Jumat, 12 September 2008

Dear Diary


Dear adikku,

Aku tahu kamu marah padaku

Aku tahu kamu kecewa padaku

Aku tahu bila aku salah

Aku tahu kalau aku tidaklah pantas menjadi kakakmu

Aku tahu bahwa aku tidak pantas menjadi apapun bagimu

Kamu boleh mengacuhkanku,

tidak menganggapku sebagai saudaramu,

tetapi kuingin kau mengerti selamanya engkau tetaplah adikku


Adikku,

aku memang tidaklah sesempurna dirimu yang cantik, baik hati,

dan disayangi oleh semua orang, ayah,ibu, teman-temanmu

Sedangkan, aku tidak punya teman

Hanya kaulah temanku

Entahlah bila kau tidak pernah menganggapku sebagai teman


Adikku,

aku memang jelek, tidak layak untuk berada di sampingmu

menemanimu

Ya, aku hanya bisa memandangmu dari jauh,

melihatmu tertawa bahagia

Sungguh …

Aku senang melihatmu bahagia



Dear Ibu,

Ibu, engkau adalah segalanya bagiku. Engkau telah rela mengandungku selama 9 bulan 10 hari. Engkau telah rela merawatku dari bayi hingga sekarang. Pada saat aku sakit, engkau senantiasa berjaga di sampingku.


Ibu, engkau sangatlah baik padaku. Engkau sangat pengertian padaku. Engkau selalu menjawab masalah demi masalah yang kuhadapi. Terima kasih, Ibu! Tanpamu, aku tidak akan pernah melihat indahnya dunia. Tanpa kebaikan hatimu, mungkin aku sudah berakhir di tempat sampah. Jasa-jasamu tidak akan pernah dapat kubayar walau dengan mengorbankan jiwa dan ragaku.

Namun, maafkan aku, Ibu! Kadang, aku meragukan cintamu padaku. Aku merasa bila engkau lebih menyayangi adik. Membagi cinta yang berat sebelah.


Kuingin, kali ini … ada yang mengerti tentang diriku. Namun, kali ini pula engkau tidak berada di sisiku. Ibu, engkau tidak mengerti betapa tersiksanya saat mengetahui kenyataan bahwa engkau telah pergi dan memilih untuk bersama dengan adikku. Kini, tinggallah hatiku yang kosong, hampa, penuh sayatan luka, penuh duri, penuh kepedihan.



Dear diriku,

Aku ragu, apakah aku masih memiliki rumah untuk kembali …

Bukankah di sana sudah ada adikku yang sempurna …

Bersama ayah dan ibu menjadi sebuah keluarga yang bahagia …

Tanpa diriku!

Tanpa diriku pun, mereka takkan merasa kehilangan …

Mereka telah memiliki adikku yang sempurna …

Dan, aku hanyalah sampah yang selalu siap untuk dibuang …

Kapanpun mereka mau …

Seperti ampas?

Apakah aku tidak memiliki arti bagi mereka?

Untuk apa sebenarnya aku hidup di dunia ini?

Kukira, aku sudah mendapatkan tempat di rumah itu

Ternyata, aku salah

Mungkin, bagi mereka aku hanyalah seorang pembantu


Aku hancur … hingga tak bersisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar