Hal-hal yang berkaitan dengan TKI yang bekerja di luar negeri, dapat dirumuskan menjadi beberapa elemen utama, antara lain :
Migrasi Antarprovinsi
Secara berkala, Presiden Soekarno berpidato mengenai masalah persebaran penduduk di Indonesia yang tidak merata ternyata menjadi beban berat daripada membahas tentang pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ada perbedaan kepadatan penduduk di Jawa, Madura, dan Bali dengan luar Jawa pada 1990, dan sebanyak 61,5% penduduk Indonesia mendiami Jawa. Padahal, luas ketiga pulau tersebut hanya 6,9% dari total luas wilayah Indonesia. Kejadian ini menggambarkan bahwa terdapat variasi SDA dan kondisi alam yang berbeda antarprovinsi di Indonesia. Yang lebih jauh, ada pendapat yang menyatakan bahwa luar Jawa itu ‘kosong’. Pendapat itu benar-benar salah, jika Sumatera berdiri sebagai negara, maka Sumatera aka menempati urutan ke-28 dalam jumlah penduduk terbesar di dunia (37 juta penduduk).
Ada bagian-bagian luar Jawa yang sangat potensial untuk dikembangkan. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan dalam hal pendistribusian penduduk Indonesia, yaitu dengan mengadakan program migrasi besar-besaran. Program tersebut dilaksanakan karena pemerintah harus mencari daerah-daerah yang dianggap potensial. Selain itu, juga dibutuhkan biaya yang besar untuk memindahkan penduduk ke luar Jawa. Indonesia mempunyai program transmigrasi ke luar Jawa berdasar tujuan utama supaya terjadi perkembangan-perkembangan daerah luar Jawa, bukan sekedar berurusan dengan pendistribusian penduduk.
Pada abad ini, pertumbuhan penduduk Jawa semakin rendah apabila dibandingkan dengan luar Jawa. Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di Jawa semakin berkurang, dari 67% pada saat kemerdekaan menjadi 60% pada sensus 1990. Hal tersebut disebabkan oleh 1,29 juta keluarga (sekitar 5 juta jiwa) yang bertransmigrasi ke luar Jawa pada akhir 1970 dan awal 1980. Namun, kebijakan pemerintah yang berubah pada akhir 1980, yang memfasilitasi investor asing maupun dalam negeri untuk menanamkan modalnya, membuat pertumbuhan penduduk di Jawa menjadi tidak stabil. Antara 1985 hingga 1990, jumlah penduduk yang masuk ke Pulau Jawa (773.789) hampir sama dengan penduduk yang pindah ke luar Jawa (972.340).
Data sensus di Indonesia hanya mampu mendeteksi migrasi yang bersifat permanen di 27 provinsi. Walaupun demikian, pola keruangan dari migrasi ini mempunyai implikasi yang penting dalam segi demografi, sosial, dan ekonomi. Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan daerah asal terbesar para migran yang bertransmigrasi ke luar Jawa (terutama ke Sumatera Selatan) dan Jakarta.
Jakarta menjadi tujuan utama migrasi dari berbagai provinsi lain, tidak hanya dari Jawa, tetapi juga berasal dari luar Jawa. Pola migrasi ini merupakan alasan utama penyebab terjadinya perbedaan pertumbuhan penduduk antarprovinsi, meskipun perbedaan antara tingkat kelahiran dan kematian juga penting.
Perbedaan utama dalam tingkat pertumbuhan penduduk dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Migrasi legal cenderung memilih Arab Saudi sebagai tempat tujuan, dengan sebagian besar TKW yang bekerja sebagai PRT.
- Terjadi peningkatan TKW yang bekerja sebagai PRT di Singapura, Hong Kong, dan Malaysia.
- Sebagian besar tenaga kerja dari Indonesia tidak memiliki ketrampilan yang memadai.
- Migrasi ke Malaysia dibanjiri oleh kaum pria, tetapi migrasi kaum wanita juga telah menjadi semakin penting.
- Banyak migran yang telah lama lama bekerja di Malaysia tidak kembali ke Indonesia.
- Di Pulau Jawa, Jawa Barat merupakan provinsi dengan pengiriman TKI legal yang terbesar. Sedangkan, TKI ilegal pada umumnya berasal dari daerah timur Indonesia, Sulawesi Selatan, dan Sumatra, serta Jawa Timur.
- Tidak ada data yang akurat mengenai pembayaran gaji TKI, tetapi pemerintah mengindikasikan bahwa US $ 1,2 milyar masuk ke Indonesia selama Repelita V. jumlah tersebut belum termasuk uang yang dikirim oleh para TKI ilegal.
Migrasi Antarprovinsi
Secara berkala, Presiden Soekarno berpidato mengenai masalah persebaran penduduk di Indonesia yang tidak merata ternyata menjadi beban berat daripada membahas tentang pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ada perbedaan kepadatan penduduk di Jawa, Madura, dan Bali dengan luar Jawa pada 1990, dan sebanyak 61,5% penduduk Indonesia mendiami Jawa. Padahal, luas ketiga pulau tersebut hanya 6,9% dari total luas wilayah Indonesia. Kejadian ini menggambarkan bahwa terdapat variasi SDA dan kondisi alam yang berbeda antarprovinsi di Indonesia. Yang lebih jauh, ada pendapat yang menyatakan bahwa luar Jawa itu ‘kosong’. Pendapat itu benar-benar salah, jika Sumatera berdiri sebagai negara, maka Sumatera aka menempati urutan ke-28 dalam jumlah penduduk terbesar di dunia (37 juta penduduk).
Ada bagian-bagian luar Jawa yang sangat potensial untuk dikembangkan. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan dalam hal pendistribusian penduduk Indonesia, yaitu dengan mengadakan program migrasi besar-besaran. Program tersebut dilaksanakan karena pemerintah harus mencari daerah-daerah yang dianggap potensial. Selain itu, juga dibutuhkan biaya yang besar untuk memindahkan penduduk ke luar Jawa. Indonesia mempunyai program transmigrasi ke luar Jawa berdasar tujuan utama supaya terjadi perkembangan-perkembangan daerah luar Jawa, bukan sekedar berurusan dengan pendistribusian penduduk.
Pada abad ini, pertumbuhan penduduk Jawa semakin rendah apabila dibandingkan dengan luar Jawa. Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di Jawa semakin berkurang, dari 67% pada saat kemerdekaan menjadi 60% pada sensus 1990. Hal tersebut disebabkan oleh 1,29 juta keluarga (sekitar 5 juta jiwa) yang bertransmigrasi ke luar Jawa pada akhir 1970 dan awal 1980. Namun, kebijakan pemerintah yang berubah pada akhir 1980, yang memfasilitasi investor asing maupun dalam negeri untuk menanamkan modalnya, membuat pertumbuhan penduduk di Jawa menjadi tidak stabil. Antara 1985 hingga 1990, jumlah penduduk yang masuk ke Pulau Jawa (773.789) hampir sama dengan penduduk yang pindah ke luar Jawa (972.340).
Data sensus di Indonesia hanya mampu mendeteksi migrasi yang bersifat permanen di 27 provinsi. Walaupun demikian, pola keruangan dari migrasi ini mempunyai implikasi yang penting dalam segi demografi, sosial, dan ekonomi. Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan daerah asal terbesar para migran yang bertransmigrasi ke luar Jawa (terutama ke Sumatera Selatan) dan Jakarta.
Jakarta menjadi tujuan utama migrasi dari berbagai provinsi lain, tidak hanya dari Jawa, tetapi juga berasal dari luar Jawa. Pola migrasi ini merupakan alasan utama penyebab terjadinya perbedaan pertumbuhan penduduk antarprovinsi, meskipun perbedaan antara tingkat kelahiran dan kematian juga penting.
Perbedaan utama dalam tingkat pertumbuhan penduduk dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Penduduk Jawa mempunyai angka pertumbuhan penduduk yang rendah selama 1980 – 1,8% per tahun pada awal 1980 (apabila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Indonesia; 2,2%). Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat kelahiran di Jawa, juga banyaknya penduduk yang bertransmigrasi ke luar Jawa.
- Jakarta tercatat sebagai kota dengan angka pertumbuhan penduduk yang sangat rendah pada akhir 1980 – 0,9%, apabila dibandingkan dengan 4% per tahun (lebih dari setengah abad yang lalu). Adapun, penyebab rendahnya angka pertumbuhan penduduk tersebut adalah : a) Perkembangan permukiman di Jakarta melebar ke kabupaten-kabupaten di Jawa Barat, Bogor, Tangerang, Bekasi. Pemerintah memperkirakan bahwa setangah juta pekerja nglaju ke Jakarta dari Jawa Barat, b) Banyak penduduk Jakarta yang bermigrasi ke pusat ibukota, tetapi tidak tercatat dalam sensus. Ketika sensus diadakan, penduduk tersebut mengatakan bahwa rumahnya merupakan tempat yang biasa dia tinggali sebelumnya, c) Sebagai tambahan, banyak orang yang bekerja di pusat kota meninggalkan keluarganya di pinggiran kota. Oleh karena itu, penduduk yang bekerja di Jakarta tidak ikut dihitung pada saat dilakukan sensus.
- Jawa Barat mempunyai angka pertumbuhan penduduk sebesar 2,8%, dua kali lipat lebih besar daripada provinsi-provinsi lain. Hal tersebut dikarenakan adanya angka kelahiran yang tnggi dan luapan penduduk dari luar Jakarta.
- Provinsi lain di Jawa memiliki angka pertumbuhan penduduk yang rendah. Pada 1985 hingga 1990 – dilaporkan bahwa penduduk Yogyakarta berkurang disebabkan rendahnya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk ke luar Jawa, Jawa Barat – Jakarta.
- Ada perbedaan pada pertumbuhan penduduk di Sumatera. Penduduk Lampung tidak mengalami peningkatan penduduk antara 1985 – 1990 setelah mengalami pertambahan sebanyak 5% beberapa dekade yang lalu. Hal tersebut dikarenakan oleh keputusan pemerintah pada awal 1980an untuk menghentikan transmigrasi dari Jawa ke Lampung. Alasan lain adalah pembukaan akses jalan baru ke Bengkulu, sehingga Bengkulu pun mempunyai angka pertumbuhan penduduk yang paling tinggi pada 1980an. Pada akhir 1980, pertumbuhan penduduk Bengkulu mencapai 4,6% per tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar