Sejarah Gunung Rowo dimulai ketika Laksamana Cheng Ho mengunjungi Sunan Muria. Kemudian, ketika melihat objek wisata yang saat ini dinamakan Gunung Rowo, mereka berdua memiliki pendapat yang berbeda. Sunan Muria menganggapnya sebagai “gunung”, sedangkan Laksamana Cheng Ho berpikir bahwa tempat tersebut berupa “rawa”. Oleh karena itu, untuk menengahi perselisihan tersebut, tempat tersebut dinamakan Gunung Rowo yang merupakan gabungan dari kata gunung dan rawa.
Itulah mitos yang saya dengar dari ibu saya. Tentang kebenaran cerita tersebut pun saya tidak yakin. Apakah seorang laksamana yang begitu terkenal dan dipuja mau menjalin hubungan dengan Sunan Muria? Apakah Laksamana Cheng Ho dan Sunan Muria hidup di zaman yang sama? Percaya atau tidak, hal itu tergantung dari diri kita sendiri. Mitos merupakan cerita dari mulut ke mulut yang tidak diketahui kebenarannya. Oleh karena ceritanya beredar dari mulut ke mulut, maka pengarangnya pun anonim alias tidak diketahui.
Gunung Rowo merupakan salah satu objek wisata alam di Kabupaten Pati yang patut mendapatkan perhatian, selain Goa Pancur, air terjun, dan lain sebagainya. Gunung Rowo terletak di Desa Sitiluhur, Kecamatan Gembong (dekat dengan SDN Sitiluhur), kurang lebih sekitar 15 kilometer dari pusat kota melewati Desa Tamansari, Purwasari, Guwo. Jarak yang cukup jauh apabila ditempuh dengan menggunakan sepeda motor.
Untuk sampai ke Gunung Rowo, maka terlebih dahulu kita melalui kawasan permukiman padat penduduk, kemudian ada pula kawasan perkebunan yang terbentang luas (ketela, tebu, pohon randu, buah-buahan, dan hasil alam lainnya) serta hutan jati yang meranggas di musim kemarau, sehingga apabila malam telah tiba, keadaan hutan tersebut gelap gulita. Kata ibu, di balik hutan yang jati, ada perkampungan penduduk. Hebat kan?
Aksesibilitas ke Gunung Rowo cukup mudah dicapai, dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor, mobil, truk – seperti mau Pramuka, naik truk terbuka. Lebar jalannya kira-kira 3 meter, dengan kondisi jalan yang telah beraspal (walaupun jalannya tidak bisa sebagus di pusat kota). jalan tersebut hanya cukup dilewati oleh satu truk. Untuk mendahului dari kanan pun susah, padahal menggunakan sepeda motor. Truk tersebut pada umumnya mengangkat hasil bumi Tlogowungu untuk didistribusikan kepada konsumen. Oleh karena itu, dengan adanya pelebaran jalan – salah satu usaha yang patut diupayakan, diharapkan aliran barang maupun jasa dapat berjalan dengan lebih lancar.
Signate telah tersedia di pinggir jalan menuju objek wisata Gunung Rowo, sehingga pengunjung tidak akan tersesat, selain dikarenakan hanya ada satu jalan utama menuju ke objek wisata tersebut. Kemudian, ketika telah hampir sampai di depan pintu masuk, kita ditarik biaya retribusi dengan harga yang terjangkau oleh semua kalangan. Tidak perlu khawatir, kocek tidak akan terkuras di tempat ini. Retribusi tersebut digunakan untuk disetor ke kas pemerintah daerah, sedangkan sisanya digunakan untuk merawat dan menjaga kebersihan objek wisata.
Objek wisata yang lebih terkenal dibandingkan dengan Waduk Seloromo ini sangat mengesankan. Mata kita dimanjakan oleh suasana pedesaan yang masih alami yang dikelilingi oleh perbukitan. Namun, ada satu hal yang cukup mengganggu saya, yaitu banyaknya sampah yang terbawa air hingga ke tepi waduk, sehingga mengotori tempat tersebut.
Pada saat hari aktif, kondisi Gunung Rowo relatif sepi. Namun, ketika hari libur atau hari libur sekolah tiba, objek wisata tersebut lumayan ramai dikunjungi, terutama anak-anak bersama keluarga mereka. Fasilitas yang ditawarkan pun cukup lengkap, meliputi deretan warung makan sederhana, bangku-bangku semen yang dapat digunakan untuk memandang Gunung Rowo, lalu ada pula tukang sol sepatu yang kelihatannya cukup laris. Selain itu, juga terdapat pos pemantau yang dapat digunakan untuk melihat Gunung Rowo dari atas. Ada pula menara pengawas air yang berfungsi untuk melihat ketinggian air waduk. Hal ini menandakan bahwa telah terdapat penanganan yang relatif baik terhadap objek wisata Gunung Rowo apabila dibandungkan dengan Waduk Seloromo.
Setelah melewati jembatan untuk menuju Gunung Rowo, ada dua buah jalan yang bercabang, yaitu jalan menuju pos pemantau serta jalan menuju menara pengawas ketinggian air.
Ada beberapa kendala yang terkait dengan objek wisata Gunung Rowo, misalnya kebersihan. Pos pemantau kurang terawat, ditandai dengan banyaknya coretan-coretan tipeX di bagian kayunya. Hal ini menandakan kurangnya kesadaran pengunjung untuk ikut menjaga, merawat, dan melestarikan Gunung Rowo. Selain itu, ada beberapa masalah lain, meliputi:
Kondisi Gunung Rowo yang tergolong panas, padahal saya merasa sudah terdapat lebih dari cukup pohon yang dapat digunakan untuk mengurangi suhu udara.
Terdapat beberapa ayunan yang telah berkarat dan ada ayunan yang tinggal kerangkanya saja.
Baik dar bangku pengunjung maupun pos pemantau, keduanya sama-sama tidak dapat digunakan untuk melihat pemandangan Gunung Rowo secara utuh, karena terhalang oleh rimbunnya pepohonan – dan hal ini merupakan dilema. Untuk melihat pemandangan Gunung Rowo, dapat dilihat dari posisi jembatan yang menghubungkan area wisata Gunung Rowo dengan kawasan permukiman penduduk.
Jalan menuju permukiman penduduk dengan area wisata Gunung Rowo masih menjadi satu, sehingga retribusi tidak dapat ditarik secara maksmal. Petugas penarik retribusi harus jeli melihat mana penduduk yang bertempat tinggal di dekat Gunung Rowo dan mana yang termasuk pengunjung.
Kurangnya promosi yang ditawarkan oleh Pemerintah Kabupaten Pati sebagai pengelola aset wisata Gunung Rowo. Patut disadari bahwa Kabupaten Pati bukanlah kabupaten yang menggantungkan pendapatannya dari sektor pariwisata. Walaupun demikian, sektor tersebut penting untuk dikembangkan, selain untuk menambah pendapatan daerah, juga untuk lebih memperkenalkan Kabupaten Pati di mata nasional. Bahkan, apabila memungkinkan, dapat pula dibuat paket-paket wisata yang harganya terjangkau oleh semua pihak.
Itulah mitos yang saya dengar dari ibu saya. Tentang kebenaran cerita tersebut pun saya tidak yakin. Apakah seorang laksamana yang begitu terkenal dan dipuja mau menjalin hubungan dengan Sunan Muria? Apakah Laksamana Cheng Ho dan Sunan Muria hidup di zaman yang sama? Percaya atau tidak, hal itu tergantung dari diri kita sendiri. Mitos merupakan cerita dari mulut ke mulut yang tidak diketahui kebenarannya. Oleh karena ceritanya beredar dari mulut ke mulut, maka pengarangnya pun anonim alias tidak diketahui.
Gunung Rowo merupakan salah satu objek wisata alam di Kabupaten Pati yang patut mendapatkan perhatian, selain Goa Pancur, air terjun, dan lain sebagainya. Gunung Rowo terletak di Desa Sitiluhur, Kecamatan Gembong (dekat dengan SDN Sitiluhur), kurang lebih sekitar 15 kilometer dari pusat kota melewati Desa Tamansari, Purwasari, Guwo. Jarak yang cukup jauh apabila ditempuh dengan menggunakan sepeda motor.
Gambar 1.1
Gunung Rowo
Gunung Rowo
Gambar 1.2
Gunung Rowo Dilihat dari Pos Pemantau
Gunung Rowo Dilihat dari Pos Pemantau
Gambar 1.3
Gunung Rowo Untuk Para Penggembala Sapi
Gunung Rowo Untuk Para Penggembala Sapi
Untuk sampai ke Gunung Rowo, maka terlebih dahulu kita melalui kawasan permukiman padat penduduk, kemudian ada pula kawasan perkebunan yang terbentang luas (ketela, tebu, pohon randu, buah-buahan, dan hasil alam lainnya) serta hutan jati yang meranggas di musim kemarau, sehingga apabila malam telah tiba, keadaan hutan tersebut gelap gulita. Kata ibu, di balik hutan yang jati, ada perkampungan penduduk. Hebat kan?
Aksesibilitas ke Gunung Rowo cukup mudah dicapai, dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor, mobil, truk – seperti mau Pramuka, naik truk terbuka. Lebar jalannya kira-kira 3 meter, dengan kondisi jalan yang telah beraspal (walaupun jalannya tidak bisa sebagus di pusat kota). jalan tersebut hanya cukup dilewati oleh satu truk. Untuk mendahului dari kanan pun susah, padahal menggunakan sepeda motor. Truk tersebut pada umumnya mengangkat hasil bumi Tlogowungu untuk didistribusikan kepada konsumen. Oleh karena itu, dengan adanya pelebaran jalan – salah satu usaha yang patut diupayakan, diharapkan aliran barang maupun jasa dapat berjalan dengan lebih lancar.
Signate telah tersedia di pinggir jalan menuju objek wisata Gunung Rowo, sehingga pengunjung tidak akan tersesat, selain dikarenakan hanya ada satu jalan utama menuju ke objek wisata tersebut. Kemudian, ketika telah hampir sampai di depan pintu masuk, kita ditarik biaya retribusi dengan harga yang terjangkau oleh semua kalangan. Tidak perlu khawatir, kocek tidak akan terkuras di tempat ini. Retribusi tersebut digunakan untuk disetor ke kas pemerintah daerah, sedangkan sisanya digunakan untuk merawat dan menjaga kebersihan objek wisata.
Objek wisata yang lebih terkenal dibandingkan dengan Waduk Seloromo ini sangat mengesankan. Mata kita dimanjakan oleh suasana pedesaan yang masih alami yang dikelilingi oleh perbukitan. Namun, ada satu hal yang cukup mengganggu saya, yaitu banyaknya sampah yang terbawa air hingga ke tepi waduk, sehingga mengotori tempat tersebut.
Gambar 1.4
Sampah yang Terbawa ke Tepi Gunung Rowo
Sampah yang Terbawa ke Tepi Gunung Rowo
Pada saat hari aktif, kondisi Gunung Rowo relatif sepi. Namun, ketika hari libur atau hari libur sekolah tiba, objek wisata tersebut lumayan ramai dikunjungi, terutama anak-anak bersama keluarga mereka. Fasilitas yang ditawarkan pun cukup lengkap, meliputi deretan warung makan sederhana, bangku-bangku semen yang dapat digunakan untuk memandang Gunung Rowo, lalu ada pula tukang sol sepatu yang kelihatannya cukup laris. Selain itu, juga terdapat pos pemantau yang dapat digunakan untuk melihat Gunung Rowo dari atas. Ada pula menara pengawas air yang berfungsi untuk melihat ketinggian air waduk. Hal ini menandakan bahwa telah terdapat penanganan yang relatif baik terhadap objek wisata Gunung Rowo apabila dibandungkan dengan Waduk Seloromo.
Gambar 1.6
Bangku Semen Tempat Bersantai bagi Pengunjung Gunung Rowo
Bangku Semen Tempat Bersantai bagi Pengunjung Gunung Rowo
Gambar 1.7
Pos Pemantau Objek Wisata Gunung Rowo
Pos Pemantau Objek Wisata Gunung Rowo
Gambar 1.8
Menara Pengawas Ketinggian Air
Menara Pengawas Ketinggian Air
Gambar 1.9
Tempat Duduk Pengunjung Gunung Rowo
Tempat Duduk Pengunjung Gunung Rowo
Gambar 1.10
Tempat Singgah Pengunjung Gunung Rowo
Tempat Singgah Pengunjung Gunung Rowo
Setelah melewati jembatan untuk menuju Gunung Rowo, ada dua buah jalan yang bercabang, yaitu jalan menuju pos pemantau serta jalan menuju menara pengawas ketinggian air.
Gambar 1.11
Jembatan Penghubung Gunung Rowo dengan Permukiman Penduduk
Jembatan Penghubung Gunung Rowo dengan Permukiman Penduduk
Ada beberapa kendala yang terkait dengan objek wisata Gunung Rowo, misalnya kebersihan. Pos pemantau kurang terawat, ditandai dengan banyaknya coretan-coretan tipeX di bagian kayunya. Hal ini menandakan kurangnya kesadaran pengunjung untuk ikut menjaga, merawat, dan melestarikan Gunung Rowo. Selain itu, ada beberapa masalah lain, meliputi:
Kondisi Gunung Rowo yang tergolong panas, padahal saya merasa sudah terdapat lebih dari cukup pohon yang dapat digunakan untuk mengurangi suhu udara.
Terdapat beberapa ayunan yang telah berkarat dan ada ayunan yang tinggal kerangkanya saja.
Baik dar bangku pengunjung maupun pos pemantau, keduanya sama-sama tidak dapat digunakan untuk melihat pemandangan Gunung Rowo secara utuh, karena terhalang oleh rimbunnya pepohonan – dan hal ini merupakan dilema. Untuk melihat pemandangan Gunung Rowo, dapat dilihat dari posisi jembatan yang menghubungkan area wisata Gunung Rowo dengan kawasan permukiman penduduk.
Jalan menuju permukiman penduduk dengan area wisata Gunung Rowo masih menjadi satu, sehingga retribusi tidak dapat ditarik secara maksmal. Petugas penarik retribusi harus jeli melihat mana penduduk yang bertempat tinggal di dekat Gunung Rowo dan mana yang termasuk pengunjung.
Gambar 1.12
Tangga di Objek Wisata Gunung Rowo Menuju Permukiman Penduduk
Tangga di Objek Wisata Gunung Rowo Menuju Permukiman Penduduk
Kurangnya promosi yang ditawarkan oleh Pemerintah Kabupaten Pati sebagai pengelola aset wisata Gunung Rowo. Patut disadari bahwa Kabupaten Pati bukanlah kabupaten yang menggantungkan pendapatannya dari sektor pariwisata. Walaupun demikian, sektor tersebut penting untuk dikembangkan, selain untuk menambah pendapatan daerah, juga untuk lebih memperkenalkan Kabupaten Pati di mata nasional. Bahkan, apabila memungkinkan, dapat pula dibuat paket-paket wisata yang harganya terjangkau oleh semua pihak.