Selasa, 02 Maret 2010

Perubahan Pola dan Proses Migrasi ( I )

Graeme Hugo

Ketika Indonesia mengalami perubahan sosial ekomomi yang cepat beberapa tahun belakangan ini, maka mobilitas penduduk Indonesia, baik yang bersifat permanen ataupun sementara, juga ikut mengalami perubahan yang signifikan dalam pola, ukuran, dan keruangan. Ada hubungan yang rumit antara perubahan ini dengan perubahan sosial, ekonomi, politik, dan demografi.

Paper ini ingin mendokumentasikan beberapa perubahan utama yang telah terjadi pada migrasi di Indonesia lebih dari satu dekade yang lalu. Adapun, sumber data yang digunakan adalah sensus 1990 dan data statistik nasional yang lain. paper ini menjelaskan bahwa berdasarkan data yang tersedia, telah terjadi peningkatan migrasi, baik permanen maupun sementara, lebih dari dua dekade yang lalu. Migrasi ini menjadi semakin kompleks denga adanya beberapa tipe migrasi, misalnya peningkatan jumlah mobilitas temporer, migrasi ke dalam dan antarwilayah perkotaan, juga mobilitas interasional, terutama TKI. Selain itu, diketahui pula bahwa migrasi tidak membedakan gender, usia, agama, dan kelas sosial. Lalu, diadakan penelitian tentang beberapa perubahan penting dalam pola spasial dari migrasi, termasuk peningkatan jumlah mobilitas dari daerah pinggiran ke daerah perkotaan serta adanya kecenderungan transmigrasi ke luar Jawa pada tahun 1960 hingga 1980-an yang meningkat.

Penyebab terjadinya perubahan pola, tingkat, dan komposisi migrasi dirumuskan dengan sejumlah teori migrasi. Langkah dari asal mula terjadinya perubahan sosial ekonomi telah menimbulkan kritik di dalam pengaturan migrasi. Pemerintah mengintervensi sektor pasar buruh, faktor jaringan, dan lembaga.

Pertimbangan Data
Adanya beberapa perkiraan migrasi di Indonesia disebabkan oleh data yang terbatas, seperti data analisis. Sumber data yang utama adalah sensus penduduk yang diadakan 10 tahun sekali. Hal tersebut menimbulkan kritik dari pihak lain. Ada beberapa penyebab terbatasnya sumber data, antara lain :
  • Data migrasi di dalam negeri yang diperoleh dari sensus penduduk hanya menjabarkan tentang migrasi yang terjadi antarprovinsi.
  • Data sensus tidak bisa digunakan untuk mendeteksi migrasi yang hanya bersifat sementara.
  • Sejak tempat tinggal asli para migran hanya tercatat di tingkat provinsi, migrasi tidak lagi dapat dikategorikan ke dalam rural-urban, rural-rural, urban-urban, dan urban-rural.
  • Sensus tidak mengambil data para TKI yang bekerja di luar negeri.
Adapun, salah satu usaha yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan tersebut adalah dengan melakukan SUPAS pada 1995, yang menyertakan lebih banyak data tentang migrasi daripada sensus-sensus sebelumnya ataupun survei nasional. Sayangnya, hasil dari SUPAS tersebut belum tersedia dalam paper ini.

Sejak terdapat perubahan kecil hingga tahun 1995 SUPAS mengenai data migrasi nasional di Indonesia, wawasan kita mengenai pola, proses, dan dampak migrasi menjadi semakin luas. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya beberapa studi kasus yang rumit dan juga survei-survei sub-nasional. Studi-studi kasus itu digunakan dalam paper ini untuk menunjukkan gambaran umum dan kecenderungan yang muncul pada migrasi di Indonesia.

Bentuk yang spesifik dalam migrasi yang semakin meningkat adalah adanya peningkatan jumlah TKI yang pergi ke luar negeri maupun tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia. Dan, Departemen Tenaga Kerja lah yang bertugas untuk mencatat pergerakan TKI yang bersifat sementara dan para ekspatriat yang datang ke Indonesia untuk bekerja. Akan tetapi, laporan dari Depnakertrans tersebut hanya menjelaskan tentang registrasi resmi, dan mengabaikan adanya migrasi gelap, yang jumlah sebenarnya lebih besar daripada yang tercatat secara resmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar