Jumat, 24 April 2009

Pati & Dinamika?

Pati merupakan sebuah kota kecil tidak terkenal di tepi Laut Jawa, yang beruntung karena dilewati oleh jalur pantura. Namun, belakangan ini Pati jadi terkenal, lho. Terkenal karena kejelekannya di mata publik. Yah, liat aja contohnya, mulai dari pemerkosaan yang dilakukan seorang polisi hingga masuk berita di TV One, seorang ulama tenar yang menyodomi murid-muridnya, ada geng Nero, puluhan tempat karaoke, de el el. Sebenarnya, sebel juga sih mempunyai kabupaten yang tidak bener perilakunya. Kok lama-lama jadi capek, ya?

Pati tidak memiliki sektor wisata yang bisa diandalkan untuk meraup keuntungan. Tempat-tempat wisatanya sungguh amburadul, nggak banget pokoke! Misalnya saja, Pintu Gerbang Majapahit yang berada dekat dengan rumahku. Salah satu aset wisata itu cuma dipagari doank, tanpa ada perhatian dari pemerintah. Bahkan, pada saat terakhir kali ke sana, aku malah nemu sesajen yang diletakkan di dekat situ. Masyaallah, bukane itu malah bikin musyrik saja? Bagaimana ini pemerintah daerah Pati? Kok nggak ada tindakan yang jelas? Sungguh beda banget dengan Yogya. Ibaratnya, hanya keluar dari rumah saja, kita sudah menemukan obyek wisata. Di pusat kotanya, di pinggir desanya, semua serba lengkap dan terawat. Duh, malangnya nasib Pati-ku!

Sektor industri juga tidak bisa diandalkan. Hanya ada dua pabrik kacang yang sifatnya footlose. Tahu artinya footlose kan? Itu lho, temene footprint. Nggak ya? Hehe, bercanda doank. Suatu saat nanti, perusahaan kacang itu bisa saja ‘kabur’ dari Pati. Lha, bisa saja to! Bahan baku kacang kan tidak hanya ada di Kabupaten Pati, di daerah lain juga banyak. Jadi, terserah saja seandainya kedua perusahaan itu pergi untuk selamanya dan tidak akan kembali lagi. Nah, kalo sudah begitu, apa pemerintah daerah mau merengek-rengek dan menangis di bawah kaki si investor. Hehe, sungguh lucu kali ya kalo fotonya masuk koran.

Apa to yang bisa diandalkan dari Pati? Aku pernah membaca website Dinas Industri Provinsi Jawa Tengah yang isinya adalah … kontribusi Kabupaten Pati terhadap nasional dalam hasil sumber daya alam itu meliputi tebu dan karet. Kalau tebu sih masih wajar, tetapi karet? Aku saja kaget membaca ‘karet’. Apa iya, Pati memiliki surplus karet? Aku kok nggak pernah tahu ada hutan karet di Pati ya? Apa aku yang kuper? Apa aku yang tidak mengenal kotaku sendiri? Jadi malu banget, nih.

O y, ada satu pabrik gula yang sudah sangat sangat sangat tua dari jamannya penjajahan Belanda dan hingga kini masih tetap eksis berdiri. Keren kan? Walaupun, mestinya sudah bobrok di sana sini dan horornya nggak ketulungan. Jadi pengen bikin artikel, nih. Tapi, datanya cari dimana ya? Bingung lagi, deh.

Itulah segelintir unek-unek yang pengen aku share sama mas dan mbak yang mau membaca blogku. Capa tahu ada yang berasal dari Pati dan pengen kenalan denganku. Tapi, iya ding! Siapa aku? Pede banget da yang ngajak kenalan.

Status

Aku mempunyai seorang teman di dunia maya. Kami berkenalan lewat chatting di mig33. Namanya Agung. Setelah beberapa saat saling menyapa, kami pun bertukar nomor handphone. Dan, sejak saat itu, dia sering mengirim sms padaku, sekalipun isi sms itu hanya bermaksud untuk say hello saja. Kemudian, aku pun tahu, setelah lulus dari SMA, dia tidak meneruskan ke bangku kuliah, tetapi langsung bekerja di salah satu restoran di Kota Pati.

Bagiku sih tidak apa-apa. Bukankah dalam berteman kita tidak boleh memilih-milih, asalkan dia tidak membawa dampak buruk bagi kita? Semula, dia pun baik padaku. Smsnya ga pernah ketus, dan malah biasanya isi smsnya menggelitik. Namun, kemarin malam … ketika aku sms dia dan mengatakan bahwa aku pengen maen ke tempat kerjanya, serta merta dia menjawab,” gak usah! Ketemu lewat kupdar ja.” Kupdar adalah singkatan dari ‘kopi darat’ alias ketemuan bareng anak-anak mig33 yang lain. akan tetapi, apabila menunggu kupdar, aku bisa sampai lumutan entar saking lamanya. Hal itu membuatku sadar bahwa memang sedang terjadi apa-apa dengan dirinya.

Mengapa harus ada ‘status’ di dunia? Hanya gara-gara aku meneruskan kuliah dan dia langsung bekerja, Agung tidak mau bertemu denganku. Status yang membedakan antara orang kaya, orang kelas menengah, orang miskin. Orang kaya yang sering menganggap bahwa orang miskin sebagai sampah masyarakat, bodoh, sarang kejahatan. Orang miskin yang menganggap bahwa orang kaya sebagai golongan yang angkuh, sombong, cuek pada lingkungan sekitar. Apa Agung merasa ‘tidak setara’ denganku? Padahal, aku tidak merasakan apa-apa yang membuatnya ‘tidak setara’.

Ya, status memang membuat seseorang tidak bisa merasa nyaman dengan dirinya. Aku mempunyai seorang teman sekelas bernama Wily. Orangnya jutek, pemarah, bad mood (walaupun kata teman-teman sebenarnya dia baik, tetapi aku masih tidak nyadar dimana letak kebaikannya), pokoknya aku ga pernah merasa nyaman apabila sedang bersama dengan dirinya, misalnya mengerjakan tugas kelompok. Dia suka menyakiti teman ceweknya, termasuk aku. Bahkan, ada pula yang menangis gara-gara dirinya. Novo yang orangnya kuat pun juga merasa jengkel, malah sudah sampai ke ubun-ubun.

Namun, heran! Wily ga pernah marah dengan temanku yang bernama Hel. Ya, menurut pendapatku sih, karena dia anaknya tajir. Perbedaan perlakuan itu tentu saja membuatku heran dengan hati yang sedikit sakit. Lha, berarti dia membeda-bedakan temennya. Oleh karena aku tidak kaya seperti Hel, Wily boleh berbuat sewenang-wenang padaku. Semua itu memang kembali pada status. Semakin kaya seseorang, maka semakin dihormati pula dia.

Untunglah ada Hel. Coba kalau tidak, apa yang terjadi pada diriku. Pasti kena damprat, deh! Dikatain tidak becus ngerjain tugas, ga bisa ngelakuin hal yang sepele (walaupun bagiku ga sepele!), de el el, yang bisa membuatku terkena serangan jantung dalam sepersekian detik.

Mengapa sifat Wily begitu temperamental? Mengapa dia ga bisa bersikap manis, seperti Yogo? Terutama pada cewek?

Rabu, 15 April 2009

Tribun Stadion Joyokusumo Dihiasi Kotoran Kambing

Hmm … lagi-lagi saya merasa trenyuh melihat kondisi salah satu tempat olahraga terbaik di Kabupaten Pati. Siapa lagi kalau bukan Stadion Joyokusumo.

Saya tidak ingin berbicara banyak. Saya hanya ingin memprotes petugas pengelola stadion jika tribun telah disalahgunakan oleh orang yang salah. Lihatlah bagaimana keadaan tribunnya. Sungguh mengenaskan! Saya sampai ingin menangis melihatnya. Banyak kotoran kambing memenuhi bangku tempat penonton. Padahal, pada saat itu sedang diadakan pertandingan sepak bola.

Salah saya adalah saya membiarkan semua itu terjadi. Saya hanya memprotesnya dalam hati. Saya tidak berbuat apa-apa dengan tindakan anarki yang dilakukan oleh penggembala kambing. Saya tidak tahu harus melaporkannya pada siapa.

Namun, tentu saja yang bersalah bukan hanya saya. Penggembala kambing juga! Tidak apa-apa kan apabila saya menyalahkan penggembala kambing, siapa pun dia, yang dilakukannya telah melebihi batas kewajaran. Masa dia tidak tahu batas-batas yang tidak boleh dilanggar?

Kondisi Tribun Stadion
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009

Tempat umum. Itulah Stadion Joyokusumo. Tempat yang dikunjungi oleh banyak orang. Tempat yang seharusnya selalu terjaga kebersihannya. Tempat untuk melepas kepenatan bagi banyak manusia.

Akankah stadion kebanggaan kita menjadi tempat pembuangan kotoran? Bagi yang merasa sebagai warga Pat, tolong! Saya minta tolong. Entah bagaimana caranya, jagalah kebersihan tribun selalu. Tentu saja, kita tidak ingin mendapat predikat sebagai kota yang tidak menghiraukan keindahan. Apalah artinya Adipura jika untuk merawat satu buah stadion saja tidak bisa?

Kotoran Kambing di Tribun
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009

Jangan pernah bertanya pada apa yang telah diberikan oleh Kabupaten Pati padamu, tetapi tanyalah pada diri sendiri, apakah yang telah saya berikan untuk Kabupaten Pati. Saya hanya ingin berbuat sebaik-baiknya untuk Kabupaten Pati, karena saya mencintainya. Tidak peduli seberapa buruknya Pati di mata kabupaten lain. Sungguh! Saya tidak peduli. Inilah kabupaten saya …