Sabtu, 30 Mei 2009

Lapangan Mataram Pekalongan


Lapangan Mataram terletak di Kelurahan Podosugih, Kota Pekalongan, tepatnya di depan Kantor DPRD dan Kantor Walikota Pekalongan. Nama Mataram ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan Kerajaan Mataram ataupun kerajaan-kerajaan lainnya. Mungkin, nama Mataram ini diambil dari nama jalan yang ada di depan lapangan tersebut, yaitu Jalan Mataram.

Ada banyak hal yang membuat Lapangan Mataram menjadi menarik di mata saya. Saya pun jatuh cinta pada pandangan pertama, walaupun belum bisa mengalahkan rasa sayang saya pada Simpang Lima di Kota Pati. Lapangan Mataram ini tidaklah berfungsi sebagai alun-alun, melainkan sebagai pusat aktivitas masyarakat di sekitarnya. Namun, yang perlu ditanyakan adalah pusat kegiatan apa saja yang ada di sana?

Luas Lapangan Mataram sangat memadai untuk bermain sepak bola, hingga sanggup menampung beberapa tim sepakbola sekaligus dengan sepasang gawang yang berada di sisi utara dan selatan. Apalagi ditambah dengan rumput yang selalu hijau di lapangan, sehingga apabila ada seorang pemain yang terjatuh, maka dia tidak akan terluka parah (hanya menggesek rerumputan, bandingkan dengan kondisi lapangan yang gersang, tandus, dan tidak ada pepohonan yang melingkupinya). Selain itu, Lapangan Mataram juga dikelilingi oleh paving lebar yang digunakan oleh masyarakat untuk jogging, terutama pada sore hari. Sebenarnya, tidak ada masalah dengan kondisi paving, hanya saja luas paving tersebut menyusut karena digunakan oleh pedagang kaki lima untuk menggelar tikar-tikar (semacam lesehan) dan tempat parkir bagi kendaraan tak bermotor (sepeda, becak) serta kendaraan bermotor (sepeda motor). Hal ini tentu saja akan mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Bahkan, tidak jarang pula ada sepeda motor melintas di atas paving. Walaupun fasilitas umum dibangun untuk memenuhi kebutuhan publik, tetapi tetap saja ada aturan alias norma-norma tertentu yang harus dipenuhi oleh pengguna fasilitas tersebut.

Ada satu hal yang membuat keberadaan Lapangan Mataram berbeda dan terasa unik, yaitu jaringan hotspots yang terselenggara atas kerjasama dari pemerintah Kota Pekalongan dengan PT Telkom. Tidak hanya pagi dan siang hari, pada saat malam hari pun Lapangan Mataram dipadati oleh orang yang ingin berinternet ria secara gratis. Namun, yang disayangkan adalah kapasitas hotspots yang masih terbatas, sehingga untuk membuka satu situs saja diperlukan waktu connecting yang lama. Hal ini tentu saja akan mengurangi kenyamanan pengguna.

Pelayanan Hotspots di Lapangan Mataram
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009

Lapangan Mataram juga merupakan titik pertemuan dari empat jalan besar, di antaranya adalah Jalan Kurinci (jalan dimana Passer Podosugh berlokasi) dan jalan yang menuju Perumahan Bina Griya (dua jalan lainnya saya tidak tahu …). Salah satu alasan pembangunan lapangan ini adalah untuk memecah arus kendaraan yang melintas, sehingga tidak akan terjadi kemacetan. Apabila tidak ada Lapangan Mataram dan jalan tersebut hanya merupakan simpang empat biasa, maka dikhawatirkan akan terjadi kekacauan maupun kepadatan kendaraan pada pertemuan jalan-jalan tersebut.

Selain sisi positif yang ditonjolkan, ada satu masalah kecil (dan akan menjadi besar apabila dibiarkan) yang cukup krusial di hampir seluruh kota di Indonesia, termasuk Kota Pekalongan, yaitu keberadaan pedagang kaki lima. Selain merusak keindahan dengan gerobak-gerobak mereka yang berwarna-warni, para pedagang kaki lima juga suka membuang sampah di selokan pinggir Lapangan Mataram. Tentu saja, saluran drainase tersebut menjadi kotor dan berbau, yang dikhawatirkan akan terjadi bencana banjir pada musim penghujan (maupun penyakit-penyakit). Kemudian, pedagang kaki lima pun sering menggunakan badan jalan untuk berjualan. Dan, hal ini mengganggu arus lalu lintas kendaraan yang lewat maupun kenyamanan pengguna. Kapasitas jalan yang seharusnya digunakan secara penuh menjadi bekurang karena adanya pedagang kaki lima.

Jumat, 15 Mei 2009

Telkom : Committed 2 U

PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk atau yang biasa dikenal sebagai TELKOM merupakan perusahaan penyelenggara informasi dan komunikasi (infocom) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) di Indonesia. TELKOM menyediakan jasa telepon tidak bergerak kabel, jasa telepon tidak bergerak nirkabel, jasa telepon bergerak, data dan internet, serta network dan interkoneksi, baik secara langsung maupun melalui perusahaan asosiasi.

TELKOM mengklaim diri sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak 15 juta penduduk dan pelanggan telepon seluler sebesar 50 juta penduduk. TELKOM menjadi pemegang saham mayoritas di 9 anak perusahaan, termasuk PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Kontribusi TELKOM terhadap pemerintah diwujudkan melalui PPh badan dan deviden. PPh badan merupakan pajak yang diberikan kepada negara dalam suatu waktu tertentu yang sesuai dengan pendapatan TELKOM (30 %) dan deviden berupa keuntungan dalam bentuk saham yang diberikan kepada Menteri Keuangan RI, dan nantinya akan dimasukkan ke dalam APBN Indonesia.

Dengan pencapaian dan pengakuan yang diperoleh TELKOM, penguasaan pasar untuk setiap portofolio bisnisnya, kuatnya kinerja keuangan, serta potensi pertumbuhannya di masa mendatang, pada saat ini TELKOM menjadi model korporasi di Indonesia.

Tujuan, Visi, Misi, dan Budaya TELKOM
TELKOM mempunyai tujuan untuk selalu mempertahankan tingkat pertumbuhan, marjin keuntungan dan kualitas perusahaan secara menyeluruh. Sedangkan, visi TELKOM adalah to become a leading infocom player in the region. Artinya, TELKOM berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan infocom terkemuka di kawasan Aia Tenggara, Asia dan selanjutnya akan merambah ke kawasan Asia Pasifik.

Adapun, misi dari TELKOM, antara lain memberikan layanan one stop infocom services with excellent quality and competitive price and to be the role model as the best managed Indonesian corporation, dengan jaminan bahwa pelanggan akan mendapatkan pelayanan terbaik, berupa kemudahan, kualitas produk, kualitas jaringan dengan harga yang kompetitif. Selain itu, TELKOM juga mengelola bisnis melalui praktek-praktek yang terbaik dengan mengoptimalkan SDM yang unggul, teknologi yang kompetitif serta membangun kemitraan yang menguntungkan secara timbal balik dan saling mendukung secara sinergis.

Ada tujuh tata nilai utama dalam memahami visi dan misi TELKOM, antara lain kejujuran, transparan, komitmen, kerjasama, disiplin, peduli, dan tanggung jawab. Setiap karyawan didorong pula untuk mendalami lima perilaku utama, yaitu strech the goals (mencapai target yang lebih tinggi), simplify (efisiensi dan efektifitas cara kerja), involve everyone (membangun kerjasama dan sinergi), quality is my job (mengutamakan kualitas), dan reward the winner (memberikan respek dan penghargaan).

Budaya TELKOM, yaitu The Telkom Way 135 (TTW 135) merupakan prosesi silaturahmi yang dilaksanakan satu kali dalam seminggu pada hari Rabu selama 30 menit dan dilaksanakan pada permulaan jam kerja di lokasi kerja. Pimpinan unit memberikan arahan dan melakukan monitoring pelaksanaan TTW 135 pada bulan sebelumnya, dan setiap tanggal 5 pimpinan unit melaporkan hasil monitoring kepada Direktur Human Capital.

Komposisi Pemegang Saham
Per 31 Desember 2006, saham TELKOM dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia sebanyak 51.19 % dan pemegang saham publik sebesar 48.81 %, yang terdiri dari investor asing (46.37 %) dan investor domestik (2.44%). Sementara itu, harga saham TELKOM di Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama tahun 2006 terus meningkat sebesar 71.2 % dari Rp. 5900,- menjadi Rp. 10.100,-. Kapitalisasi pasar saham TELKOM pada akhir 2006 sebesar USD 22,6 miliar. Outstanding shares TELKOM, yang terdiri dari luar negeri (NYSE, LSE, TSE) sebesar 7 % dan domestik (BEJ dan BES) sebesar 41.81 %.

Anak perusahaan TELKOM
1.Kepemilikan lebih dari 50 % (consolidated)
PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel): Telekomunikasi (Seluler GSM)
PT Telekomunikasi Indonesia Internasional : International Telecommunication Services, Investment & Strategic Partnership and Project Management & Consultacy
PT Pramindo Ikat Nusantara (Pramindo) : Telekomunikasi Telepon Tetap (KSO-I Sumatera)
PT Dayamitra Telekomunikasi (Dayamitra): Telekomunikasi (KSO-VI Kalimantan)
PT Infomedia Nusantara (Infomedia ): layanan informasi
PT Multimedia Nusantara (Metra): multimedia, pay special TV
PT Napsindo Primatel Internasional (Napsindo): Network Access Point
PT Indonusa Telemedia (Indonusa): TV Cable
PT Graha Sarana Duta (GSD): property, konstruksi, dan jasa

2.Kepemilikan 20% - 50 % (unconsolidated)
PT Patra Telekomunikasi Indonesia (Patrakom): layanan VSAT
PT Citra Sari Makmur (CSM): VSAT dan layanan telekomunikasi lainnya
PT Psifik Satelit Nusantara (PSN): transponder satelit dan komunikasi

3.Kepemilikan kurang dari 20 % (unonsolidated)
PT Mandara Selular Indonesia (MSI): layanan NMT -450 selular dan CDMA
PT Batam Bintam Telekomunikasi (Babintel) telepon tetap di Batam dan Pulau Bintan
PT Pembangunan Telekomunikasi Indonesia (Bangtelindo): pengelolaan jaringan dan peralatan Telco

Profil Divisi Regional IV
Unit bisnis TELKOM terdiri dari 20 divisi dan center, 4 yayasan dan 15 anak perusahaan. Divisi Regional IV melayani provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, yang memiliki kantor pelayanan berupa KANDATEL 5 buah, CATEL 28 buah, dan A. PELAYANAN sebanyak 49 buah. Sedangkan, untuk service point, terdapat 104 buah plasa TELKOM, dan 8 buah Flexi Center. SDM yang dimiliki oleh TELKOM sebanyak 1.415 orang.
Ada lima pilar bisnis TELKOM, yaitu:
1.Fixed Phone (TELKOM Phone)
Personal Line
Corporate Line
Wartel and Telum
2.Mobile Phone (TELKOMSEL)
Prepaid Services (simPATI)
Post Services (Halo)
3.Network and Interconnection (TELKOM Intercarier)
Interconnection Services
Network Leased Services
4.Data and Internet
Leased Channel Service (TELKOM Link)
Internet Service (TELKOMNet)
VoIP Service (TELKOM Save and Global 017)
SMS Service (from TELKOMSEL, TELKOM Flexi, dan TELKOM SMS)
5.Fixed Wireless Access (TELKOM Flexi)
Prepaid Services (Flexi Trendy)
Postpaid Services (Flexi Classy)

Kelompok Bisnis TELKOM
1.Fixed Phone
a.PT Pramindo IKat Nusantara (Pramindo)
b.PT Dayamitra Telekomunikasi (Dayamitra)
2.Seluler
PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel)
3.Aplikasi, Content, dan Datacom
a.PT Infomedia Nusantara (Infomedia)
Layanan informasi (bisnis berbasis elektronik, call center, dan segmen data)
b.PT Multimedia Nusantara (Metra): Multimedia, TV Cable
c.PT Indonusa Telemedia (Indonusa): Multimedia Interaktif, TV Cable
4.Properti dan Konstruksi
PT Graha Sarana Duta: properti, konstruksi, dan jasa
5.TELKOM
a.Fixed Wireline
b.Fixed Wireless
c.Seluler
d.Data dan internet
e.Network dan interconnection
6.Internasional
PT Telekomunikasi Indonesia Internasional

Produk dan Layanan
1.Produk
a.Wireline
PhoneTELKOM
Layanan sambungan fasilitas telepon yang dapat digunakan untuk fungsi telepon, faksimile atau data/internet dengan penambahan modem oleh pelanggan.
Wartel
SLI 007, 01017
TENI


b.Flexi
Layanan jasa telekomunikasi suara dan data berbasis akses tanpa kabel dengan teknologi CDMA yang sangat hemat karena biaya pemakaiannya mengacu pada tarif telepon rumah.
Prabayar
Pascabayar
SMS
Layanan jasa pengiriman pesan dengan menggunanakan media data dimana pelanggan dapat mengirim dan menerima pesan secara tertulis.
Ringtone
WAP
PDN
c.Data & Internet :
Speedy
Layanan akses internet dengan kecepatan tinggi (broad band) menggunakan teknologi ADSL.
Astinet
Layanan akses internet dan multimedia TELKOMNet berlangganan yang terfokus pada perusahaan untuk akses Internet menuju Global Internet yang mudah dan cepat.
ISDN
Jaringan digital yang menyediakan layanan telekomunikasi multimedia, merupakan pengembangan dari sistem telepon yang telah terintegrasi.
VPN IP
Layanan komunikasi data any to any connection berbasis IP MPLS.
TELKOMLink
Warnet


2.Layanan
a.WEB In
www.plasa.com
www.flexi.com
www.speedy.com
www.telkom.co.id
b.Walk In
Plasa
Outlet
Area Pelayanan
c.Phone In
108 (informasi)
109 (info billing)
147 (pengaduan)
d.SMS In
4444 (registrasi)
777 (aktivasi COMBO)

Tata Kelola Perusahaan
PKBL: Kemitraan dan Bina Lingkungan
1.Program Kemitraan
Program kemitraan TELKOM bertujuan untuk mendorong kegiatan atau pertumbuhan ekonomi dan terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta peningkatan taraf hidup masyarakat, baik antara perusahaan dan mitra binaan maupun antar mitra binaan sehingga membawa manfaat bagi kelangsungan usaha. Oleh karena itu, perlu dikembangkan potensi usaha kecil dan koperasi agar menjadi tangguh dan mandiri, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mendorong tumbuhnya kemitraan antara usaha besar (BUMN) dengan usaha kecil dan koperasi. Misalnya, dalam hal ini TELKOM mengadakan pelatihan pada mitra binaan di Jepara (ukiran) dan Banyumas (sektor perikanan).
Selain itu, TELKOM juga memberikan bantuan dana bergulir terhadap pengusaha kecil. Dana yang diberikan oleh TELKOM ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan modal dan investasi. Selain itu, TELKOM juga mengucurkan pinjaman lunak berbunga rendah, yaitu hanya 6 % per tahun.

2.Program Bina Lingkungan
Program bina lingkungan berbentuk bantuan sosial masyarakat yang bersifat hibah murni (charity/sukarela) dalam rangka peningkatan citra perusahaan. Adapun obyek program bina lingkungan ini, antara lain:
a.Sarana pendidikan dan pelatihan
Dalam kontribusinya di dalam meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, maka TELKOM mengadakan pelatihan internet bagi guru dan da’i pada 2008, serta pelatihan internet bagi staf Walikota Semarang.
b.Peningkatan ketahanan pangan 2008
TELKOM menyerahkan bantuan dalam bentuk paket-paket sembako dan susu untuk menangani rawan gizi pada anak. Sebagai pemain bisnis infocom “merah putih” yang tetap menyadari bahwa basis bisnisnya merupakan komunitas warga masyarakat, tidaklah berlebihan apabila TELKOM selalu menjaga kedekatannya dengan komunitas masyarakat.
c.Peningkatan kesehatan masyarakat
TELKOM memiliki andil dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, antara lain melalui penyediaan air bersih di Gunung Kidul, mendirikan Pos Kesehatan, dan melakukan fogging bagi pencegahan penularan penyakit demam berdarah 2008.
d.Sarana Ibadah
e.Sarana Umum
f.Bencana Alam
Salah satu kontribusi TELKOM adalah memberikan bantuan pada korban banjir di Kabupaten Pati pada 2008.

CO – OP
Program Cooperative Academic Education yang pada umumnya disingkat CO – OP adalah belajar bekerja secara terpadu yang melibatkan tiga pihak, yaitu mahasiswa, Perguruan Tinggi dan dunia usaha. Program ini merupakan salah satu strategi pendidikan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengintegrasikan mahasiswa dengan berbagai latar belakang ilmu dari bangku kuliah dengan pengalaman kerja yang produktif (“work-based learning” atau “work-integrated learning”), agar mahasiswa dapat menemukan dan mengalami sendiri apa yang disebut “dunia kerja”.

Kebijakan perusahaan dalam mengembangkan lingkungan strategis yaitu melalui CSR (Corporate Sosial Responsibility) akan menjadi landasan dari program-program kolaborasi yang terkait dengan pemberdayaan mahasiswa di dalam mengembangkan kemampuan kewirausahaan melalui program CO-OP. Selain dari sasaran yang bernuansa kemampuan penguasaan teknologi dan bisnis tersebut, program “Corporate Sosial Responsibility” ini adalah juga ditujukan untuk memberikan akses dalam pemberdayaan masyarakat, baik yang terkait langsung dengan proses bisnis perusahaan maupun lingkungan strategis yang lain, misalnya lingkungan dunia pendidikan.

TELKOM bekerjasama dengan DPPK (Dewan Pengembangan Program Kemitraan) telah menyelenggarakan Program Cooperative Academic Education (Program Co-op) sejak tahun 1998. Hingga tahun 2008, perguruan tinggi yang telah berpartisipasi dalam Program Co-op TELKOM berjumlah 32 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia dan telah merekrut dan memberikan kesempatan magang untuk sebanyak 1.170 mahasiswa, dan dari 1170 mahasiswa yang telah melaksanakan CO – OP di TELKOM sebagian direkomendasikan untuk dapat mengkuti program rekrut dan banyak diantara mereka saat ini telah meniti karir di TELKOM.

Tata Kelola Perusahaan
Tata kelola perusahaan TELKOM, antara lain meliputi:
1.Compliance SOX (Zero SAD)
2.ISO 9004
TELKOM selalu mementingkan kepuasan dari customer, employee, hare holder, partnership. Pada saat melakukan kerja sama, TELKOM tidak membedakan perusahaan yang asetnya besar maupun kecil.
3.SMK 3 (Golden Flag dari Presiden)
Sistem Manajemen bagi Keamanan, Keselamatan dan Kerja yang ditujukan bagi para pekerja maupun tamu. Misalnya, lift yang ada disertifikasi, sehingga terjamin keamanannya.

Perencanaan Infrastruktur
Perencanaan infrastruktur TELKOM sangatlah diperlukan untuk menunjang jaringan komunikasi di Indonesia. Dengan adanya infrastruktur tersebut, maka pelayanan akan komunikasi menjadi semakin mudah dan lancar, bahkan tidaklah mustahil untuk dapat menjangkau daerah atau pulau-pulau yang terpencil demi tetap menjaga keutuhan NKRI, misalnya yang terjadi di Kepulauan Karimunjawa. Dengan pemasangan berbagai infrastruktur komunikasi tersebut, maka secara tidak langsung TELKOM juga ikut berpartisipasi di dalam mengembangkan daerah di Indonesia. Hal ini tidak dapat lepas dari peran TELKOM sebagai agent of development (agen pembangunan).

Dalam merencanakan infrastruktur, yang patut dipertimbangkan antara lain:
1.Perkembangan teknologi yang selalu berkembang
2.Estetika (tata kota), seberapa jauh TELKOM dapat menunjang tata kota
3.Pertimbangan bisnis

Next Generation Network (NGN)
NGN ini, salah satunya terdapat di Kaliasem, Bali dengan melihat pertimbangan bahwa Pulau Bali merupakan tempat pariwisata yang dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara, sehingga keberadaannya dibutuhkan oleh banyak pihak.
1.IP - TV
2.VoD (Video on Demand)
3.Streaming
4.Video – Phone

Kendala Pembangunan
Ada beberapa kendala di dalam pembangunan infrastruktur komunikasi di Indonesia, antara lain:
1.Perijinan (regulasi) yang biasanya memakan waktu yang cukup lama
2.Waktu pelaksanaan
3.Lingkungan; mulai peka terhadap pembangunan infrastruktur
4.Investasi




Sumber:
Hasil Kunjungan Ekskursi PT.Telkom Drive IV Jateng – DIY. 2008
http://id.wikipedia.org/wiki/TELKOM
http://www.telkom.co.id/



NTT: Prasarana Air Bersih yang Masih Belum Terpenuhi

Air merupakan unsur utama bagi kehidupan kita. Seperti udara, air termasuk kebutuhan dasar, hak asasi yang tidak dapat dicabut, dan barang publik yang harus dilindungi oleh perorangan maupun lembaga demi hajat hidup orang banyak.

Sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Timur merupakan daerah yang mengalami kesulitan air dari tahun ke tahun. Pada saat musim kemarau seperti sekarang ini, masyarakat seringkali mengeluh tentang sulitnya mendapatkan akses terhadap air bersih.

Tentu saja hal tersebut tidak dapat terlepas dari faktor supply dan demand. Seiring dengan laju pembangunan di berbagai bidang serta adanya peningkatan pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan masyarakat akan air bersih pun ikut bertambah. Padahal di sisi lain, jumlah air bersih yang tersedia maupun infastruktur penunjangnya masih sangat terbatas.

Ketika musim kemarau datang, tidaklah mengherankan apabila kita melihat para warga di wilayah-wilayah tertentu yang sulit air seperti Kabupaten Sikka, NTT, membeli air dengan harga yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangganya. Sedangkan, bagi yang tidak mampu secara finansial, mereka terpaksa menggunakan air yang tidak layak dari sungai, kali kecil, dan embung-embung yang dangkal untuk keperluan sehari-hari. Dan, apabila ditinjau dari segi kesehatan, air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.

Seandainya hal ini terus dibiarkan tanpa ada penanganan yang serius, maka masalah penyediaan air bersih ini akan menimbulkan dampak negatif yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan masyarakat. Dengan melihat adanya potensi sungai dan anak sungai sebagai salah satu sumber air, maka diperlukan andil dari berbagai pihak untuk mencari solusi atas masalah penyediaan air bersih tersebut.

Selain itu, juga diperlukan aspek perencanaan yang matang, baik rencana jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Beberapa cara yang dapat ditempuh, antara lain dengan meninventarisasikan air bersih, mengevaluasi kebutuhan air yang ada, dan melaksanakan operasi proyek-proyek di bidang infrastruktural pengairan. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pengembangan air bersih untuk NTT dapat terpenuhi.

Kana, Chrislianto. 2008. “Permasalahan Air Bersih: Dalam Perspektif Misi dan Visi FREN “ dalam Cyber News. www.timorexpress.com edisi Jumat, 4 Juli 2008.

NGO v.s Pemerintah

Baik lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah (NGO) mempunyai peranan yang penting di dalam melakukan proses perencanaan. Adanya lembaga non-pemerintah haruslah dipandang dari sisi yang positif, karena hal tersebut menandakan bahwa peran masyarakat semakin meningkat di dalam berbagai aspek perencanaan. Masyarakat menganggap bahwa pemerintah cenderung kurang peka dan tanggap dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Selain itu, program yang akan dilakukan oleh pemerintah juga sering terkendala pada aspek birokrasi dan administrasi yang rumit.

Upaya Bappenas belum lama ini untuk membuka dialog dengan pihak lembaga non-pemerintah di dalam menyusun rencana pembangunannya merupakan sebuah langkah awal yang bagus. Kita berharap bahwa langkah awal ini tidak berhenti, dan justru akan berkembang menjadi kemitraan sejati antara pemerintah dan NGO.

Perencanaan Pembangunan Daerah
Banyak kebijakan yang mendasari perencanaan pembangunan daerah, antara lain UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara, UU No. 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 Tahun 2005 tengang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan Angaran Pemerintah Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan RAPBD, serta Peraturan Daerah Kota Semarang No. 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Ada beberapa paradigma pemerintah yang mendasari pembangunan daerah, yaitu pembangunan diarahkan pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan oleh masyarakat dengan pemerintah sebagai fasilitator bukan oleh rencana yang disiapkan para pakar secara rasional atau suplai yang tersedia, perencanaan pembangunan perlu dikembangkan menjadi usaha inisiatif pembangunan oleh masyarakat, melibatkan masyarakat dalam pembangunan sejak dari saat perancangannya, pemerintahan adalah fasilitator pembangunan yang membantu dan memberdayakan masyarakat untuk membangun dengan lebih baik, perlu dibudayakan bahwa pembangunan pada dasarnya merupakan tanggungjawab bersama antar stakeholders pembangunan.

Sedangkan prinsip-prinsip dalam penyusunan perencanaan pembangunan, meliputi rasa kebersamaan dan tanggungjawab dari setiap warga kota dalam menyelesaikan atau memutuskan sesuatu permasalahan kotanya secara bersama (partisipasi/participation), adanya keterbukaan dan kemudahan dari pemerintah kota untuk mendapatkan informasi dalam segala yang berkaitan dengan pelayanan bagi setiap warga kota (transparansi), aparat pemerintah mau mendengar apa yang menjadi pemikiran, keluhan maupun permasalahan warga kotanya maupun permasalahan yang dihadapi kota untuk segera menanggapi atau melayani warga kota yang berkepentingan maupun permasalahan yang dihadapi kotanya (cepat tanggap/responsiveness), pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada warga kota harus selalu berorientasi cepat, tepat waktu, tidak membebani, berorientasi pelayanan (efektif dan efisien), semua tindakan dan langkah-langkah dari manapun datangnya dan oleh siapapun pelaksanaannya, selalu harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang berkepentingan, semua stakeholders bertanggungjawab terhadap masa depan kotanya.

Pada saat ini, pendekatan perencanaan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah strategic planning, yang mementingkan pada visi dan misi program yang akan dilaksanakan dan didasarkan pada isu-isu atau permasalahan strategis. Sedangkan, perencaanaan komprehensif mencakup pada perencanaan menyeluruh yang meliputi semua aspek kegiatan.

UU No. 26 Tahun 2007 membahas tentang Penataan Ruang dengan menggunakan pendekatan perencanaan komprehensif. Sedangkan, UU No. 25 Tahun 2004 menjelaskan mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan (SPP).

Domain perencanaan terletak pada pemerintah. Seorang planner membuat perencanaan yang diimplementasikan melalui indikasi-indikasi program, dimana implementasi dari program tersebut dilaksanakan oleh para perencana pembangunan (administrasi publik).

Dimensi waktu perencanaan ada tiga, meliputi jangka pendek (bersifat taktis), jangka menengah (bersifat posisional), jangka panjang (bersifat perspektif, masih berupa angan-angan, tetapi didukung oleh instrumen perencanaan). POAC (Planning, Organizing, Locating, Controlling) merupakan suatu siklus tentang pengelolaan pembangunan. Planner berkaitan dengan kewilayahan dan manajer perencanaan (pemerintah).

Menurut UU No. 25 Tahun 2004, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam proses perencanaan, yaitu top down planning, bottom up planning, partisipatif planning, technocratic planning (merupakan pendekatan yang dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, berupa teori-teori).

Rencana jangka panjang biasanya memiliki jangka waktu selama 25 tahun dan bersiifat perspektif. Rencana jangka pendek hanya berjangka waktu 5 tahun. Rencana Tata Ruang meliputi dua hal, yaitu rencana umum dan rencana detail. RKPD bersifat taktis dan berhubungan dengan perencanaan (lokasi, tenaga kerja, sumber daya modal, proses pelaksanaan, dan lain-lain). Penataan ruang merupakan urusan wajib bagi pemerintah, dimana Bappeda sebagai leader yang kemudian memerintah dinas-dinas yang terkait di bawahnya untuk melaksanakan program yang ada.

RPJP ditetapkan di dalam undang-undang. RPJP daerah memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah mengacu kepada RPJP nasional, RPJM daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah, yang berpedoman pada RPJP daerah dan memperhatikan RPJM nasional, RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah dan mengacu pada RKP, RENSTRA – SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, sesuai dengan tupoksi satuan kerja perangkat daerah, serta berpedoman pada RPJM daerah dan bersifat indikatif, RENJA – SKPD berpedoman pada RENSTRA SKPD, dan mengacu pada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemda maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Tiga bulan setelah dilantik, seorang walikota sudah harus menetapkan RPJMD.

Kota Semarang memiliki visi untuk menjadi kota metropolitan yang berbasis pada perdagangan dan jasa. Oleh karena itu, Kota Semarang harus berinteraksi dan bekerja sama dengan kota-kota satelitnya, sehingga dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang merata. Misalnya, bandara akan dibangun di Kendal atau Demak.

Semarang hanya menerima aktivitas-aktivitas yang strategis, sehingga aktivitas yang tidak strategis diberikan kepada daerah lain yang leih sesuai. Di Pasar Johar, seharusnya aktivitas yang tidak produktif dipindahkan agar sesuai dengan daya dukung kawasan. Gunung Pati dan Mijen ditetapkan sebagai green area, perlu dipikirkan bagaimana caranya agar penggunaan lahannya mempunyai value added yang sama dengan kawasan Simpang Lima, misalnya dibangun kolam pemancingan.


Proses Perencanaan Organisasi Non-Pemerintah
Ada tiga pilar proses perencanaan yang membangun organisasi non-pemerintah, yaitu vision (visi), mission (misi), dan objective. Vision menggambarkan apa yang ingin kita capai atau lihat di masa depan, yang kemudian diterjemahkan ke dalam prinsip dan nilai. Visi yang baik bersifat realistis, dapat dipercaya, menarik, dan berorientasi pada masa depan. Mission adalah nilai-nilai dasar dari institusi, sedangkan objective merupakan situasi yang ingin kita ciptakan pada akhir tahapan yang biasanya membentuk strategi organisasi.

Pada umumnya, pemerintah terlalu sibuk dalam mengurus proses birokrasi, karena telah terbiasa menunggu atasan untuk melakukan suatu program. Sedangkan, lembaga non-pemerintah sifatnya lebih fleksibel, dan responnya juga lebih cepat. Peran lembaga non-pemerintah adalah untuk menjembatani antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat (melakukan pemberdayaan di antara stakeholders. Pemerintah berperan sebagai fasilitator pembangunan. Dengan demikian, semua stakeholders harus terlibat sesuai dengan peran dan posisinya masing-masing. Oleh karena suatu program berbasis kepada masyarakat atau bersifat partisipatif, maka pemerintah harus mengajak pihak-pihak yang bersangkutan. Di Indonesia, peran stakeholders belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Proses perencanaan dalam penyusunan program atau project menggunakan daur program atau project, yang meliputi assesment and planning, implementation and monitoring, evaluation, adaption.

Pada assesment, hal yang dilakukan adalah mendapatkan informasi dari expert di luar organisasi (akademisi, pemerintah, sektor swasta) yang dapat membantu lembaga non-pemerintah tersebut untuk mengembangkan programmya. Selain itu, juga menentukan jenis informasi yang ingin didapat dengan melakukan need assesment atau PRA (Participatory Rural Appraisal), yang meliputi penggunaan kuisioner untuk wawancara, mengadakan Focus Group Discussion (FGD), mengajak stakeholders lain dari disiplin ilmu (background) yang berbeda, dan mendapatkan berbagai fakta yang beragam dari banyak orang dengan latar belakang yang berbeda. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh dalam planning, antara lain menentukan project yang akan dilakukan dengan mengidentifikasi tujuan, sasaran, dan aktivitas, mengajak target beneficiaries dalam perencanaan, mencari good practice sebagai referensi dan dimasukkan dalam perencanaan, membangun sistem monitoring yang memungkinkan dan melibatkan target beneficiaries, mendapatkan dana dari para donatur. Setelah menetapkan planning, maka dibuatlah logical framework analysis.

Suatu kegiatan dapat dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan apabila kita telah menyusun perencanaan yang baik. Setelah kegiatan tersebut dilakukan, maka kemudian dilakukanlah proses monitoring, evaluation dan feed back/lesson learnt. Monitoring merupakan pengecekan tentang fakta progress kegiatan secara periodik dengan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan rencana. Sedangkan evaluation dilakukan dengan cara membandingkan dengan tujuan apakah kegiatan yang telah dilaksanakan mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Kegagalan maupun keberhasilan harus menjadi sebuah pembelajaran untuk membuat perencanaan selanjutnya. Dan, feed back/lesson digunakan sebagai masukan bagi proses perencanaan selanjutnya. Report harus disampaikan kepada pihak funder (pemberi dana/donatur). Masyarakat Indonesia biasanya lemah di dalam monitoring dan evaluasi, karena yang paling dipentingkan adalah impklementasi dari program tersebut.

Proses perencanaan partisipatif pada tingkat lapangan, meliputi indentifikasi masalah, potensi dan peluang, prioritaskan masalah, potensi dan peluang, menganalisa masalah, potensi dan peluang, menentukan pemecahan terhadap masalah tersebut, dan membuat suatu perencanaan untuk melaksanakan kegiatan pemecahan untuk menghindari masalahnya.

Logical framework analysis cenderung sulit untuk dibaca oleh masyarakat awam, sehingga program yang akan dilaksanakan perlu dikomunikasikan oleh pihak ketiga (lembaga non-pemerintah) dengan menggunakan pohon masalah, tulang ikan, medan daya, jembatan bambu. Pohon masalah adalah teknik analisa masalah untuk melihat ‘akar dari suatu masalah. Hasil dari teknik ini kadang-kadang mirip pohon dengan akar banyak. Analisa pohon masalah dapat digunakan dalam situasi yang berbeda, dan dimana saja ketika terdapat suatu masalah, tetapi penyebab masalah tersebut kurang jelas. Teknik ini sangatlah visual, ditujukan untuk masyarakat dan dapat melibatkan banyak orang dalam waktu yang bersamaan.

Analisis tulang ikan merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan penyebab pokok dari masalah-masalah, dengan hasil analisis sering berbentuk tulang-tulang ikan. Teknik ini memberkan kesempatan untuk mengkategorikan berbagai sebab dasar dari suatu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan rapi.

Medan daya adalah suatu prosedur untuk menganalisis suatu masalah dengan mempertimbangkan tujuannya dan mencatat faktor-faktor penghambat atau pendorong tercapainya tujuan tersebut. Cara ini membantu mengidentifikasi stateg-strategi yang akan meningkatkan pencapaian tujuan dan mengurangi faktor-faktor yang akan menghalangi pelaksanaannya.

Teknik jembatan bambu hanya merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menyusun suatu rencana kegiatana masyarakat dengan memberikan gambaran masalah yang dihadapi dan tujuan yang akan dicapai serta tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

Mekanisme dan tahapan perencanaan program dan anggaran daerah, terdiri dari bulan perencanaan (Januari – April), bulan anggaran (Mei – Agustus), dan bulan litigasi (September – Desember). Pada bulan perencanaan, diadakan Musrembag (Musyarawah Perencanaan Pembangunan), dimana pada bulan Januari (tingkat desa), bulan Februari (tingkat kecamatan), bulan Maret (kabupaten/kota), dan bulan April pada tingkat provinsi, bulan Mei terdapat finalisasi RKPD, dan pada bulan Juni telah terjadi penandatangan KUA dan PPAS.

Perbedaan Organisasi Pemerintah dan Organisasi Non-Pemerintah (NGO)
Ada beberapa perbedaan antara organisasi pemerintah dan organisasi non-pemerintah, antara lain mengenai masalah dana, cakupan program yang akan dilaksanakan, fungsi kelembagaan, jangka waktu pelaksanaan program, dan lain sebaginya.

Untuk lembaga pemerintah, dana dalam perencaaan pembangunan diperoleh dari APBN maupun APBD. Jadi, pemerintah tidak harus bergantung pada pasokan dana dari donatur. Pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan project sesuai dengan aturan yang berlaku, dengan menganut peraturan perundang-undangan yang ada. Misalnya, UU, PP, Keppres, RTRW, RTDRK, dan lain-lain.

Lembaga pemerintah memiliki cakupan wilayah project yang lebih luas daripada lembaga non-pemerintah. Contohnya, pembangunan kota baru, Kota Batam. Pembangunan ini akan memberikan pengaruh yang lebih besar bagi masyarakat luas. Adapun, pelaksanaan program pembangunan memiliki jangka waktu yang lebih bervariasi, yang meliputi jangka 20 tahun (RPJP), 5 tahun (RPJM), 5 tahun (rencana strategis), 1 tahun (rencana kerja pemerintah dan rencana kerja lembaga/kementrian). Namun, seringkali pelaksanaan program ini terkendala oleh adanya masalah birokrasi dan proses administrasi yang rumit, sehingga jangka waktu pelaksanaan program dapat melebihi tenggat waktu yang telah ditetapkan.

Selain itu, lembaga pemerintah tidak melakukan monitoring dan evaluasi, dan lebih condong kepada implementasi program saja. Oleh karena itu, pemerintah seringkali tidak mengetahui apakah project yang telah dikerjakan berlangsung dengan baik atau justru mengalami kegagalan. Apabila kegagalan tersebut lambat dan tidak langsungditangani, maka dana yang dibutuhkan untuk perbaikan project juga akan semakin besar.

Pemerintah berperan sebagai fasilitator pembangunan yang membantu dan memberdayakan masyarakat untuk membangun dengan lebih baik. Untuk mengadakan suatu rencana pembangunan, banyak tahapan yang harus dilewati, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama, yang meliputi sikus perencanaan dan penetapan, pemrograman penganggaran, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi. Selain itu, juga dilakukan musrenbag yang juga membutuhkan waktu yang tidak pendek, sehingga mengakibatkan program pembangunan menjadi tidak segera dilaksanakan.

Sedangkan, dana dari lembaga non-pemerintah berasal dari donatur, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pada umumnya, lembaga non-pemerintah ini tidak memiliki donatur yang tetap. Suatu NGO harus mengajukan proposal yang akan digunakan untuk melaksanakan program. Apabila rencana program/project telah disetujui oleh donatur, maka dana baru dapat diperoleh.

Lembaga non-pemerintah ini melakukan kegiatannya pada cakupan wilayah yang relatif sempit, mungkin hanya sebagian kecil dari luas suatu kota. Hal ini menyebabkan dampak project pun memiliki ruang lingkup yang sempit dan hanya akan dirasakan oleh kelompok masyarakat tertentu saja.
Selain jangkauan wilayah yang terbatas, jangka waktu yang digunakan untuk melaksanakan suatu project juga pendek, misalnya kurang lebih selama satu tahun. Apabila suatu project tidak berlangsung sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka lembaga non-pemerintah tersebut berkewajiban melakukan perbaikan-perbaikan. Dalam hal ini, monitoring dan evaluasi merupakan tahapan yang penting untuk menilai kinerja dari NGO tersebut. Sebaliknya, apabila suatu NGO mampu melaksanakan programnya dengan baik, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa NGO tersbut akan mendapat kepercayaan dari donatur untuk melaksanakan project yang lain.

Peran lembaga non-pemerintah sangat penting sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. NGO biasanya sering mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah yang kurang menguntungkan dan berpihak pada rakyat. NGO harus diangkat menjadi mitra yang senantiasa membantu pemerintah di dalam merumuskan perencanaan pembangunan. Walaupun memiliki pandangan yang seringkali berbeda, tetapi NGO memiliki visi dan misi yang cenderung sama dengan pemerintah, yaitu ingin memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara Indonesia.