Pati merupakan sebuah kota kecil tidak terkenal di tepi Laut Jawa, yang beruntung karena dilewati oleh jalur pantura. Namun, belakangan ini Pati jadi terkenal, lho. Terkenal karena kejelekannya di mata publik. Yah, liat aja contohnya, mulai dari pemerkosaan yang dilakukan seorang polisi hingga masuk berita di TV One, seorang ulama tenar yang menyodomi murid-muridnya, ada geng Nero, puluhan tempat karaoke, de el el. Sebenarnya, sebel juga sih mempunyai kabupaten yang tidak bener perilakunya. Kok lama-lama jadi capek, ya?
Pati tidak memiliki sektor wisata yang bisa diandalkan untuk meraup keuntungan. Tempat-tempat wisatanya sungguh amburadul, nggak banget pokoke! Misalnya saja, Pintu Gerbang Majapahit yang berada dekat dengan rumahku. Salah satu aset wisata itu cuma dipagari doank, tanpa ada perhatian dari pemerintah. Bahkan, pada saat terakhir kali ke sana, aku malah nemu sesajen yang diletakkan di dekat situ. Masyaallah, bukane itu malah bikin musyrik saja? Bagaimana ini pemerintah daerah Pati? Kok nggak ada tindakan yang jelas? Sungguh beda banget dengan Yogya. Ibaratnya, hanya keluar dari rumah saja, kita sudah menemukan obyek wisata. Di pusat kotanya, di pinggir desanya, semua serba lengkap dan terawat. Duh, malangnya nasib Pati-ku!
Sektor industri juga tidak bisa diandalkan. Hanya ada dua pabrik kacang yang sifatnya footlose. Tahu artinya footlose kan? Itu lho, temene footprint. Nggak ya? Hehe, bercanda doank. Suatu saat nanti, perusahaan kacang itu bisa saja ‘kabur’ dari Pati. Lha, bisa saja to! Bahan baku kacang kan tidak hanya ada di Kabupaten Pati, di daerah lain juga banyak. Jadi, terserah saja seandainya kedua perusahaan itu pergi untuk selamanya dan tidak akan kembali lagi. Nah, kalo sudah begitu, apa pemerintah daerah mau merengek-rengek dan menangis di bawah kaki si investor. Hehe, sungguh lucu kali ya kalo fotonya masuk koran.
Apa to yang bisa diandalkan dari Pati? Aku pernah membaca website Dinas Industri Provinsi Jawa Tengah yang isinya adalah … kontribusi Kabupaten Pati terhadap nasional dalam hasil sumber daya alam itu meliputi tebu dan karet. Kalau tebu sih masih wajar, tetapi karet? Aku saja kaget membaca ‘karet’. Apa iya, Pati memiliki surplus karet? Aku kok nggak pernah tahu ada hutan karet di Pati ya? Apa aku yang kuper? Apa aku yang tidak mengenal kotaku sendiri? Jadi malu banget, nih.
O y, ada satu pabrik gula yang sudah sangat sangat sangat tua dari jamannya penjajahan Belanda dan hingga kini masih tetap eksis berdiri. Keren kan? Walaupun, mestinya sudah bobrok di sana sini dan horornya nggak ketulungan. Jadi pengen bikin artikel, nih. Tapi, datanya cari dimana ya? Bingung lagi, deh.
Itulah segelintir unek-unek yang pengen aku share sama mas dan mbak yang mau membaca blogku. Capa tahu ada yang berasal dari Pati dan pengen kenalan denganku. Tapi, iya ding! Siapa aku? Pede banget da yang ngajak kenalan.
Pati tidak memiliki sektor wisata yang bisa diandalkan untuk meraup keuntungan. Tempat-tempat wisatanya sungguh amburadul, nggak banget pokoke! Misalnya saja, Pintu Gerbang Majapahit yang berada dekat dengan rumahku. Salah satu aset wisata itu cuma dipagari doank, tanpa ada perhatian dari pemerintah. Bahkan, pada saat terakhir kali ke sana, aku malah nemu sesajen yang diletakkan di dekat situ. Masyaallah, bukane itu malah bikin musyrik saja? Bagaimana ini pemerintah daerah Pati? Kok nggak ada tindakan yang jelas? Sungguh beda banget dengan Yogya. Ibaratnya, hanya keluar dari rumah saja, kita sudah menemukan obyek wisata. Di pusat kotanya, di pinggir desanya, semua serba lengkap dan terawat. Duh, malangnya nasib Pati-ku!
Sektor industri juga tidak bisa diandalkan. Hanya ada dua pabrik kacang yang sifatnya footlose. Tahu artinya footlose kan? Itu lho, temene footprint. Nggak ya? Hehe, bercanda doank. Suatu saat nanti, perusahaan kacang itu bisa saja ‘kabur’ dari Pati. Lha, bisa saja to! Bahan baku kacang kan tidak hanya ada di Kabupaten Pati, di daerah lain juga banyak. Jadi, terserah saja seandainya kedua perusahaan itu pergi untuk selamanya dan tidak akan kembali lagi. Nah, kalo sudah begitu, apa pemerintah daerah mau merengek-rengek dan menangis di bawah kaki si investor. Hehe, sungguh lucu kali ya kalo fotonya masuk koran.
Apa to yang bisa diandalkan dari Pati? Aku pernah membaca website Dinas Industri Provinsi Jawa Tengah yang isinya adalah … kontribusi Kabupaten Pati terhadap nasional dalam hasil sumber daya alam itu meliputi tebu dan karet. Kalau tebu sih masih wajar, tetapi karet? Aku saja kaget membaca ‘karet’. Apa iya, Pati memiliki surplus karet? Aku kok nggak pernah tahu ada hutan karet di Pati ya? Apa aku yang kuper? Apa aku yang tidak mengenal kotaku sendiri? Jadi malu banget, nih.
O y, ada satu pabrik gula yang sudah sangat sangat sangat tua dari jamannya penjajahan Belanda dan hingga kini masih tetap eksis berdiri. Keren kan? Walaupun, mestinya sudah bobrok di sana sini dan horornya nggak ketulungan. Jadi pengen bikin artikel, nih. Tapi, datanya cari dimana ya? Bingung lagi, deh.
Itulah segelintir unek-unek yang pengen aku share sama mas dan mbak yang mau membaca blogku. Capa tahu ada yang berasal dari Pati dan pengen kenalan denganku. Tapi, iya ding! Siapa aku? Pede banget da yang ngajak kenalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar