Jumat, 24 April 2009

Status

Aku mempunyai seorang teman di dunia maya. Kami berkenalan lewat chatting di mig33. Namanya Agung. Setelah beberapa saat saling menyapa, kami pun bertukar nomor handphone. Dan, sejak saat itu, dia sering mengirim sms padaku, sekalipun isi sms itu hanya bermaksud untuk say hello saja. Kemudian, aku pun tahu, setelah lulus dari SMA, dia tidak meneruskan ke bangku kuliah, tetapi langsung bekerja di salah satu restoran di Kota Pati.

Bagiku sih tidak apa-apa. Bukankah dalam berteman kita tidak boleh memilih-milih, asalkan dia tidak membawa dampak buruk bagi kita? Semula, dia pun baik padaku. Smsnya ga pernah ketus, dan malah biasanya isi smsnya menggelitik. Namun, kemarin malam … ketika aku sms dia dan mengatakan bahwa aku pengen maen ke tempat kerjanya, serta merta dia menjawab,” gak usah! Ketemu lewat kupdar ja.” Kupdar adalah singkatan dari ‘kopi darat’ alias ketemuan bareng anak-anak mig33 yang lain. akan tetapi, apabila menunggu kupdar, aku bisa sampai lumutan entar saking lamanya. Hal itu membuatku sadar bahwa memang sedang terjadi apa-apa dengan dirinya.

Mengapa harus ada ‘status’ di dunia? Hanya gara-gara aku meneruskan kuliah dan dia langsung bekerja, Agung tidak mau bertemu denganku. Status yang membedakan antara orang kaya, orang kelas menengah, orang miskin. Orang kaya yang sering menganggap bahwa orang miskin sebagai sampah masyarakat, bodoh, sarang kejahatan. Orang miskin yang menganggap bahwa orang kaya sebagai golongan yang angkuh, sombong, cuek pada lingkungan sekitar. Apa Agung merasa ‘tidak setara’ denganku? Padahal, aku tidak merasakan apa-apa yang membuatnya ‘tidak setara’.

Ya, status memang membuat seseorang tidak bisa merasa nyaman dengan dirinya. Aku mempunyai seorang teman sekelas bernama Wily. Orangnya jutek, pemarah, bad mood (walaupun kata teman-teman sebenarnya dia baik, tetapi aku masih tidak nyadar dimana letak kebaikannya), pokoknya aku ga pernah merasa nyaman apabila sedang bersama dengan dirinya, misalnya mengerjakan tugas kelompok. Dia suka menyakiti teman ceweknya, termasuk aku. Bahkan, ada pula yang menangis gara-gara dirinya. Novo yang orangnya kuat pun juga merasa jengkel, malah sudah sampai ke ubun-ubun.

Namun, heran! Wily ga pernah marah dengan temanku yang bernama Hel. Ya, menurut pendapatku sih, karena dia anaknya tajir. Perbedaan perlakuan itu tentu saja membuatku heran dengan hati yang sedikit sakit. Lha, berarti dia membeda-bedakan temennya. Oleh karena aku tidak kaya seperti Hel, Wily boleh berbuat sewenang-wenang padaku. Semua itu memang kembali pada status. Semakin kaya seseorang, maka semakin dihormati pula dia.

Untunglah ada Hel. Coba kalau tidak, apa yang terjadi pada diriku. Pasti kena damprat, deh! Dikatain tidak becus ngerjain tugas, ga bisa ngelakuin hal yang sepele (walaupun bagiku ga sepele!), de el el, yang bisa membuatku terkena serangan jantung dalam sepersekian detik.

Mengapa sifat Wily begitu temperamental? Mengapa dia ga bisa bersikap manis, seperti Yogo? Terutama pada cewek?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar