkungan, kondisi ekonomi dunia tidak dapat diabaikan. Perpindahan modal dari negara berkembang ke negara maju menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Walaupun semakin banyak pinjaman luar negeri yang diberikan negara industri kepada negara berkembang, tetapi hasil akhirnya adalah bahwa arus modal lebih banyak mengalir keluar dari negara berkembang ke negara maju untuk memenuhi angsuran pinjaman dan bunga yang semakin meningkat, terlebih sebagai akibat perubahan kurs valuta asing. Hal ini berarti terjadi perpindahan sumber daya alam dari negara berkembang, pengurasan sumber daya alam oleh negara berkembang yang harus mengolahnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk melunasi hutang luar negerinya kepada negara maju. Kondisi ekonomi dunia semacam ini sulit dipertahankan, dan harus diusahakan agar semua negara di dunia menganut komitmen yang sama pada proses pembangunan berkelanjutan dalam konteks ekonomi global.


Barangkali pengertian PBL yang paling sesuai untuk diterapkan di negara berkembang adalah penjabaran yang dipromosikan oleh Komisi Dunia untuk Pembangunan dan Lingkungan. PBL diartikan sebagai suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah serta segenap sumber daya yang ada di dalamnya sedemikian rupa sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan manusia tidak terancam atau rusak.


Setiap ekosistem alam pada dasarnya memiliki fungsi utama bagi kehidupan manusia, yaitu:

  • Penyedia sumber daya alam, yang digunakan untuk proses produksi dan konsumsi

  • Penyedia jasa-jasa kenyamanan untuk penunjang kehidupan, seperti tanah, air, udara


Berangkat dari konsep PBL di atas, maka konsep ini sesungguhnya memiliki dimensi tekno-ekologis dan sosio-ekonomis. Secara tekno-ekologis PBL mensyaratkan bahwa setiap kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai, misalnya kurang bijaksana jika menempatkan industri tambak udang pada lahan produktif, demikian pula menempatkan industri kimia di tengah permukiman penduduk. Hal ini sebenarnya merupakan inti dari konsep tata ruang. Jika ekosistem alam digunakan sebagai tempat pembuangan limbah, maka jumlahnya harus tidak melampaui kapasitas asimilasi (kemampuan ekosistem untuk menerima limbah sampai pada taraf yang tidak membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia) ekosistem tersebut.


Secara sosio-ekonomis, PBL mensyaratkan bahwa setiap kebijakan dan program pembangunan seyogyanya diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan meningkatkan kesejahteraan hidup kelompok-kelompok penduduk yang masih lemah.


Disadur dari buku Ekologi Industri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar