Jumat, 04 Juli 2008

Disfungsi Polder Tawang

Kota Semarang merupakan pusat perdagangan, pusat bisnis dan pemerintahan di Jawa Tengah. Kota ini sudah berkembang dari zaman kerajaan-kerajaan Islam sebagai pusat perdagangan. Namun, pertumbuhan ekonomi Kota Semarang sebagai pusat perdagangan mengalami gangguan dengan adanya bencana banjir dan rob yang selalu terjadi setiap tahun.

Berdasarkan kondisi geografisnya, kota yang terletak di pesisir pantai Pulau Jawa ini memiliki daerah-daerah potensi banjir. Banjir ini merupakan banjir kiriman dari wilayah selatan Kota Semarang dan juga Kabupaten Semarang. Bencana banjir telah menyebar hampir ke setengah dari luas wilayah Kota Semarang. Pemerintah daerah pun telah berupaya melakukan pembangunan fisik untuk menanggulangi banjir, tetapi dari seluruh pembangunan yang sudah dilakukan belum diperoleh hasil yang memuaskan. Padahal, alokasi dana pembangunan yang dikeluarkan cukup besar.

Penyebab terjadinya banjir dan rob pun ada berbagai macam. Beberapa di antaranya adalah adanya sistem drainase yang belum berfungsi secara maksimal, kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai, sedimentasi dari hulu yang akan mengurangi kapasitas sungai, kanal, dan muara di sepanjang pantai, kerusakan pintu air dan talut. Selain itu, masih ditambah dengan alih fungsi daerah rawa menjadi kawasan industri, perumahan dan kawasan terbangun lain yang menyebabkan hilangnya kapasitas penyangga (buffering capacity), serta kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan fungsi drainase.

Air genangan (rob) merupakan air yang berasal dari pasang air laut dan menimpa wilayah Semarang bagian utara. Rob tersebut terjadi mulai dari Tanah Mas, Bandarharjo, Kuningan, Tawang, Pelabuhan Tanjung Emas, Kemijen, Jalan Kolonel Soegiono, Jalan Agus Salim hingga Jalan Pengkuran. Bahkan, wilayah perkotaan yang semula aman, kini mulai menjadi tergenang. Di sekitar kawasan Pasar Johar, misalnya, genangan air telah menjadi suatu pemandangan yang biasa.

Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara membangun polder, misalnya Polder Tawang. Polder ini dibangun pada tahun 2000 dan mempunyai luas sekitar 1.3 hektar.

Polder selalu diidentikkan dengan negara kincir angin, yaitu Belanda, dimana seperempat dari luas wilayahnya berada di bawah permukaan air laut. Yang perlu untuk diketahui, Belanda mempunyai lebih dari 3000 polder yang tersebar di penjuru negeri.

Bahkan, sebelum ditemukannya mesin pompa, kincir angin telah digunakan untuk menaikkan air dari suatu polder ke polder lain yang lebih tinggi. Pada daerah polder, air buangan (air kotor dan air hujan) dikumpulkan pada suatu badan air (sungai dan situ), yang kemudian dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut.

Kita perlu banyak belajar dari negara ini dalam hal penanggulan banjir, yang sudah kenyang bergulat memerangi banjir sejak abad ke-17 karena morfologi alamnya sebagian besar yang berupa rawa dan dataran rendah. Di negara ini, ancaman banjir datang secara rutin dari laut melalui gelombang pasang dan ganasnya badai Laut Utara, ataupun dari luapan sungai Ijssel, Maar, dan Rijn akibat mencairnya es di hilir sungai pada akhir musim dingin.

Sistem polder dipakai untuk mengeluarkan air dari dataran rendah dan juga menangkal banjir di wilayah delta dan daerah aliran sungai. Di negara ini, rencana penanganan banjir ditetapkan pada level nasional, provinsi, dan kotapraja. Terdapat Badan Manajemen Air yang sejajar dengan pemerintahan lokal dan berperan khusus dalam perencanaan, manajemen aktivitas yang berkait dengan air, juga upaya mitigasi bencana banjir.

Upaya penanganan banjir juga melibatkan masalah penyediaan perumahan, tempat kerja, suplai air minum, pertanian, lingkungan ekologis, galian mineral, bahkan pariwisata dan rekreasi. Sungai Rijn (Rheine) yang menyebabkan banjir adalah lintasan jalur wisata perahu pesiar yang bermula di Swis, melewati Jerman dan berakhir di Belanda.

Polder dapat didefinisikan sebagai sekumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan hidrologis artifisial yang dikelilingi oleh tanggul. Tanggul yang mengelilingi polder dapat berupa pemadatan tanah dengan lapisan kedap air, dinding batu, ataupun berupa konstruksi beton. Sedangkan menurut Kasi Operasional dan Pemelihaaan Pengairan DPU Kota, Ir. Fauzi, MT, secara sederhana, polder merupakan jaringan drainase di suatu kawasan, yang terisolasi atau terlindung dari banjir dan genangan, termasuk akibat naiknya muka air laut (rob).

Pembangunan polder mempunyai tujuan untuk mencegah suatu daerah dari banjir dan rob. Sedangkan tujuan dibangunnya sistem polder Tawang adalah untuk memproteksi air limpahan dari luar kawasan dan mengendalikan muka air di Kota Lama. Sebagaimana yang telah diketahui, Kota Lama merupakan suatu wilayah cagar budaya yang meninggalkan banyak bangunan bersejarah, antara lain Stasiun Besar Semarang Tawang, Gereja Bleduk, Kelenteng Ganglombok, dan rumah-rumah kuno lain. Apabila permasalahan banjir dan rob tidak segera diatasi, dikhawatirkan hal tersebut akan berdampak pada pengurangan jumlah wisatawan, baik wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung ke polder tersebut.

Karena itu kita perlu mencermati tiga hal positif berkaitan dengan pembangunan polder tersebut :

  • Memberikan ruang terbuka bagi masyarakat sekitar. Lingkungan yang semula terkesan "hitam" kumuh dan menyeramkan menjadi lebih tertata sehingga dapat menghidupkan kembali citra Kota Lama.
  • Kolam bisa berfungsi sebagai obyek rekreasi keluarga dan tempat interaksi sosial masyarakat, setidaknya sebagai alternatif tempat hiburan setelah Simpanglima.
  • Penyediaan air untuk mananggulangi kebakaran dan penyiraman tanaman kota.

Namun, yang patut disayangkan, polder yang dibangun dengan menggunakan dana 7 miliyar ini belum dapat berfungsi secara optimal. Apabila terjadi hujan yang deras, pompa-pompa yang ada di sana seringkali tidak bisa mengatasi genangan yang timbul. Hal ini memang tidak bisa terlepas dari faktor pompa yang jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan ideal yang direncanakan, juga dikarenakan oleh adanya air yang masuk ke Polder Tawang tersebut juga berasal dari daerah lain, seperti dari Jalan Pengapon dan Ronggowarsito. Padahal, pada awalnya kolam polder dibuat hanya untuk menampung buangan air dari Kota Lama dan sekitarnya.

Secara lebih jelas, pembangunan Polder Tawang membawa konsekuensi terhadap pengeluaran dana pemerintah yang sangat besar, dan membutuhkan waktu yang lama di dalam pembebasan lahan, pembangunan fisik maupun untuk pengadaan dan perawatan mesin-mesin dan peralatan. Adapun komponen sistem polder ini terdiri dari tanggul, pintu air, saluran, kolektor, pompa air dan kolam retensi.

Usaha yang dilakukan oleh pemerintah dengan membangun polder dan pompa-pompa air sudah selayaknya dihargai, walaupun kita melihat bahwa solusi tersebut masih bersifat parsial, lokal, dan berjangka pendek. Jadi, pada intinya, apabila sumber masalahnya tidak segera diantisipasi, dalam jangka panjang, polder dan pompa tidak akan mampu mengatasi gelombang rob yang semakin besar.

Meskipun demikian, setidaknya keberadaan Polder Tawang mampu mengurangi tinggi dan luas genangan rob. Polder tersebut dapat menampung 39000 m2 air. Usaha-usaha seperti itu, dapat mengurangi ketinggian, jangka waktu, dan luas genangan air.

Pengelolaan sistem polder ini memerlukan penanganan yang cukup sulit, terutama di dalam menjaga kebersihan dan pemanfaatan kolam retensi sebaik-baiknya. Selain dari limbah yang berasal dari rumah tangga, air dari polder tersebut juga dapat pula berasal dari limbah pabrik, sehingga dikhawatirkan limbah tersebut akan menimbulkan pencemaran air dan menimbulkan bau busuk di sekitar kolam retensi.

Sistem polder dapat dioptimalkan dengan adanya pemasangan tanggul pengaman untuk kawasan rendah dan mengembangkan drainase di perkotaan, guna mengurangi kawasan banjir akibat genangan air. Polder Tawang tentu tidak dapat mengatasi banjir dan rob sendirian. Bahkan, pompa-pompa air di Polder Tawang tidaklah mencukupi, sehingga sangat perlu diadakan normalisasi saluran dan penambahan kapasitas pompa pada sejumlah lokasi yang rawan banjir dan rob.

Selain upaya struktural, upaya non-struktural juga sangat penting di dalam mengembangkan pendidikan bagi masyarakat luas. Misalnya, adanya pembangunan kesadaran masyarakat untuk lebih memiliki kepedulian lingkungan terhadap fungsi drainase.

Berkurangnya kemampuan sungai dan kanal selama ini, disebabkan oleh pembuangan sampah seperti plastik, kardus, dan sampah padat lain. Berbagai sampah ini tentu akan menghalangi aliran air, baik dari air hujan maupun air laut karena pasang yang mengalami kenaikan.

Selain itu, rob justru menjadi semakin parah karena respons masyarakat dan pemilik bangunan yang terkena rob tersebut bersifat individual. Rumah, toko, kantor, industri berlomba-lomba meninggikan daerahnya. Hal ini menjadikan daerah yang tidak ditinggikan akan kebanjiran.

Upaya lainnya adalah dengan memperbanyak penanaman pohon. Pemerintah juga diharapkan menggunakan ­grass-block dan pemasangan paving-block yang menyebabkan air dapat meresap ke dalam tanah, dan tidak mengalami runoff. Adanya daerah resapan yang tidak terlalu luas, tetapi jumlahnya banyak dan tersebar di seluruh penjuru kota, akan memberikan konstribusi yang efektif dalam meresapkan air. Setidaknya, usaha-usaha tersebut dapat meminimalkan kerugian akibat banjir.

Sumber:

http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1571&Itemid=32

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_15/artikel_3

http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2915&Itemid=1

http://suaramerdeka.com/harian/0506/05/nas02.htm

http://www.fwi.or.id/indexasli.php?link=news&id=1288

http://www.suaramerdeka.com/harian/0411/19/opi2.htm

http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/umum/1id51749.html

http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/27/kot06.htm

http://www.smeru.or.id/newslet/2003/ed07/200307brief.htm

http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/02/kot10.htm

http://www.suaramerdeka.com/harian/0406/17/kot01.htm

http://www.suaramerdeka.com/harian/0406/20/kot03.htm

http://www.unika.ac.id/kronik/2006/17032006.pdf

http://digilib.ampl.or.id/detail/detail.php?row=&tp=artikel&ktg=banjirluar&kd_link=&kode=1619

1 komentar:

  1. adakah daftar pustaka dari Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)?

    BalasHapus