Sabtu, 25 Oktober 2008

Siapakah Dia?

Aku mencoba tertawa, walaupun aku harus membohongi seluruh jiwa yang terkumpul dalam ragaku. Aku memang tak mungkin menang dari dirinya. Dia cantik dan memiliki segalanya, termasuk talenta dan kharisma. Dia banyak penggemar, pengagum. Sedangkan, aku ini apa? Orang yang hanya bisa mengagumi kemilau yang terpancar darinya. Aku tidak bisa bersikap seperti dia. Kelebihannya adalah kekuranganku. Aku tidak mempunyai apa-apa untuk dibanggakan. Dia begitu menawan. Mungkin bila dia bunga, aku sebagai durinya. Orang tidak mungkin menyukai duri, bukan?


Jjur, aku iri dengannya. Dia menjadi kebanggaan semuanya. Dan, aku yang tak terhitungkan, hanya bayangan yang tak akan pernah dilihat. Aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengeluh, karena au merasa mereka lebih mencintainya, dan aku diharuskan untuk selalu menjaganya. Apakah salah bila aku menginginkan sedikit pujian? Pujian yang hanya berupa sepotong mimpi,


Aku juga takut, bila suatu hari nanti dia merebut kekasihku. Entah dengan alasan apa. Dia mempunyai sejuta alasan yang ‘kan dikatakannya kepadaku. Aku yang tak mungkin menang darinya.


Dia selalu bisa memenuhi harapan orang tua. Aku … bahkan untuk masuk UGM saja tidak sanggup. Apa gunanya aku, jika tidak dapat memenuhi keinginanku dan keinginan mereka. Aku hanya jiwa yang sedih. Ceria, PD, suka bergaul, pintar, itulah dia. Dia yang memiliki segalanya …


Rabu, 22 Oktober 2008

Arsitektur Romawi


Romawi sangat terkenal akan pengetahuan mereka tentang arsitektur dan ilmu teknik. Sebelum masa Romawi, bangunan-bangunan yang ada berupa ambang-ambang jendela dan pilar. Cara pembangunannya pun masih sederhana dan tidak mampu menyangga bangunan yang berat.


Arsitektur Romawi mengubah semua gaya bangunan tersebut dan memperkenalkan metode baru dalam arsitektur, yaitu adanya kolom dan lengkungan. Dengan metode ini, Romawi dapat membangun kuil-kuil yang lebih besar dari sebelumnya.


Arsitektur Romawi menggunakan tiga tipe kolom sepanjang sejarah. Tipe yang paling dasar dan pertama kali muncul adalah Doric Style. Corak ini tidak semenarik bentuk modernnya, tetapi gaya ini membawa misi yang besar – untuk mendirikan bangunan-bangunan yang mempunyai skala monumental.


The Ionic Style merupakan gaya asrsitektur Romawi kedua yang menonjolkan segi dekoratif pada atap dan lantainya. Gaya ini masih mempunyai misi yang sama dengan Doric Style. Detail dan ukuran kedua gaya tersebut semakin menambah keunikannya. Sedangkan The Corinthian Type merupakan tipe kolom yang paling sempurna diantara dua kolom yang lain. Tipe ini lebih mementingkan pada penggunaan detail dan ukuran bangunan dan menyebabkan dua gaya lain terkesan biasa.


Lengkungan tidak hanya digunakan untuk mendukung bangunan, tetapi juga dipakai untuk menciptakan ketakjuban dan keagungan. Perkembangan lengkungan ini menjadi dasar atas lahirnya pembangunan kubah. Kubah paling megah yang dapat kita temui selama 18 abad terakhir bernama Kuil Pantheon.


Pada masa itu, semen telah digunakan untuk membangung konstruksi lengkungan yang memungkinkan bangsa Romawi mengembangkan bangunannya. Misalnya, Colosseum yang merupakan stadium megah yang dapat menampung 50.000 orang. Sebagai tambahan, Bangsa Romawi juga membangun lebihd dari 500 km aqueduct yang berfungsi untuk membawa air bersih ke ibukota. Selain itu, juga dibangun lebih dari 50.000 mil jalan yag semakin menunjukkan karakteristik dari arsitektur Romawi.


Dikutip dari www.unrv.com/culture/architecture.php


Merindukanmu

Saat aku tertawa di atas semua

Saat aku menangisi kesedihanku

Aku ingin engkau selalu ada

Aku ingin engkau aku kenang


Selama aku masih bisa bernapas

Masih sanggup mengalah

ku kan selalu memujamu

Meskipun tak tahu lagi

Engkau ada di mana

Dengarkan aku, ku merindukanmu


Saat aku mencoba merubah segalanya

Saat aku meratapi kekalahanku

Aku ingin engkau selalu ada

Aku ingin engkau aku kenal


Selama aku masih bisa bernapas

Masih sanggup berjalan

ku kan selalu memujamu

Meskipun tak tahu lagi

Engkau ada di mana

Dengarkan aku, ku merindukanmu


Entahlah … aku sangat menyukai lagu ini. Mungkin, karena aku sedang merindukan seseorang, seseorang yang tidak bisa memahami bagaimana perasaanku ini padanya. Aku tidak tahu bagaimana akhir dari kisah cintaku kelak.

Egokah Aku?

Pernah nggak kalian nonton video klipnya Wali Band, Egokah Aku? Duh, ceritanya sedih banget sampai-sampai aku merasa kasihan ma cowok itu, aku ngga tahu namanya …, muuph! Cintanya yang begitu dalam, tetapi tidak bisa dicapai, hingga dia berbuat nekat. Tidak ada yang salah ketika kita mencintai seseorang, hanya saja keberadaan cinta itu bebas, tidak ada paksaan di dalamnya.


Egokah AKu? – berkisah tentang seorang cowok yang memendam perasaannya selama bertahun-tahun hanya pada satu cewek saja (diperankan Syreen Sungkar). Setiap hari, cowok itu memandang sang cewek dari kejauhan, tak berbuat apa-apa. Dia sungguh ingin memilikinya, sangat ingin memilikinya, tetapi ternyata cewek itu sudah mempunyai seorang kekasih.


Cinta yang terpendam ini, cinta yang telah dipendamnya selama hidupnya, akhirnya meledak. Cowok itu nekat menculik sang cewek untuk dijadikan pengantinnya. Cewek itupun tidak bisa berbuat apa-apa. Sang cowok telah kehilangan akal sehatnya. Bila perlu, dia akan membunuh cewek itu, karena dia berpikir bila hanya dia yang berhak memiliki cewek itu.


Namun, sang kekasih tidak tinggal diam begitu saja (diperankan Adly Fairuz). Dia kelabakan mencari ceweknya yang hilang. Dia sudah berusaha mencari kemana-mana bersama polisi. Dan, pada akhirnya terdapat suatu petunjuk yang mengarahkan pengejaran mereka ke sebuah gudang tempat ceweknya disekap.


Sementara itu, sang cowok tersadar. Dia pun melepaskan ikatan cewek itu. Beberapa detik setelahnya, cowok itu roboh dan meninggal terkena tembakan polisi …


Suatu akhir yang tragis. Sungguh, aku nggak ngerti dengan semuanya! Ya, aku tahu cowok itu salah, tetapi bukan berarti polisi boleh begitu saja menembak. Tidak ada perlawanan dari sang cowok. Satu nyawa melayang karena rasa cinta yang mendalam. Hal itu terasa sangat tidak adil.


Aku saja belum pernah mengalami cinta mati seperti itu. Masih banyak hal lain yang harus kupikirkan. Mungkin, cinta yang begitu dalam … bila kekasihnya meminta nyawanya, tentu akan diberikannya dengan senyuman. Ya Tuhan, sampai sebegitunya!


Puisi Tak Jadi

Seringku memimpikanmu, bukanlah kesalahan

Seringku memikirkanmu, bukanlah masalah

Jika hanya ada rasa hambar atau pahit

Bayagmu melangkah pasti menjauhiku

Meraba, mencari bentuk cintaku padamu

Kamu tahu?


Bila kuterperosok ke dalam jurang

ampir menemui kematian,

Bercumbu dengan maut

Atu tahu, kau akan tersenyum

mencemooh

Tak mau menarikku dalam

Kau berharap bahwa aku tak pernah ada


Gumpalan cinta yang meronta mencari asa

Isyaratkan bahasa asa hati manusia

Laksana gerimis yang berpisah dengan pelangi

Angkasa yang tak berlumur kasih rembulan

Nuansa ini!

Gemuruh ombak menghempasku, kasar


Aku ingin mereka bahagia

Nyata, tidak

Aku menjadi beban

Tak mampu beri kebanggaan


Maafkan …

Karena aku hanya seorang bodoh

Tak mengerti apapun

Tak mampu dalam apapun

Hanya jadi penghalang


Bila kupu-kupu telah mengepakkan sayap indahnya

Membius penghuni taman hingga terpana

Lebah hanya menangis menahan lara

Iri yang tak lagi tertahan

Menggerogoti sekeping hati, mulai menghitam

Mulai menghilang


Embun, bukankah kau ikut bersedih untukku?

Kita meneteskan air mata bersama

Meratapi diri yang tak berguna

Sudah tak ada harapan

Hanya kesuraman yang menanti


Dan, bila luka menjemput hati

Membawanya pergi menuju sudut gelap

Pelangi pun menghilang tertelan awan

Adakah tersisa jawab?


Kota Tertutup? Jakarta (II)

Patrick Geddes, seorang ahli tata kota yang terkenal, dalam Encyclopedia of Urban Planning membagi pemekaran dan pembangunan kota dalam enam tahapan dimana terjadi interaksi antara faktor-faktor pembangunan kota dan kemerosotan kota, yaitu dimulai dari tahap Eopolis, Polis, Metropolis, Megapolis, Tyranopolis, dan Nekropolis.


Tahap pertama Eopolis menunjukkan perkembangan desa yang sudah teratur dan merupakan organisasi masyarakat dengan ciri-ciri perkotaan. Bentuk inimerupakan tahapan transisi dari kehidupan desa yang tradisional yang umumnya terpencil dikelilingi oleh lahan persawahan tetapi dengan keramaian kehidupan kota. Kemudian, menyusul tahap Polis dimana kehidupan kota yang sudah umum kita kenal di Indonesia dan yang nantinya akan mekar menjadi kota besar yang biasa lebih dikenal dengan sebutan Metropolis. Karena Polis masih bercirikan dan berorientasi ke arah agraris, sedang Metropolis lebih berarah ke ndustri.


Sekalipun Indonesia belum mengenal tahap-tahap selanjutnya seperti yang disebutkan oleh Geddes, tetapi ada baiknya kalau kita juga tahu bahwa kota Metropolis akan mekar terus da menjurus ke kota Megapolis. Kota yang besar seperti Jakarta, kota yang telah mencapai titik untuk mulai merosot dalam berbagai seginya dan akhirnya akan menuju ke bentuk kota yang disebut sebagai Tyranopolis, dimana kehidupan kota sudah dikuasai oleh kaum tirani. Kehidupan kota ini akan mengalami kemacetan-kemacetan, kekacauan pelayanan. Keadaan ini akan mendoronng kota itu menjurus pada perkembangan yang disebut Nekropolis, yaitu sebuah situasi dimana kota-kota itu sudah tidak lagi bisa diatasi pengelolaannya dan mengalami tanda-tanda kematian. Kota pun akan kehilangan semua fungsi kontrolnya, dan seterusnya akan menjadikan kota itu kehilangan jiwa.


Kalau Geddes melihat perkembangan kota dari segi kemerosotan hidupnya, lain lagi dengan Constantinos Doxiades, filsuf perkotaan itu melihat pemekaran kota dari pemekaran areal lahannya. Ia meramalkan bahwa kota Metropolis akan berkembang menjadi Megapolis, kota yang maha besar akhirnya akan berkembang menjadi Ecumenepolis, yaitu apabila kota-kota besar itu makin mekar dan saling menyambung tanpa terasa lagi batas antara satu kota dengan kota lainnya. Kota Jakarta dan Surabaya misalnya, sudah berkembang dengan pesat. Kota-kta besar diantaranya pun, sudah terpengaruh dan mengembangkan dirinya. Semua kota-kota tersebut kemudian akan sambung menyambung sepanjang pantai utara Jawa.


Banyak ahli tata kota lainnya yang melihat pemekaran kota bukan dari dampak kemerosotan lingkungannya atau luas arealnya. Namun, misalnya dari peran-peran kota itu dalam hubungan fungsinya dalam konteks membahagiakan penduduknya. Metropolis yang sudah makin sumpek dan semrawut tu bisa menjurus menjadi Miseropolis, kota yang membuat penduduknya begitu menderita.


Memang banyak pula ahli yang mengkritik pesimisme Geddes dan konsep Miseropolis-nya. Mereka mengemukakan suatu faham pula, bahwa kota dapat berkembang secara optimis dan teknologi dapat mengatasi semua masalah yang dihadapi kota-kota yang kian mekar itu.


Menanggapi optimisme demikian, Barbara Ward, dalam epilog buku The Exploding Cities, mengemukakan bahwa ada dua asumsi yang banyak dipegang orang.


Pertama, adanya tanggapan bahwa proses kemajuan teknologi berjalan lurus secara terus-menerus, dan teknologi dapat memecahkan semua masalah manusia. Jadi, perkembangan menuju urbanisme adalah sejalan dengan kemajuan kota itu sendiri. Kedua, adanya anggapan bahwa kota-kota yang berkembang di masyarakat dengan teknologi maju merupakan contoh kemajuan dan perkembangan, sehingga semua perkembangan kota-kota perlu juga menuju ke pola urban demikian.


Namun, Ward mengemukakan pula bahwa kedua anggapan di atas perlu ditinjau kembali. Sebab, pada akhir abad 20 ini, ternyata sesuatu yang berbeda sekali dari kedua anggapan di atas justru telah menimpa kota-kota dunia. Karena itu, kita perlu mencari pemecahannya untuk menghindari kehancuran yang bakal tidak bisa dielakkan lagi kalau perkembangan dan pemekaran kota itu dibiarkan berlarut-larut dengan sendirinya.


Sumber:

Ahmad, Ahmaddin. 2002. Re_Desain Jakarta: Tata Kota Tata Kita 2020. Jakarta: Kota Kita Press.