Senin, 19 November 2007

Kelam dalam Hitam

Nyawa langit teramat gelap
Mendung menggelantung di awang
Bintang pun rembulan jadi kehilangan
makna sinarnya
Bila ada sebuah hati tergenggam
merindu
Pulang ke taman cintanya, menangis

Ganas gelombang mendera pasir
yang berbisik perlahan
Menghempas kerang – kerang kecil
ke tepian
Bila badai mendera hilang jua angan rasa
Pulauku kian tenggelam

Terlambat kulalui titian nada jiwamu
Hingga ‘ku terjatuh menunggu …
Lenyap, kosong tak bermakna
Deru senyap sunyi merengkuhku
dalam pelukan

Pernahkah kau merasa ‘sakau’ karena tidak ‘mengonsumsinya’ walau hanya selama satu hari? Rasanya, tentu saja tidak bisa dibayangkan, pokoknya sama sekali tidak enak.

Dan, aku … mengalami ketergantungan itu, ketergantungan pada obat – obatan. Namun, namanya bukan mariyuana. Bukan! Namanya, Mas D. Satu hari saja aku tidak memandang dirinya, wajahnya, tatapan matanya, senyumnya, semuanya, aku merasa ada sesuatu yang menghilang dari hatiku. Sebagian jiwaku seakan terbang mengikuti aliran hidupnya, dan aku tidak tahu apakah jiwaku akan kembali pulang? Memenuhi cawan hatiku yang mulai kerontang.

Mas D, mengapa hari ini kamu tidak ada? Aku sudah lelah mengedarkan pandangan ke semua arah, tetapi engkau seolah menghilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak yang dapat kuikuti? Apakah kau berbisik pada rumput dan menyuruhnya mengaburkan alunan langkah menuju jalanmu? Apakah kau berbicara pada langit agar menurunkan hujan, sehingga kau dapat menyembunyikan warna pelangimu?

Mimpiku …
Bila aku hanya bisa memandangmu dari kejauhan, memandang Mas D sedang bergandengan bahagia dengan seseorang, bukan aku!, menyusuri padang bunga tanpa batas. Tak ada kata – kata yang terucap dari bibir. Aku seakan sudah lupa bagaimana caranya untuk berbicara, berteriak.

Aku tak ingin menangis. Aku tidak ingin tertawa. Aku tidak menginginkan apapun.
Perlahan – lahan, gelap mulai mencemari hatiku dan membuatnya kelam dalam hitam.

17 November 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar