Rabu, 09 Oktober 2013

Beberapa Pengertian Tentang Kota

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, kota adalah permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kekotaan. Sedangkan perkotaan adalah satuan kumpulan pusat-pusat permukiman yang berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau Wilayah Nasional sebagai simpul jasa.

Dalam Inmendagri Nomor 34 tahun 1986 tentang Pelaksanaan Permendagri Nomor 7 tahun 1986 tentang Batas-batas Wilayah Kota Di Seluruh Indonesia, ciri-ciri wilayah kota dapat dilihat dari aspek fisik dan aspek sosial ekonomi.

Dilihat dari aspek fisik, maka wilayah kota mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ;

  • Tempat permukiman penduduk yang merupakan satu kesatuan dengan luas, jumlah bangunan, kepadatan bangunan yang relatif lebih tinggi dari pada wilayah skitarnya; 
  • Proporsi bangunan permanen lebih besar di tempat itu dari pada di wilayah-wilayah sekitarnya; 
  • Mempunyai lebih banyak bangunan fasilitas sosial ekonomi (sekolah, poliklinik, pasar, toko, kantor pemerintah dan lain-lain) dari pada wilayah sekitarnya. 


Dilihat dari aspek sosial ekonomi, maka wilayah kota mempunyai ciri-ciri;

  • Mempunyai jumlah penduduk yang relatif besar dari pada wilayah sekitarnya, yang dalam satu kesatuan areal terbangun berjumlah sekurang-kurangnya 20.000 orang di Pulau Jawa, Madura dan Bali atau 10.000 orang di luar pulau-pulau tersebut; 
  • Mempunyai kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggal dari wilayah sekitarnya; 
  • Mempunyai proporsi jumlah penduduk yang bekerja di sektor non-pertanian lebih tinggi dari wilayah sekitarnya; 
  • Merupakan pusat kegiatan ekonomi yang menghubungkan kegiatan pertanian wilayah sekitarnya dan tempat pemasaran atau prosessing bahan baku bagi kegiatan industri.


Kota-kota secara umum dapat dibedakan berdasarkan fungsi kota maupun untuk kepentingan perumusan kebijakan perencanaan struktur. Menurut (Hobbs and Black, dalam Catanese, J.Anthony and Snyder.C,James, 1996: 232) Rencana struktur memusatkan perhatian pada aspek-aspek tertentu dari linkungannya biasanya tata guna lahan, sistem pergerakan utama, dan besaran serta lokasi dari fasilitas-fasilitas penting.

Menurut (Haris dalam Jayadinata, 1999:128-129) mengelompokan kota di Amerika Serikat berdasarkan fungsinya sebagai berikut :

  • Kota Industri M’, dimana 74 % penduduknya bernafkah sebagai pekerja industri, pedagang besar atau eceran; 
  • Kota Industri M, dimana 60 % penduduk bernafkah sebagai pekerja industri, pedagang besar atau eceran; 
  • Kota Pusat Pengeceran, dimana 50 % penduduk bernafkah sebagai pekerja industri, pedagang besar atau eceran; 
  • Kota Perdagangan Besar, dimana sejumlah besar penduduk menjadi pedagang besar; 
  • Kota Perangkutan, dimana lebih dari 11% penduduk bernafkah di bidang perangkutan; 
  • Kota Campuran (diversifikasi), dimana tidak menampakkan suatu fungsi dengan jelas; 
  • Kota Pertambangan, lebih dari 15% penduduk bernafkah di bidang pertambangan; 
  • Kota Universitas, dimana sebagian besar penduduk berkecimpung dalam bidang perguruan tinggi; 
  • Kota Peristirahatan dimana sebagian besar penduduk bekerja dalam bidang jasa tertentu. Seperti rekreasi, perhotelan dsb; 
  • Kota Politik, dimana sebagain besar penduduk bekerja di bidang pemerintahan.


Definisi klasik, (Amos Rapoport mengutip Jorge E. Hardoy dalam Zahnd, 1999:4 -5) dalam merumuskan kota menggunakan 10 (sepuluh) kriteria sebagai berikut :

  • Ukuran dan Jumlah Penduduknya yang besar terhadap massa dan tempat; 
  • Bersifat permanen; 
  • Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat; 
  • Struktur dan tata ruang kota ditunjukan oleh jalur jalan dan ruang perkotaan yang nyata; 
  • Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja; 
  • Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, yang meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administrasi atau pemerintah, sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan yang sama; 
  • Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hierarkis pada masyarakat; 
  • Pusat Ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di tepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas; 
  • Pusat Pelayanan (service) bagi daerah-daerah lingkungan setempat; 
  • Pusat Penyebaran, memiliki suatu falsafah hidup perkotaan pada massa dan tempat itu.
Sementara itu definisi modern (Amor Rapoport dalam Zahnd, 1995:5) merumuskan definisi baru yang dapat diterapkan pada daerah permukiman kota dimana saja yaitu, sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi morfologis tertentu, atau bahkan kumpulan ciri-cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hirarkhi-hirarkhi tertentu.

Sumber:
Tesis Erizal, Evaluasi Kinerja Ruas Jalan Arteri Primer, studi kasus Ruas Jalan Sudirman Kota Bekasi (Program Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro Tahun 2003)