Sebagai seorang Gubernur Gorontalo yang pertama, Fadel Muhammad memiliki tiga sasaran utama dalam mengembangkan provinsi Gorontalo. Pertama, mengatasi adanya kekurangan infrastruktur di Gorontalo. Kedua, menyediakan berbagai sarana pengangkutan hasil pertanian yang memadai, sehingga komoditas tersebut dapat sampai ke pusat pasar dalam waktu yang cukup singkat dan tidak lama tertunda di daerah produksi. Ketiga, mengakhiri ketergantungan Gorontalo terhadap Sulawesi Utara dalam hal penyediaan jasa transportasi udara.
Selain itu, Fadel juga memberi perhatian yang besar pada sektor agrikultur sebagai basis untuk mengembangkan ekonomi lokal. Beliau berambisi untuk mengubah Gorontalo menjadi provinsi agropolitan, karena terdapat fakta yang memperlihatkan bahwa provinsi tersebut mempunyai banyak lahan pertanian yang cocok untuk ditanami, dan sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani, dengan sumber daya manusia di sektor ekonomi lain yang masih sangat terbatas.
Kebijakan Fadel lebih terfokus pada pembangunan sumber daya manusia, peningkatan sektor pendidikan, dan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Beliau juga memberikan pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis pada penduduk miskin. Fadel memahami bahwa adanya pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan akan dapat mengubah Gorontalo menjadi sebuah provinsi argropolitan yang berbasis pada produksi jagung dan sektor perikanan.
Di samping memiliki APBD yang besar, Gorontalo juga mempunyai pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, yaitu 7.06% pada 2006, dan merupakan nilai yang tertinggi di Indonesia. Hasil perikanan melonjak naik dari 19,000 ton pada 2001 menjadi 43,000 ton pada 2006, sehingga menyebabkan pendapatan petani meningkat lebih dari tiga kali lipat. Hal tersebut dipengaruhi oleh kesediaan pemerintah daerah untuk mengucurkan modal dan mendanai pembangunan berbagai fasilitas yang menunjang aktivitas para nelayan.
Pada sektor pertanian, Fadel berambisi untuk mengembangkan teknologi baru untuk menaikkan hasil dan kualitas komoditas pertanian. Beliau menggerakkan petani, bupati, camat, dan kepala desa untuk membantu para petani. Bahkan, mereka diajak ke Jawa dan Thailand untuk belajar bagaiamana memproduksi hasil pertanian dengan baik.
Dahulu, hasil produksi jagung selalu berkisar antara 2 hingga 3 ton per hektar. Dengan adanya pengenalan bibit jagung berkualitas dari Makassar, maka hasilnya meningkat menjadi dua kali lipat mencapai 4 sampai 5 ton per hektar. Selain itu, produksi jagung dapat ditingkatkan lagi dengan menyilangkan bibit unggul dari Makassar tersebut dengan bibit lokal. Dan, pada tahun lalu, pemerintah daerah memperkenalkan penggunaan nutrisi baru yang mendorong hasil panen jagung menjadi 10.9 ton per hektar tanpa menggunakan pupuk. Produksi jagung naik sebesar 400% dari empat tahun yang lalu. Hal ini, menyebabkan terjadinya peningkatan kesejahteraan para petani jagung.
Fadel pun selalu aktif memantau perkembangan pasar luar negeri. Pada tahun lalu, pemerintah menandatangani MoU dengan Jepang dan Korea Selatan dalam ekspor produk Gorontalo. Fadel juga menyediakan Gorontalo Internasional Maize Indonesia Center (GIMIC), suatu lembaga yang berfungsi untuk mengembangkan teknologi dan informasi mengenai jagung. Beliau berharap bahwa suatu saat orang-orang dari berbagai belahan dunia lain akan belajar tentang jagung di Gorontalo.
Sektor lain yang akan dikembangkan oleh Gorontalo di masa depan adalah pembuatan biodiesel. Pada bulan Febuari lalu, pemerintah menandatangi MoU dengan Singapura untuk mengembangkan tanaman manufaktur, jathropa untuk biofuel di daerah Bone Bolango dengan total investasi yag mencapai 1.7 trilyun.
Fadel memang telah berhasil dalam mengembangkan Gorontalo menjadi salah satu provinsi baru yang diakui oleh masyarakat Indonesia. Namun, hal tersebut tidaklah menandakan bahwa tidak ada masalah dalam tubuh provinsi tersebut. Beliau berpendapat bahwa Otonomi Daerah tidak membawa perubahan apapun dan pemerintah pusat masih memegang kekuasaan yang besar. Selain itu, juga terdapat ketidakcocokan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam kekuatan politik. Misalnya, Fadel harus meminta persetujuan dari pemerintah pusat, sebelum dapat menggunakan pelabuhan di provinsi lain untuk mengekspor jagung. Bahkan, pupun dan benih pun harus didatangkan dari Jakarta yang cenderung menggunakan sebuah sistem yang dianggap sesuai dengan pendekatan pengelolaan semua provinsi di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, tidak jarang beliau menjadi pro-aktif dan menggunakan koneksi untuk meluluskan programnya.
Pada saat ini, Fadel sedang mengundang investasi yang masuk untuk meningkatkan berbagai infrastruktur di daerahnya dengan cara membuang peraturan-peraturan yang dirasa tidak ramah pada bisnis tersebut. Beliau menambahkan bahwa diperlukan banyak pengusaha pada kedua sektor tersebut, karena mereka merupakan tulang punggung dalam perekonomian nasional. Apabila pemerintah melakukan hal tersebut, Indonesia akan memulai pertumbuhan dalam dua tahun.
Selain itu, Fadel juga memberi perhatian yang besar pada sektor agrikultur sebagai basis untuk mengembangkan ekonomi lokal. Beliau berambisi untuk mengubah Gorontalo menjadi provinsi agropolitan, karena terdapat fakta yang memperlihatkan bahwa provinsi tersebut mempunyai banyak lahan pertanian yang cocok untuk ditanami, dan sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani, dengan sumber daya manusia di sektor ekonomi lain yang masih sangat terbatas.
Kebijakan Fadel lebih terfokus pada pembangunan sumber daya manusia, peningkatan sektor pendidikan, dan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Beliau juga memberikan pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis pada penduduk miskin. Fadel memahami bahwa adanya pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan akan dapat mengubah Gorontalo menjadi sebuah provinsi argropolitan yang berbasis pada produksi jagung dan sektor perikanan.
Di samping memiliki APBD yang besar, Gorontalo juga mempunyai pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, yaitu 7.06% pada 2006, dan merupakan nilai yang tertinggi di Indonesia. Hasil perikanan melonjak naik dari 19,000 ton pada 2001 menjadi 43,000 ton pada 2006, sehingga menyebabkan pendapatan petani meningkat lebih dari tiga kali lipat. Hal tersebut dipengaruhi oleh kesediaan pemerintah daerah untuk mengucurkan modal dan mendanai pembangunan berbagai fasilitas yang menunjang aktivitas para nelayan.
Pada sektor pertanian, Fadel berambisi untuk mengembangkan teknologi baru untuk menaikkan hasil dan kualitas komoditas pertanian. Beliau menggerakkan petani, bupati, camat, dan kepala desa untuk membantu para petani. Bahkan, mereka diajak ke Jawa dan Thailand untuk belajar bagaiamana memproduksi hasil pertanian dengan baik.
Dahulu, hasil produksi jagung selalu berkisar antara 2 hingga 3 ton per hektar. Dengan adanya pengenalan bibit jagung berkualitas dari Makassar, maka hasilnya meningkat menjadi dua kali lipat mencapai 4 sampai 5 ton per hektar. Selain itu, produksi jagung dapat ditingkatkan lagi dengan menyilangkan bibit unggul dari Makassar tersebut dengan bibit lokal. Dan, pada tahun lalu, pemerintah daerah memperkenalkan penggunaan nutrisi baru yang mendorong hasil panen jagung menjadi 10.9 ton per hektar tanpa menggunakan pupuk. Produksi jagung naik sebesar 400% dari empat tahun yang lalu. Hal ini, menyebabkan terjadinya peningkatan kesejahteraan para petani jagung.
Fadel pun selalu aktif memantau perkembangan pasar luar negeri. Pada tahun lalu, pemerintah menandatangani MoU dengan Jepang dan Korea Selatan dalam ekspor produk Gorontalo. Fadel juga menyediakan Gorontalo Internasional Maize Indonesia Center (GIMIC), suatu lembaga yang berfungsi untuk mengembangkan teknologi dan informasi mengenai jagung. Beliau berharap bahwa suatu saat orang-orang dari berbagai belahan dunia lain akan belajar tentang jagung di Gorontalo.
Sektor lain yang akan dikembangkan oleh Gorontalo di masa depan adalah pembuatan biodiesel. Pada bulan Febuari lalu, pemerintah menandatangi MoU dengan Singapura untuk mengembangkan tanaman manufaktur, jathropa untuk biofuel di daerah Bone Bolango dengan total investasi yag mencapai 1.7 trilyun.
Fadel memang telah berhasil dalam mengembangkan Gorontalo menjadi salah satu provinsi baru yang diakui oleh masyarakat Indonesia. Namun, hal tersebut tidaklah menandakan bahwa tidak ada masalah dalam tubuh provinsi tersebut. Beliau berpendapat bahwa Otonomi Daerah tidak membawa perubahan apapun dan pemerintah pusat masih memegang kekuasaan yang besar. Selain itu, juga terdapat ketidakcocokan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam kekuatan politik. Misalnya, Fadel harus meminta persetujuan dari pemerintah pusat, sebelum dapat menggunakan pelabuhan di provinsi lain untuk mengekspor jagung. Bahkan, pupun dan benih pun harus didatangkan dari Jakarta yang cenderung menggunakan sebuah sistem yang dianggap sesuai dengan pendekatan pengelolaan semua provinsi di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, tidak jarang beliau menjadi pro-aktif dan menggunakan koneksi untuk meluluskan programnya.
Pada saat ini, Fadel sedang mengundang investasi yang masuk untuk meningkatkan berbagai infrastruktur di daerahnya dengan cara membuang peraturan-peraturan yang dirasa tidak ramah pada bisnis tersebut. Beliau menambahkan bahwa diperlukan banyak pengusaha pada kedua sektor tersebut, karena mereka merupakan tulang punggung dalam perekonomian nasional. Apabila pemerintah melakukan hal tersebut, Indonesia akan memulai pertumbuhan dalam dua tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar