Senin, 29 Desember 2008

Kaum PGOT dan Anak Jalanan1

Masyarakat miskin dalam pembahasan ini adalah masyarakat yang tergolong dalam kaum PGOT (pengemis, gelandangan, dan orang-orang terlantar) dan anak jalanan. Kaum PGOT dan anak jalann adalah bagian dari masyarakat di perkotaan yang dikategorikan sebagai masyarakat pada lapisan paling bawah. Berikut ini karakteristik, lokasi, penyebaran, dan kegiatannya.


Pengemis

Pengemis berbeda dengan gelandangan, kendati keduanya merupakan penyakit sosial, tetapi sebenarnya mereka berbeda, walaupun ada sebagian kecil dari mereka yang menjadi pengemis dan menggelandang. Terkadang yang namanya pengemis ada yang mempunyai rumah dan sawah, hanya pekerjaannya saja yang menjadikan mereka mendapat sebutan atau julukan sebagai “pengemis”. Jadi, yang dimaksud pengemis adalah orang-orang yang pekerjaannya “meminta-minta”. Pekerjaan tersebut dilakukan karena adanya dorongan kondisi fisik yang tidak atau kurang sempurna, di samping itu ada yang menjadikan hal itu sebagai profesi. Mereka yang melakukan pekerjaan mengemis karena dorongan dari keadaan atau kondisi fisik, bisa diartikan bahwa mereka benar-benar membutuhkan bantuan. Mereke itulah yang mengemis lantaran tak mampu bekerja lain atau melakukan pekerjaan yang lebih berat dari sekedar menengadahkan tangan. Misalnya, karena cacat fisik, buta maupun lantaran karena usianya sudah tua. Sedangkan, mereka yang melakukan pekerjaan mengemis karena sebagai profesi, padahal kondisi fisik sehat, maka mereka itulah yang sebenarnya tidak membutuhkan bantuan. Mereka adalah orang-orang yang malas untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, dan mereka memandang sektor itu dapat memberikan keuntungan materi yang justru lebih banyak daripada bekerja selain mengemis. Kegiatan yang mereka lakukan sebagai pengemis, secara spasial keruangan dilakukan di tempat-tempat yang strategis, yaitu di perempatan maupun persimpangan jalan yang terdapat lampu lalu lintas dan pada saat lampu lalu lintas menunjukkan lampu merah, door to door atau dari rumah penduduk ke rumah penduduk yang lain, dan di selasar pertokoan maupun supermarket.


Gelandangan

Gelandangan berbeda dengan pengemis, kendati keduanya merupakan penyakit sosial, tetapi pada dasarnya istilah pengemis atau gelandangan hanya tergantung pada bentuk pekerjaannya dan sarana tempat tinggal yang dipunyai. Tidak semua gelandangan adalah pengemis, juga sebaliknya tidak semua pengemis adalah gelandangan (hidupnya menggelandang). Menurut istilah dahulu lebih netral sifatnya (Onghokham,1982 : 3), gelandangan berasal dari kata “gelandang” yang berarti “yang selalu mengembara”, yang berkelana (lelana). Kemudian Onghokham menambahkan bahwa gelandangan itu adalah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan layak, dan bisa makan di sembarang tempat. Deskripsi yang sama bagi gelandangan di atas menurut Parsudi Suparlan, adalah bahwa gelandangan ini tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal tetap. Kemudian, Suparlan mengemukakan bahwa masyarakat kota sejak lama sadar akan adanya gelandangan dan menempatkan mereka dalam stereotipe “tak menetap, kotor, dan tidak jujur”. (Suparlan P, 1974 : 2 ). Dengan demikian, gelandangan bisa dilukiskan sebagai orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal yang tetap dan layak serta makan di sembarang tempat. Gelandangan merupakan pola hidup atau cara hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan. Gelandangan merupakan fenomena kemiskinan sosial, ekonomi dan budaya yang dialami sebagian kecil penduduk kota besar, sehingga menempatkan mereka pada lapisan sosial yang paling bawah di tengah masyarakat kota. Walaupun bekerja keras, mempunyai kegiatan tertentu yang teratur sera pendapatan yang mendukung daya tahan mereka untuk tetap tinggal di kota, tetapi cara hidup nilai dan norma mereka dianggap menyimpang dari nilai yang diterima oleh masyarakat banyak. Gelandangan ini kondisi dan situasi kehidupannya selalu meresahkan dan menyedihkan. Lokasi atau tempat mereka menggelandang menyebar tidak menentu, sampai dengan pojok-pojok kota dan berpindah-pindah.

Orang-Orang Terlantar dan Anak Jalanan,

bersambung …

Boros2

Sumber Daya Energi


Energi merupakan salah satu sumber daya yang vital dalam kehidupan kita. Untuk hidup, kita membutuhkan energi. Menurut saya, energi yang paling penting adalah solar energy atau yang biasa kita kenal sebagai energi matahari. Tanpa adanya matahari, tumbuhan tentu saja tidak akan bisa berfotosintesis dan menghasilkan oksigen. Bayangkan apabila kita tidak bisa bernafas …


Salah satu energi yang paling kita butuhkan adalah energi listrik. Ketiadaan listrik akan membuat rumah saya menjadi gelap gulita. Walaupun demikian, saya sering boros dalam menggunakannya, misalnya saja kamar mandi yang dibiarkan menyala sampai pagi, lampu ruang tamu yang tidak dimatikan sekalipun sedang tidak dipakai, dan masih banyak hal-hal kecil lain yang sering luput dari perhatian kita. Hayoo, katakan benar jika itu memang benar.


Pasokan energi listrik semakin menipis dari tahun ke tahun. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan lahan terbangun, maka energi listrik yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat pun akan meningkat secara signifikan. Padahal, pasokan energi listrik tidak bertambah, dan justru berkurang karena ketersediaan batu bara sebagai bahan dasar PLTU juga menipis.


Pemadaman listrik bergilir merupakan salah satu alternatif yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi krisis energi. Namun, saya menganggap bahwa cara tersebut tidak sepenuhnya efektif. Alhamdulillah, pasokan listrik di Kabupaten Pati masih normal. Namun, lain halnya dengan di Kota Semarang. Semarang sudah melakukan pemadaman listrik sejak lama. Sayangnya, pemberitahuan pemadaman dilakukan lewat media massa, seperti surat kabar. Cara ini tidak begitu berhasil, karena hanya segelintir orang yang dapat merasakan nikmatnya membaca koran. Sedangkan, bagi seorang mahasiswa seperti saya yang jarang membaca koran, mungkin hal ini juga dialami oleh kaum marjinal (maaf), pemadaman bergilir cukup membuat saya kelabakan. Maklum, pemadaman itu berdampak bagi penyelesaian tugas-tugas saya.


Pemadaman bergilir juga berakibat terhadap keberlangsungan hidup industri, baik industri dalam skala besar maupun rumah tangga, yang terkait dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan 5 menteri. Para buruh pabrik mengalami pengurangan jam lembur, sehingga mau tidak mau akan berpengaruh terhadap pendapatan mereka. Selain itu, industri juga tidak lagi mampu memaksimalkan produksinya. Parahnya, upaya pemerintah, yaitu melalui iklan layanan masyarakat yang menghimbau masyarakat untuk menghemat listrik tidak berjalan dengan optimal.


Lalu, apa yang mesti kita lakukan?

Hemat listrik … hemat listrik …



Gaya hidup. Itulah yang terjadi. Sebenarnya, gaya hidup lah yang mempengaruhi perilaku kita. Percuma saja pemerintah gembar-gembor soal hemat air, energi, atau hemat duit, kalo masyarakatnya tidak memiliki kepedulian yang tinggi untuk melaksanakan gembar-gembor itu.

Boros1

Sebenarnya, tanpa sadar … terlalu banyak pemborosan yang saya lakukan setiap hari.


Sumber Daya Air


Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia, termasuk saya. Tanpa air, tidak diragukan lagi pasti saya akan merasa sangat kehausan. Dan, mungkin … dalam beberapa hari saya tidak akan berada di dunia ini lagi. Hiii, saya benar-benar ngeri membayangkannya.


Air yang bisa digunakan di bumi ini hanyalah 3 %, yang meliputi air permukaan dan air bawah tanah. Sisanya, 97 % berupa air laut. Bila kita meminum air asin tersebut, maka kita justru akan merasa kehausan.


Di negara tropis, seperti Indoenesia, pada umumnya, ketersediaan air tidak begitu menjadi masalah, karena Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun. Hal ini menjadikan setiap orang seakan-akan memiliki kebebasan untuk mengeksploitasi air secara berlebihan. Namun, sebenarnya … pernahkah kita sadar? Di belahan timur Indonesia, NTT, akses terhadap air bersih sangat susah didapatkan. Sebagian besar masyarakatnya mengambil air dari sungai-sungai yang tidak terjamin kesehatannya.


Saya sangatlah bersyukur bisa tinggal di Pulau Jawa, dimana air bisa mengalir tanpa pernah habis. Namun, hal inilah yang sering membuat saya terlena. Saya terlalu terlena dengan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Setiap hari, saya mandi, mencuci priring, mencuci baju dengan menggunakan air yang berlimpah. Prinsip saya, dengan memakai air yang lebih banyak, maka tubuh saya akan menjadi bersih, baju saya akan lebih cemerlang, …


Kalau sudah begitu, saya seringkali melupakan penderitaan masyarakat NTT. Pikir saya,” Masa bodoh, ah. Mereka kan bukan menjadi urusan saya.” Ya, saya tidak pernah menempatkan diri saya di posisi mereka, hal ini berarti … saya tidak berempati pada mereka. Padahal, setiap hari mereka harus berjalan jauh, bisa mencapai berjam-jam hanya untuk memperoleh segentong air. Waktu mereka habis di jalan. Dan, bukan laki-laki, melainkan perempuan lah yang melakukan tugas berat itu.


Hemat air … hemat air … dan hemat air ...

Stop eksploitasi terhadap air secara besar-besaran …


Sumber Daya Energi


Energi merupakan salah satu sumber daya yang vital dalam kehidupan kita. Untuk hidup, kita membutuhkan energi. Menurut saya, energi yang paling penting adalah solar energy atau yang biasa kita kenal sebagai energi matahari. Tanpa adanya matahari, tumbuhan tentu saja tidak akan bisa berfotosintesis dan menghasilkan oksigen. Bayangkan apabila kita tidak bisa bernafas …


Bersambung …