Baik lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah (NGO) mempunyai peranan yang penting di dalam melakukan proses perencanaan. Adanya lembaga non-pemerintah haruslah dipandang dari sisi yang positif, karena hal tersebut menandakan bahwa peran masyarakat semakin meningkat di dalam berbagai aspek perencanaan. Masyarakat menganggap bahwa pemerintah cenderung kurang peka dan tanggap dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Selain itu, program yang akan dilakukan oleh pemerintah juga sering terkendala pada aspek birokrasi dan administrasi yang rumit.
Upaya Bappenas belum lama ini untuk membuka dialog dengan pihak lembaga non-pemerintah di dalam menyusun rencana pembangunannya merupakan sebuah langkah awal yang bagus. Kita berharap bahwa langkah awal ini tidak berhenti, dan justru akan berkembang menjadi kemitraan sejati antara pemerintah dan NGO.
Perencanaan Pembangunan Daerah
Banyak kebijakan yang mendasari perencanaan pembangunan daerah, antara lain UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara, UU No. 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 Tahun 2005 tengang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan Angaran Pemerintah Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan RAPBD, serta Peraturan Daerah Kota Semarang No. 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Ada beberapa paradigma pemerintah yang mendasari pembangunan daerah, yaitu pembangunan diarahkan pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan oleh masyarakat dengan pemerintah sebagai fasilitator bukan oleh rencana yang disiapkan para pakar secara rasional atau suplai yang tersedia, perencanaan pembangunan perlu dikembangkan menjadi usaha inisiatif pembangunan oleh masyarakat, melibatkan masyarakat dalam pembangunan sejak dari saat perancangannya, pemerintahan adalah fasilitator pembangunan yang membantu dan memberdayakan masyarakat untuk membangun dengan lebih baik, perlu dibudayakan bahwa pembangunan pada dasarnya merupakan tanggungjawab bersama antar stakeholders pembangunan.
Sedangkan prinsip-prinsip dalam penyusunan perencanaan pembangunan, meliputi rasa kebersamaan dan tanggungjawab dari setiap warga kota dalam menyelesaikan atau memutuskan sesuatu permasalahan kotanya secara bersama (partisipasi/participation), adanya keterbukaan dan kemudahan dari pemerintah kota untuk mendapatkan informasi dalam segala yang berkaitan dengan pelayanan bagi setiap warga kota (transparansi), aparat pemerintah mau mendengar apa yang menjadi pemikiran, keluhan maupun permasalahan warga kotanya maupun permasalahan yang dihadapi kota untuk segera menanggapi atau melayani warga kota yang berkepentingan maupun permasalahan yang dihadapi kotanya (cepat tanggap/responsiveness), pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada warga kota harus selalu berorientasi cepat, tepat waktu, tidak membebani, berorientasi pelayanan (efektif dan efisien), semua tindakan dan langkah-langkah dari manapun datangnya dan oleh siapapun pelaksanaannya, selalu harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang berkepentingan, semua stakeholders bertanggungjawab terhadap masa depan kotanya.
Pada saat ini, pendekatan perencanaan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah strategic planning, yang mementingkan pada visi dan misi program yang akan dilaksanakan dan didasarkan pada isu-isu atau permasalahan strategis. Sedangkan, perencaanaan komprehensif mencakup pada perencanaan menyeluruh yang meliputi semua aspek kegiatan.
UU No. 26 Tahun 2007 membahas tentang Penataan Ruang dengan menggunakan pendekatan perencanaan komprehensif. Sedangkan, UU No. 25 Tahun 2004 menjelaskan mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan (SPP).
Domain perencanaan terletak pada pemerintah. Seorang planner membuat perencanaan yang diimplementasikan melalui indikasi-indikasi program, dimana implementasi dari program tersebut dilaksanakan oleh para perencana pembangunan (administrasi publik).
Dimensi waktu perencanaan ada tiga, meliputi jangka pendek (bersifat taktis), jangka menengah (bersifat posisional), jangka panjang (bersifat perspektif, masih berupa angan-angan, tetapi didukung oleh instrumen perencanaan). POAC (Planning, Organizing, Locating, Controlling) merupakan suatu siklus tentang pengelolaan pembangunan. Planner berkaitan dengan kewilayahan dan manajer perencanaan (pemerintah).
Menurut UU No. 25 Tahun 2004, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam proses perencanaan, yaitu top down planning, bottom up planning, partisipatif planning, technocratic planning (merupakan pendekatan yang dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, berupa teori-teori).
Rencana jangka panjang biasanya memiliki jangka waktu selama 25 tahun dan bersiifat perspektif. Rencana jangka pendek hanya berjangka waktu 5 tahun. Rencana Tata Ruang meliputi dua hal, yaitu rencana umum dan rencana detail. RKPD bersifat taktis dan berhubungan dengan perencanaan (lokasi, tenaga kerja, sumber daya modal, proses pelaksanaan, dan lain-lain). Penataan ruang merupakan urusan wajib bagi pemerintah, dimana Bappeda sebagai leader yang kemudian memerintah dinas-dinas yang terkait di bawahnya untuk melaksanakan program yang ada.
RPJP ditetapkan di dalam undang-undang. RPJP daerah memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah mengacu kepada RPJP nasional, RPJM daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah, yang berpedoman pada RPJP daerah dan memperhatikan RPJM nasional, RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah dan mengacu pada RKP, RENSTRA – SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, sesuai dengan tupoksi satuan kerja perangkat daerah, serta berpedoman pada RPJM daerah dan bersifat indikatif, RENJA – SKPD berpedoman pada RENSTRA SKPD, dan mengacu pada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemda maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Tiga bulan setelah dilantik, seorang walikota sudah harus menetapkan RPJMD.
Kota Semarang memiliki visi untuk menjadi kota metropolitan yang berbasis pada perdagangan dan jasa. Oleh karena itu, Kota Semarang harus berinteraksi dan bekerja sama dengan kota-kota satelitnya, sehingga dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang merata. Misalnya, bandara akan dibangun di Kendal atau Demak.
Semarang hanya menerima aktivitas-aktivitas yang strategis, sehingga aktivitas yang tidak strategis diberikan kepada daerah lain yang leih sesuai. Di Pasar Johar, seharusnya aktivitas yang tidak produktif dipindahkan agar sesuai dengan daya dukung kawasan. Gunung Pati dan Mijen ditetapkan sebagai green area, perlu dipikirkan bagaimana caranya agar penggunaan lahannya mempunyai value added yang sama dengan kawasan Simpang Lima, misalnya dibangun kolam pemancingan.
Proses Perencanaan Organisasi Non-Pemerintah
Ada tiga pilar proses perencanaan yang membangun organisasi non-pemerintah, yaitu vision (visi), mission (misi), dan objective. Vision menggambarkan apa yang ingin kita capai atau lihat di masa depan, yang kemudian diterjemahkan ke dalam prinsip dan nilai. Visi yang baik bersifat realistis, dapat dipercaya, menarik, dan berorientasi pada masa depan. Mission adalah nilai-nilai dasar dari institusi, sedangkan objective merupakan situasi yang ingin kita ciptakan pada akhir tahapan yang biasanya membentuk strategi organisasi.
Pada umumnya, pemerintah terlalu sibuk dalam mengurus proses birokrasi, karena telah terbiasa menunggu atasan untuk melakukan suatu program. Sedangkan, lembaga non-pemerintah sifatnya lebih fleksibel, dan responnya juga lebih cepat. Peran lembaga non-pemerintah adalah untuk menjembatani antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat (melakukan pemberdayaan di antara stakeholders. Pemerintah berperan sebagai fasilitator pembangunan. Dengan demikian, semua stakeholders harus terlibat sesuai dengan peran dan posisinya masing-masing. Oleh karena suatu program berbasis kepada masyarakat atau bersifat partisipatif, maka pemerintah harus mengajak pihak-pihak yang bersangkutan. Di Indonesia, peran stakeholders belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Proses perencanaan dalam penyusunan program atau project menggunakan daur program atau project, yang meliputi assesment and planning, implementation and monitoring, evaluation, adaption.
Pada assesment, hal yang dilakukan adalah mendapatkan informasi dari expert di luar organisasi (akademisi, pemerintah, sektor swasta) yang dapat membantu lembaga non-pemerintah tersebut untuk mengembangkan programmya. Selain itu, juga menentukan jenis informasi yang ingin didapat dengan melakukan need assesment atau PRA (Participatory Rural Appraisal), yang meliputi penggunaan kuisioner untuk wawancara, mengadakan Focus Group Discussion (FGD), mengajak stakeholders lain dari disiplin ilmu (background) yang berbeda, dan mendapatkan berbagai fakta yang beragam dari banyak orang dengan latar belakang yang berbeda. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh dalam planning, antara lain menentukan project yang akan dilakukan dengan mengidentifikasi tujuan, sasaran, dan aktivitas, mengajak target beneficiaries dalam perencanaan, mencari good practice sebagai referensi dan dimasukkan dalam perencanaan, membangun sistem monitoring yang memungkinkan dan melibatkan target beneficiaries, mendapatkan dana dari para donatur. Setelah menetapkan planning, maka dibuatlah logical framework analysis.
Suatu kegiatan dapat dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan apabila kita telah menyusun perencanaan yang baik. Setelah kegiatan tersebut dilakukan, maka kemudian dilakukanlah proses monitoring, evaluation dan feed back/lesson learnt. Monitoring merupakan pengecekan tentang fakta progress kegiatan secara periodik dengan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan rencana. Sedangkan evaluation dilakukan dengan cara membandingkan dengan tujuan apakah kegiatan yang telah dilaksanakan mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Kegagalan maupun keberhasilan harus menjadi sebuah pembelajaran untuk membuat perencanaan selanjutnya. Dan, feed back/lesson digunakan sebagai masukan bagi proses perencanaan selanjutnya. Report harus disampaikan kepada pihak funder (pemberi dana/donatur). Masyarakat Indonesia biasanya lemah di dalam monitoring dan evaluasi, karena yang paling dipentingkan adalah impklementasi dari program tersebut.
Proses perencanaan partisipatif pada tingkat lapangan, meliputi indentifikasi masalah, potensi dan peluang, prioritaskan masalah, potensi dan peluang, menganalisa masalah, potensi dan peluang, menentukan pemecahan terhadap masalah tersebut, dan membuat suatu perencanaan untuk melaksanakan kegiatan pemecahan untuk menghindari masalahnya.
Logical framework analysis cenderung sulit untuk dibaca oleh masyarakat awam, sehingga program yang akan dilaksanakan perlu dikomunikasikan oleh pihak ketiga (lembaga non-pemerintah) dengan menggunakan pohon masalah, tulang ikan, medan daya, jembatan bambu. Pohon masalah adalah teknik analisa masalah untuk melihat ‘akar dari suatu masalah. Hasil dari teknik ini kadang-kadang mirip pohon dengan akar banyak. Analisa pohon masalah dapat digunakan dalam situasi yang berbeda, dan dimana saja ketika terdapat suatu masalah, tetapi penyebab masalah tersebut kurang jelas. Teknik ini sangatlah visual, ditujukan untuk masyarakat dan dapat melibatkan banyak orang dalam waktu yang bersamaan.
Analisis tulang ikan merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan penyebab pokok dari masalah-masalah, dengan hasil analisis sering berbentuk tulang-tulang ikan. Teknik ini memberkan kesempatan untuk mengkategorikan berbagai sebab dasar dari suatu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan rapi.
Medan daya adalah suatu prosedur untuk menganalisis suatu masalah dengan mempertimbangkan tujuannya dan mencatat faktor-faktor penghambat atau pendorong tercapainya tujuan tersebut. Cara ini membantu mengidentifikasi stateg-strategi yang akan meningkatkan pencapaian tujuan dan mengurangi faktor-faktor yang akan menghalangi pelaksanaannya.
Teknik jembatan bambu hanya merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menyusun suatu rencana kegiatana masyarakat dengan memberikan gambaran masalah yang dihadapi dan tujuan yang akan dicapai serta tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.
Mekanisme dan tahapan perencanaan program dan anggaran daerah, terdiri dari bulan perencanaan (Januari – April), bulan anggaran (Mei – Agustus), dan bulan litigasi (September – Desember). Pada bulan perencanaan, diadakan Musrembag (Musyarawah Perencanaan Pembangunan), dimana pada bulan Januari (tingkat desa), bulan Februari (tingkat kecamatan), bulan Maret (kabupaten/kota), dan bulan April pada tingkat provinsi, bulan Mei terdapat finalisasi RKPD, dan pada bulan Juni telah terjadi penandatangan KUA dan PPAS.
Perbedaan Organisasi Pemerintah dan Organisasi Non-Pemerintah (NGO)
Ada beberapa perbedaan antara organisasi pemerintah dan organisasi non-pemerintah, antara lain mengenai masalah dana, cakupan program yang akan dilaksanakan, fungsi kelembagaan, jangka waktu pelaksanaan program, dan lain sebaginya.
Untuk lembaga pemerintah, dana dalam perencaaan pembangunan diperoleh dari APBN maupun APBD. Jadi, pemerintah tidak harus bergantung pada pasokan dana dari donatur. Pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan project sesuai dengan aturan yang berlaku, dengan menganut peraturan perundang-undangan yang ada. Misalnya, UU, PP, Keppres, RTRW, RTDRK, dan lain-lain.
Lembaga pemerintah memiliki cakupan wilayah project yang lebih luas daripada lembaga non-pemerintah. Contohnya, pembangunan kota baru, Kota Batam. Pembangunan ini akan memberikan pengaruh yang lebih besar bagi masyarakat luas. Adapun, pelaksanaan program pembangunan memiliki jangka waktu yang lebih bervariasi, yang meliputi jangka 20 tahun (RPJP), 5 tahun (RPJM), 5 tahun (rencana strategis), 1 tahun (rencana kerja pemerintah dan rencana kerja lembaga/kementrian). Namun, seringkali pelaksanaan program ini terkendala oleh adanya masalah birokrasi dan proses administrasi yang rumit, sehingga jangka waktu pelaksanaan program dapat melebihi tenggat waktu yang telah ditetapkan.
Selain itu, lembaga pemerintah tidak melakukan monitoring dan evaluasi, dan lebih condong kepada implementasi program saja. Oleh karena itu, pemerintah seringkali tidak mengetahui apakah project yang telah dikerjakan berlangsung dengan baik atau justru mengalami kegagalan. Apabila kegagalan tersebut lambat dan tidak langsungditangani, maka dana yang dibutuhkan untuk perbaikan project juga akan semakin besar.
Pemerintah berperan sebagai fasilitator pembangunan yang membantu dan memberdayakan masyarakat untuk membangun dengan lebih baik. Untuk mengadakan suatu rencana pembangunan, banyak tahapan yang harus dilewati, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama, yang meliputi sikus perencanaan dan penetapan, pemrograman penganggaran, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi. Selain itu, juga dilakukan musrenbag yang juga membutuhkan waktu yang tidak pendek, sehingga mengakibatkan program pembangunan menjadi tidak segera dilaksanakan.
Sedangkan, dana dari lembaga non-pemerintah berasal dari donatur, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pada umumnya, lembaga non-pemerintah ini tidak memiliki donatur yang tetap. Suatu NGO harus mengajukan proposal yang akan digunakan untuk melaksanakan program. Apabila rencana program/project telah disetujui oleh donatur, maka dana baru dapat diperoleh.
Lembaga non-pemerintah ini melakukan kegiatannya pada cakupan wilayah yang relatif sempit, mungkin hanya sebagian kecil dari luas suatu kota. Hal ini menyebabkan dampak project pun memiliki ruang lingkup yang sempit dan hanya akan dirasakan oleh kelompok masyarakat tertentu saja.
Selain jangkauan wilayah yang terbatas, jangka waktu yang digunakan untuk melaksanakan suatu project juga pendek, misalnya kurang lebih selama satu tahun. Apabila suatu project tidak berlangsung sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka lembaga non-pemerintah tersebut berkewajiban melakukan perbaikan-perbaikan. Dalam hal ini, monitoring dan evaluasi merupakan tahapan yang penting untuk menilai kinerja dari NGO tersebut. Sebaliknya, apabila suatu NGO mampu melaksanakan programnya dengan baik, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa NGO tersbut akan mendapat kepercayaan dari donatur untuk melaksanakan project yang lain.
Peran lembaga non-pemerintah sangat penting sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. NGO biasanya sering mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah yang kurang menguntungkan dan berpihak pada rakyat. NGO harus diangkat menjadi mitra yang senantiasa membantu pemerintah di dalam merumuskan perencanaan pembangunan. Walaupun memiliki pandangan yang seringkali berbeda, tetapi NGO memiliki visi dan misi yang cenderung sama dengan pemerintah, yaitu ingin memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara Indonesia.
Upaya Bappenas belum lama ini untuk membuka dialog dengan pihak lembaga non-pemerintah di dalam menyusun rencana pembangunannya merupakan sebuah langkah awal yang bagus. Kita berharap bahwa langkah awal ini tidak berhenti, dan justru akan berkembang menjadi kemitraan sejati antara pemerintah dan NGO.
Perencanaan Pembangunan Daerah
Banyak kebijakan yang mendasari perencanaan pembangunan daerah, antara lain UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara, UU No. 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 Tahun 2005 tengang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan Angaran Pemerintah Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan RAPBD, serta Peraturan Daerah Kota Semarang No. 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Ada beberapa paradigma pemerintah yang mendasari pembangunan daerah, yaitu pembangunan diarahkan pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan oleh masyarakat dengan pemerintah sebagai fasilitator bukan oleh rencana yang disiapkan para pakar secara rasional atau suplai yang tersedia, perencanaan pembangunan perlu dikembangkan menjadi usaha inisiatif pembangunan oleh masyarakat, melibatkan masyarakat dalam pembangunan sejak dari saat perancangannya, pemerintahan adalah fasilitator pembangunan yang membantu dan memberdayakan masyarakat untuk membangun dengan lebih baik, perlu dibudayakan bahwa pembangunan pada dasarnya merupakan tanggungjawab bersama antar stakeholders pembangunan.
Sedangkan prinsip-prinsip dalam penyusunan perencanaan pembangunan, meliputi rasa kebersamaan dan tanggungjawab dari setiap warga kota dalam menyelesaikan atau memutuskan sesuatu permasalahan kotanya secara bersama (partisipasi/participation), adanya keterbukaan dan kemudahan dari pemerintah kota untuk mendapatkan informasi dalam segala yang berkaitan dengan pelayanan bagi setiap warga kota (transparansi), aparat pemerintah mau mendengar apa yang menjadi pemikiran, keluhan maupun permasalahan warga kotanya maupun permasalahan yang dihadapi kota untuk segera menanggapi atau melayani warga kota yang berkepentingan maupun permasalahan yang dihadapi kotanya (cepat tanggap/responsiveness), pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada warga kota harus selalu berorientasi cepat, tepat waktu, tidak membebani, berorientasi pelayanan (efektif dan efisien), semua tindakan dan langkah-langkah dari manapun datangnya dan oleh siapapun pelaksanaannya, selalu harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang berkepentingan, semua stakeholders bertanggungjawab terhadap masa depan kotanya.
Pada saat ini, pendekatan perencanaan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah strategic planning, yang mementingkan pada visi dan misi program yang akan dilaksanakan dan didasarkan pada isu-isu atau permasalahan strategis. Sedangkan, perencaanaan komprehensif mencakup pada perencanaan menyeluruh yang meliputi semua aspek kegiatan.
UU No. 26 Tahun 2007 membahas tentang Penataan Ruang dengan menggunakan pendekatan perencanaan komprehensif. Sedangkan, UU No. 25 Tahun 2004 menjelaskan mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan (SPP).
Domain perencanaan terletak pada pemerintah. Seorang planner membuat perencanaan yang diimplementasikan melalui indikasi-indikasi program, dimana implementasi dari program tersebut dilaksanakan oleh para perencana pembangunan (administrasi publik).
Dimensi waktu perencanaan ada tiga, meliputi jangka pendek (bersifat taktis), jangka menengah (bersifat posisional), jangka panjang (bersifat perspektif, masih berupa angan-angan, tetapi didukung oleh instrumen perencanaan). POAC (Planning, Organizing, Locating, Controlling) merupakan suatu siklus tentang pengelolaan pembangunan. Planner berkaitan dengan kewilayahan dan manajer perencanaan (pemerintah).
Menurut UU No. 25 Tahun 2004, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam proses perencanaan, yaitu top down planning, bottom up planning, partisipatif planning, technocratic planning (merupakan pendekatan yang dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, berupa teori-teori).
Rencana jangka panjang biasanya memiliki jangka waktu selama 25 tahun dan bersiifat perspektif. Rencana jangka pendek hanya berjangka waktu 5 tahun. Rencana Tata Ruang meliputi dua hal, yaitu rencana umum dan rencana detail. RKPD bersifat taktis dan berhubungan dengan perencanaan (lokasi, tenaga kerja, sumber daya modal, proses pelaksanaan, dan lain-lain). Penataan ruang merupakan urusan wajib bagi pemerintah, dimana Bappeda sebagai leader yang kemudian memerintah dinas-dinas yang terkait di bawahnya untuk melaksanakan program yang ada.
RPJP ditetapkan di dalam undang-undang. RPJP daerah memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah mengacu kepada RPJP nasional, RPJM daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah, yang berpedoman pada RPJP daerah dan memperhatikan RPJM nasional, RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah dan mengacu pada RKP, RENSTRA – SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, sesuai dengan tupoksi satuan kerja perangkat daerah, serta berpedoman pada RPJM daerah dan bersifat indikatif, RENJA – SKPD berpedoman pada RENSTRA SKPD, dan mengacu pada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemda maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Tiga bulan setelah dilantik, seorang walikota sudah harus menetapkan RPJMD.
Kota Semarang memiliki visi untuk menjadi kota metropolitan yang berbasis pada perdagangan dan jasa. Oleh karena itu, Kota Semarang harus berinteraksi dan bekerja sama dengan kota-kota satelitnya, sehingga dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang merata. Misalnya, bandara akan dibangun di Kendal atau Demak.
Semarang hanya menerima aktivitas-aktivitas yang strategis, sehingga aktivitas yang tidak strategis diberikan kepada daerah lain yang leih sesuai. Di Pasar Johar, seharusnya aktivitas yang tidak produktif dipindahkan agar sesuai dengan daya dukung kawasan. Gunung Pati dan Mijen ditetapkan sebagai green area, perlu dipikirkan bagaimana caranya agar penggunaan lahannya mempunyai value added yang sama dengan kawasan Simpang Lima, misalnya dibangun kolam pemancingan.
Proses Perencanaan Organisasi Non-Pemerintah
Ada tiga pilar proses perencanaan yang membangun organisasi non-pemerintah, yaitu vision (visi), mission (misi), dan objective. Vision menggambarkan apa yang ingin kita capai atau lihat di masa depan, yang kemudian diterjemahkan ke dalam prinsip dan nilai. Visi yang baik bersifat realistis, dapat dipercaya, menarik, dan berorientasi pada masa depan. Mission adalah nilai-nilai dasar dari institusi, sedangkan objective merupakan situasi yang ingin kita ciptakan pada akhir tahapan yang biasanya membentuk strategi organisasi.
Pada umumnya, pemerintah terlalu sibuk dalam mengurus proses birokrasi, karena telah terbiasa menunggu atasan untuk melakukan suatu program. Sedangkan, lembaga non-pemerintah sifatnya lebih fleksibel, dan responnya juga lebih cepat. Peran lembaga non-pemerintah adalah untuk menjembatani antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat (melakukan pemberdayaan di antara stakeholders. Pemerintah berperan sebagai fasilitator pembangunan. Dengan demikian, semua stakeholders harus terlibat sesuai dengan peran dan posisinya masing-masing. Oleh karena suatu program berbasis kepada masyarakat atau bersifat partisipatif, maka pemerintah harus mengajak pihak-pihak yang bersangkutan. Di Indonesia, peran stakeholders belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Proses perencanaan dalam penyusunan program atau project menggunakan daur program atau project, yang meliputi assesment and planning, implementation and monitoring, evaluation, adaption.
Pada assesment, hal yang dilakukan adalah mendapatkan informasi dari expert di luar organisasi (akademisi, pemerintah, sektor swasta) yang dapat membantu lembaga non-pemerintah tersebut untuk mengembangkan programmya. Selain itu, juga menentukan jenis informasi yang ingin didapat dengan melakukan need assesment atau PRA (Participatory Rural Appraisal), yang meliputi penggunaan kuisioner untuk wawancara, mengadakan Focus Group Discussion (FGD), mengajak stakeholders lain dari disiplin ilmu (background) yang berbeda, dan mendapatkan berbagai fakta yang beragam dari banyak orang dengan latar belakang yang berbeda. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh dalam planning, antara lain menentukan project yang akan dilakukan dengan mengidentifikasi tujuan, sasaran, dan aktivitas, mengajak target beneficiaries dalam perencanaan, mencari good practice sebagai referensi dan dimasukkan dalam perencanaan, membangun sistem monitoring yang memungkinkan dan melibatkan target beneficiaries, mendapatkan dana dari para donatur. Setelah menetapkan planning, maka dibuatlah logical framework analysis.
Suatu kegiatan dapat dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan apabila kita telah menyusun perencanaan yang baik. Setelah kegiatan tersebut dilakukan, maka kemudian dilakukanlah proses monitoring, evaluation dan feed back/lesson learnt. Monitoring merupakan pengecekan tentang fakta progress kegiatan secara periodik dengan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan rencana. Sedangkan evaluation dilakukan dengan cara membandingkan dengan tujuan apakah kegiatan yang telah dilaksanakan mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Kegagalan maupun keberhasilan harus menjadi sebuah pembelajaran untuk membuat perencanaan selanjutnya. Dan, feed back/lesson digunakan sebagai masukan bagi proses perencanaan selanjutnya. Report harus disampaikan kepada pihak funder (pemberi dana/donatur). Masyarakat Indonesia biasanya lemah di dalam monitoring dan evaluasi, karena yang paling dipentingkan adalah impklementasi dari program tersebut.
Proses perencanaan partisipatif pada tingkat lapangan, meliputi indentifikasi masalah, potensi dan peluang, prioritaskan masalah, potensi dan peluang, menganalisa masalah, potensi dan peluang, menentukan pemecahan terhadap masalah tersebut, dan membuat suatu perencanaan untuk melaksanakan kegiatan pemecahan untuk menghindari masalahnya.
Logical framework analysis cenderung sulit untuk dibaca oleh masyarakat awam, sehingga program yang akan dilaksanakan perlu dikomunikasikan oleh pihak ketiga (lembaga non-pemerintah) dengan menggunakan pohon masalah, tulang ikan, medan daya, jembatan bambu. Pohon masalah adalah teknik analisa masalah untuk melihat ‘akar dari suatu masalah. Hasil dari teknik ini kadang-kadang mirip pohon dengan akar banyak. Analisa pohon masalah dapat digunakan dalam situasi yang berbeda, dan dimana saja ketika terdapat suatu masalah, tetapi penyebab masalah tersebut kurang jelas. Teknik ini sangatlah visual, ditujukan untuk masyarakat dan dapat melibatkan banyak orang dalam waktu yang bersamaan.
Analisis tulang ikan merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan penyebab pokok dari masalah-masalah, dengan hasil analisis sering berbentuk tulang-tulang ikan. Teknik ini memberkan kesempatan untuk mengkategorikan berbagai sebab dasar dari suatu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan rapi.
Medan daya adalah suatu prosedur untuk menganalisis suatu masalah dengan mempertimbangkan tujuannya dan mencatat faktor-faktor penghambat atau pendorong tercapainya tujuan tersebut. Cara ini membantu mengidentifikasi stateg-strategi yang akan meningkatkan pencapaian tujuan dan mengurangi faktor-faktor yang akan menghalangi pelaksanaannya.
Teknik jembatan bambu hanya merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menyusun suatu rencana kegiatana masyarakat dengan memberikan gambaran masalah yang dihadapi dan tujuan yang akan dicapai serta tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.
Mekanisme dan tahapan perencanaan program dan anggaran daerah, terdiri dari bulan perencanaan (Januari – April), bulan anggaran (Mei – Agustus), dan bulan litigasi (September – Desember). Pada bulan perencanaan, diadakan Musrembag (Musyarawah Perencanaan Pembangunan), dimana pada bulan Januari (tingkat desa), bulan Februari (tingkat kecamatan), bulan Maret (kabupaten/kota), dan bulan April pada tingkat provinsi, bulan Mei terdapat finalisasi RKPD, dan pada bulan Juni telah terjadi penandatangan KUA dan PPAS.
Perbedaan Organisasi Pemerintah dan Organisasi Non-Pemerintah (NGO)
Ada beberapa perbedaan antara organisasi pemerintah dan organisasi non-pemerintah, antara lain mengenai masalah dana, cakupan program yang akan dilaksanakan, fungsi kelembagaan, jangka waktu pelaksanaan program, dan lain sebaginya.
Untuk lembaga pemerintah, dana dalam perencaaan pembangunan diperoleh dari APBN maupun APBD. Jadi, pemerintah tidak harus bergantung pada pasokan dana dari donatur. Pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan project sesuai dengan aturan yang berlaku, dengan menganut peraturan perundang-undangan yang ada. Misalnya, UU, PP, Keppres, RTRW, RTDRK, dan lain-lain.
Lembaga pemerintah memiliki cakupan wilayah project yang lebih luas daripada lembaga non-pemerintah. Contohnya, pembangunan kota baru, Kota Batam. Pembangunan ini akan memberikan pengaruh yang lebih besar bagi masyarakat luas. Adapun, pelaksanaan program pembangunan memiliki jangka waktu yang lebih bervariasi, yang meliputi jangka 20 tahun (RPJP), 5 tahun (RPJM), 5 tahun (rencana strategis), 1 tahun (rencana kerja pemerintah dan rencana kerja lembaga/kementrian). Namun, seringkali pelaksanaan program ini terkendala oleh adanya masalah birokrasi dan proses administrasi yang rumit, sehingga jangka waktu pelaksanaan program dapat melebihi tenggat waktu yang telah ditetapkan.
Selain itu, lembaga pemerintah tidak melakukan monitoring dan evaluasi, dan lebih condong kepada implementasi program saja. Oleh karena itu, pemerintah seringkali tidak mengetahui apakah project yang telah dikerjakan berlangsung dengan baik atau justru mengalami kegagalan. Apabila kegagalan tersebut lambat dan tidak langsungditangani, maka dana yang dibutuhkan untuk perbaikan project juga akan semakin besar.
Pemerintah berperan sebagai fasilitator pembangunan yang membantu dan memberdayakan masyarakat untuk membangun dengan lebih baik. Untuk mengadakan suatu rencana pembangunan, banyak tahapan yang harus dilewati, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama, yang meliputi sikus perencanaan dan penetapan, pemrograman penganggaran, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi. Selain itu, juga dilakukan musrenbag yang juga membutuhkan waktu yang tidak pendek, sehingga mengakibatkan program pembangunan menjadi tidak segera dilaksanakan.
Sedangkan, dana dari lembaga non-pemerintah berasal dari donatur, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pada umumnya, lembaga non-pemerintah ini tidak memiliki donatur yang tetap. Suatu NGO harus mengajukan proposal yang akan digunakan untuk melaksanakan program. Apabila rencana program/project telah disetujui oleh donatur, maka dana baru dapat diperoleh.
Lembaga non-pemerintah ini melakukan kegiatannya pada cakupan wilayah yang relatif sempit, mungkin hanya sebagian kecil dari luas suatu kota. Hal ini menyebabkan dampak project pun memiliki ruang lingkup yang sempit dan hanya akan dirasakan oleh kelompok masyarakat tertentu saja.
Selain jangkauan wilayah yang terbatas, jangka waktu yang digunakan untuk melaksanakan suatu project juga pendek, misalnya kurang lebih selama satu tahun. Apabila suatu project tidak berlangsung sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka lembaga non-pemerintah tersebut berkewajiban melakukan perbaikan-perbaikan. Dalam hal ini, monitoring dan evaluasi merupakan tahapan yang penting untuk menilai kinerja dari NGO tersebut. Sebaliknya, apabila suatu NGO mampu melaksanakan programnya dengan baik, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa NGO tersbut akan mendapat kepercayaan dari donatur untuk melaksanakan project yang lain.
Peran lembaga non-pemerintah sangat penting sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. NGO biasanya sering mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah yang kurang menguntungkan dan berpihak pada rakyat. NGO harus diangkat menjadi mitra yang senantiasa membantu pemerintah di dalam merumuskan perencanaan pembangunan. Walaupun memiliki pandangan yang seringkali berbeda, tetapi NGO memiliki visi dan misi yang cenderung sama dengan pemerintah, yaitu ingin memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar