Barangkali yang sering muncul di benak pengunjung website ini (netter) adalah sebuah pertanyaan: Mengapa website ini selalu tidak beres, informasi-informasi yang ada di dalamnya tidak up todate, kurang nyaman dinikmati, dll. Selaku pengelola kami tidak akan menampik realitas-realitas tersebut. Beberapa pengunjung sempat mengajukan protes: alokasi dana pengelolaan website ini 'katanya' cukup besar, tapi mengapa tidak seperti website-website pemerintah kabupaten/kota yang lain? Tentunya perlu dipahami bersama apa sebenarnya permasalahan yang ada dibalik itu semua?
Permasalahan pengelolaan website sudah muncul sejak pertama kali website dibangun tahun 2004. Memang dana yang digunakan untuk membangun website perdana cukup besar, namun saat itu belum terfikirkan bagaimana mengelola dan melakukan pemeliharaan untuk waktu-waktu yang akan datang. Permasalahan langsung muncul begitu website dialihkelolakan ke Pemda yang dalam hal ini diserahkan kepada Bappeda selaku pengelola.
Begitu membaca paragraf di atas, saya langsung menemukan kesan seolah-olah penulis menyalahkan Bappeda yang tidak becus mengelola website Kabupaten Pati. Apa benar?
Meski saat itu website sudah dibangun dengan basis Content Management System (CMS) namun sudah tidak sempurna sejak diserahkan (masih terlalu banyak bug). Bug ini tidak bisa ditemukan di awal karena memang tidak ada satupun yang bisa melakukan verifikasi bahwa program tersebut sudah bebas masalah. Beberapa pelatihan yang sudah diberikan tidak mampu menunjukkan bahwa bug tersebut memang telah ada sejak awal.
Permasalahan tidak hanya terletak pada sistemnya. Permasalahan sumberdaya juga menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Sumberdaya ini menyangkut sumberdaya manusia dan sumber pendanaan. Permasalahan sumberdaya manusia baik untuk website induk (yang dikelola Bappeda) dan website dinas (subdomain) adalah tidak adanya orang khusus yang menangani masalah pengelolaan (updating data, penyelesaian bug, dll.). Tentunya hal ini sangat mempengaruhi 'kinerja' dari website sendiri karena pada akhirnya tanggung jawab pengelolaan diserahkan pada orang-orang di masing-masing dinas yang dipandang cukup mampu dari sisi teknik. Meski orang yang diberi tanggung jawab cukup mampu, akan tetapi seringkali permasalahan kendala waktu (karena orang tersebut juga punya tanggung jawab pekerjaan yang lebih utama) menjadi penghambat yang luar biasa.
Kali ini penulis menyalahkan sumber saya manusia yang tidak mampu mengurus website. Memang, sudah menjadi rahasia umum bahwa pihak-pihak yang memiliki wewenang besar (kepala dinas terkait, misalnya) tidak mempunyai keterampilan khusus dan tidaklah ahli di dalam bidangnya. Posisi yang diduduki tersebut merupakan hasil sogok menyogok atau karena dia adalah kerabat dekat dari Bupati Pati. Kalau keadaannya terus begini, maka saya menduga bahwa Kabupaten Pati tidak akan mengalami kemajuan dalam segala bidang kehidupan.
Di Pati, seseorang lebih banyak dihargai bukan karena kepandaiannya, tetapi lebih kepada seberapa besar uang yang disetorkannya kepada Bupati. Untuk menjadi seorang pegawai negeri, susahnya minta ampun. Tidak tanggung-tanggung, kita pun disuruh untuk membayar 70 juta apabila ingin lewat jalur belakang. Karena, jika melalui jalur tes biasa, kemungkinan untuk diterima sebagai pegawai negeri sangat susah sekali. Perbandingannya mungkin dapat mencapai 1: 1000000. Edan tenan!
Lalu, bagaimana mungkin Pati memiliki output sumber daya manusia yang canggih, terampil, dan cekatan apabila inputnya saja sudah tidak bagus sejak awal. Sebenarnya, kemampuan para pegawai tersebut dapat ditingkatkan melalui berbagai pelatihan yang intensif. Itupun bagi yang tertarik – pada umumnya, orang yang telah berusia lanjut sangat malas untuk mempelajari sesuatu yang baru. Maka, diperlukan tenaga muda yang masih mencintai Kabupaten Pati dan tidak hanya berorientasi pada faktor finansial semata, dan tidak berpikir “bagaimana sih agar cepat menjadi kaya?”
Juga seperti yang dikatakan sang penulis, banyak orang yang mampu menjalankan website, tetapi justru tidak peduli dan lebih mementingkan urusan pribadinya masing-masing – saya sedikitnya salut pada penulis artikel ini, karena beliau masih memiliki rasa “memiliki” pada website http://www.pati.go.id/ ini. Apabila, suatu saat nanti saya bisa menjadi salah satu pegawai negeri di Bappeda Pati (itu impian saya, dan semoga menjadi kenyataan), Insyaallah saya pasti akan mengembangkan website ini, agar tidak kalah dengan website kabupaten lain. Saya sangat mencintai Pati, dan saya tidak ingin dipermalukan karena website-nya tidak pernah update, jelek, tidak berkembang, dan sebagainya.
Dosen saya di Jurusan PWK Undip, Bu Nurini, selalu menekankan pada mahasiswanya, termasuk saya, agar selalu berbagi ilmu dengan orang lain. Beliau berulang-ulang mengatakan bahwa ada tiga amalan yang tidak terputus, walaupun ajal telah menjemput kita. Dan, salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. Melalui website dan blog, kita dapat membagikan pengetahuan kita yang terbatas ini kepada orang lain, dan saya sungguh bahagia melakukannya. Ditambah lagi apabila ada komentar bahwa website/blog yang kita buat isinya bagus. Hal tersebut membuat saya semakin bersemangat untuk tetap mengupdate website/blog tersebut.
Sumber daya pendanaan juga menjadi akar permasalahan. Tidak ada satupun dinas yang telah menganggarkan dana untuk pengelolaan websitenya, bahkan termasuk untuk website induk sendiri (untuk website induk saat itu baru dialokasikan dana perbaikan/perawatan website yang bersifat insidentil, dan belum jangka panjang). Akhirnya biaya-biaya yang harus keluar untuk perawatan website (lembur, biaya akses internet, dll.) tidak bisa dilaksanakan. Walhasil website pun berjalan dengan 'sangat' apa adanya, tergantung dari kesempatan dan waktu yang di 'amanahi' tanggung jawab yang juga punya tanggung jawab utama kegiatan 'seabreg' lainnya. Dua permasalahan ini masih menjadi kendala yang cukup berat sampai saat ini. Berbagai strategi perawatan telah mencoba diupayakan, akan tetapi semuanya kembali terbentur pada dua permasalahan tersebut. Harapan kita ke depannya hal tersebut bisa disikapi dengan bijaksana.
Lagi-lagi penulis menyalahkan banyak faktor yang menyebabkan ketidakberesan website Kabupaten Pati. Pernah tidak pembaca mendengar kalimat, orang yang sudah terdesak mesti akan membela diri dengan berbagai alasan yang dapat membuatnya menjadi merasa oaling benar. Walaupun untuk itu, dia harus menimpakan kesalahan kepada orang lain.
Dari awal hingga akhir membaca artikel ini, saya merasakan aura tulisan yang selalu negatif, pesimis, tidak percaya diri. Seakan, penulis tidaklah mampu untuk melangkah maju sedikitpun. Seakan, penulis menganggap bahwa website Kabupaten Pati selamanya akan terpuruk di dasar jurang. Seandainya, sedikit saja ada pihak yang peduli, maka tidaklah mustahil apabila website ini akan bangkit. Seandainya saja saya memiliki akses untuk ikut meng-update website Kabupaten Pati, alangkah bahagianya saya. Walaupun sepele, tetapi setidaknya saya ikut memiliki kontribusi di dalam mengembangkan kota saya tercinta. Ah, seandainya …
Untuk Bapak/Ibu penulis, mengapa Anda tidak mencoba untuk memulainya dari diri sendiri? Walaupun sulit, saya yakin Anda akan mampu mengatasi semua rintangan ini. Amin.
O ya, satu lagi. Untuk apa mengadakan voting apabila wajah website kabupaten ini tidak berubah?
Sumber: http://www.pati.go.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar