1. Pendahuluan
Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah adalah cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/penampungan sampah dari sumber timbulan sampah sampai ketempat pengumpulan semantara/stasiun pamindahan atau sakaligus ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan kota atau swadaya masyarakat (sumber sampah, badan swasta atau RT/RW).
Pengikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh tingkat kemampuan pihak kota dalam memikul beban masalah persampahan kotanya.
Dalam teknis operasional pengelolaan sampah biaya untuk kegiatan pengumpulan sampah dapat mencapai 40 % dari total biaya operasional. Karenanya perlu diupayakan suatu teknik pengumpulan yang efektif dan efisien, termasuk pertimbangan terhadap tempat penyimpanan sampah, agar biaya operasi dapat ditekan serendah mungkin.
2. Permasalahan Pengumpulan Sampah
Salah satu permasalahan di dalam aspek teknis operasional yang umumnya masih dijumpai adalah terbatasnya jumlah peralatan persampahan (termasuk didalamnya peralatan pengumpulan), pemeliharaan yang belum terencana dengan baik serta belum adanya metode operasi yang sesuai.
Pada hampir seluruh kota-kota besar dan sedang di Indonesia, dijumpai sisa-sisa sampah tidak terangkut yang disebabkan oleh belum efisiensinya cara-cara pengumpulan sampah yang diterapkan. Hali ini lebih jauh akan membawa dampak negative terhadap kesehatan masyarakat.
Pengumpulan sampah merupakan kegiatan yang padat karya dan proses yang paling mahal dibandingkan dengan proses-proses lain di dalam pengelolaan sampah. Pada kenyataannya biaya untuk pengumpulan terus meningkat dari waktu ke waktu dengan munculnya daerah-daerah kumuh yang harus dilayani sebagai akibat dari proses urbanisasi.
Secara lebih mendetail permasalahan-permasalahan yang umumnya dijumpai pada sistem pengumpulan ini adalah :
a. Penggunaan waktu kerja yang tidak efisien karena keterlambatan mulai bekerja, lamanya waktu memuat dan membongkar, hilangnya waktu dan lain-lain.
b. Penggunaan kapasitas muat yang tidak tepat, misalnya terlalu penuh pada rit 1 dan kosong pada rit berikutnya. Muatan yang terlalu penuh membuat kendaraan cepat rusak.
c. Jenis pewadahan yang tidak tepat, tidak seragam dan standar sehingga memperlambat proses pengumpulan sampah oleh petugas pengumpul.
d. Rute pelayanan yang belum optimum, sehingga tidak diperoleh penghematan waktu untuk operasi pengumpulan.
e. Tingkah laku petugas dan kerja sama masyarakat yang kurang baik, seperti misalnya kerjasama antara petugas dan masyarakat serta effisiensi kerja petugas kurang baik.
f. Aksebilitas yang kurang baik, seperti misalnya jalan-jalan yang terlalu sempit, kondisi jalan yang rusak, kemacetan dan lain-lain.
3. Operasi Pengumpulan Sampah
Pada dasarnya pengumpulan sampah dapat dikelompokkan dalam 2 pola pengumpulan :
a. Pola individual langsung
Pengumpulan dilakukan oleh petugas kebersihan yang mendatangi tiap-tiap bangunan/sumber sampah (door to door) dan langsung diangkut untuk dibuang di Tempat Pembuangan Akhir. Pola pengumpulan ini menggunakan kendaraan truck sampah biasa, dump truck atau compactor truck.
b. Pola individual tidak langsung
Daerah yang dilayani kedua cara tersebut diatas umumnya adalah lingkungan pemukiman yang sudah teratur, daerah pertokoan, tempattempat umum, jalan dan taman. Transfer Depo tipe I, tipe II atau tipe III, tergantung luas daerah yang dilayani dan tersedianya tanah lokasi.
c. Pola komunal langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah (rumah tangga, dll) ke tempat-tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan atau langsung ke truck sampah yang mendatangi titik pengumpulan (semacam jali-jali di jakarta)
d. Pola komunal tidak langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah (rumah tangga dll ) ke tempat-tempat yang telah disediakan/ditentukan (bin/tong sampah komunal ) atau langsung ke gerobak/becak sampah yang mangkal pada titik - titik pengumpulan komunal. Petugas kebersihan dengan gerobaknya kemudian mengambil sampah dari tempat - tempat pengumpulan komunal tersebut dan dibawa ke tempat penampungan sementara atau transfer depo sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir dengan truck sampah. Bila tempat pengumpulan sampah tersebut berupa gerobak yangmangkal, petugas tinggal membawanya ke tempat penampungan sementara atau transfer depountuk dipindahkan sampahnya ke atas truck.
Sumber : Perencanaan Kota Indonesia
Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah adalah cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/penampungan sampah dari sumber timbulan sampah sampai ketempat pengumpulan semantara/stasiun pamindahan atau sakaligus ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan kota atau swadaya masyarakat (sumber sampah, badan swasta atau RT/RW).
Pengikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh tingkat kemampuan pihak kota dalam memikul beban masalah persampahan kotanya.
Dalam teknis operasional pengelolaan sampah biaya untuk kegiatan pengumpulan sampah dapat mencapai 40 % dari total biaya operasional. Karenanya perlu diupayakan suatu teknik pengumpulan yang efektif dan efisien, termasuk pertimbangan terhadap tempat penyimpanan sampah, agar biaya operasi dapat ditekan serendah mungkin.
2. Permasalahan Pengumpulan Sampah
Salah satu permasalahan di dalam aspek teknis operasional yang umumnya masih dijumpai adalah terbatasnya jumlah peralatan persampahan (termasuk didalamnya peralatan pengumpulan), pemeliharaan yang belum terencana dengan baik serta belum adanya metode operasi yang sesuai.
Pada hampir seluruh kota-kota besar dan sedang di Indonesia, dijumpai sisa-sisa sampah tidak terangkut yang disebabkan oleh belum efisiensinya cara-cara pengumpulan sampah yang diterapkan. Hali ini lebih jauh akan membawa dampak negative terhadap kesehatan masyarakat.
Pengumpulan sampah merupakan kegiatan yang padat karya dan proses yang paling mahal dibandingkan dengan proses-proses lain di dalam pengelolaan sampah. Pada kenyataannya biaya untuk pengumpulan terus meningkat dari waktu ke waktu dengan munculnya daerah-daerah kumuh yang harus dilayani sebagai akibat dari proses urbanisasi.
Secara lebih mendetail permasalahan-permasalahan yang umumnya dijumpai pada sistem pengumpulan ini adalah :
a. Penggunaan waktu kerja yang tidak efisien karena keterlambatan mulai bekerja, lamanya waktu memuat dan membongkar, hilangnya waktu dan lain-lain.
b. Penggunaan kapasitas muat yang tidak tepat, misalnya terlalu penuh pada rit 1 dan kosong pada rit berikutnya. Muatan yang terlalu penuh membuat kendaraan cepat rusak.
c. Jenis pewadahan yang tidak tepat, tidak seragam dan standar sehingga memperlambat proses pengumpulan sampah oleh petugas pengumpul.
d. Rute pelayanan yang belum optimum, sehingga tidak diperoleh penghematan waktu untuk operasi pengumpulan.
e. Tingkah laku petugas dan kerja sama masyarakat yang kurang baik, seperti misalnya kerjasama antara petugas dan masyarakat serta effisiensi kerja petugas kurang baik.
f. Aksebilitas yang kurang baik, seperti misalnya jalan-jalan yang terlalu sempit, kondisi jalan yang rusak, kemacetan dan lain-lain.
3. Operasi Pengumpulan Sampah
Pada dasarnya pengumpulan sampah dapat dikelompokkan dalam 2 pola pengumpulan :
a. Pola individual langsung
Pengumpulan dilakukan oleh petugas kebersihan yang mendatangi tiap-tiap bangunan/sumber sampah (door to door) dan langsung diangkut untuk dibuang di Tempat Pembuangan Akhir. Pola pengumpulan ini menggunakan kendaraan truck sampah biasa, dump truck atau compactor truck.
b. Pola individual tidak langsung
Daerah yang dilayani kedua cara tersebut diatas umumnya adalah lingkungan pemukiman yang sudah teratur, daerah pertokoan, tempattempat umum, jalan dan taman. Transfer Depo tipe I, tipe II atau tipe III, tergantung luas daerah yang dilayani dan tersedianya tanah lokasi.
c. Pola komunal langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah (rumah tangga, dll) ke tempat-tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan atau langsung ke truck sampah yang mendatangi titik pengumpulan (semacam jali-jali di jakarta)
d. Pola komunal tidak langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah (rumah tangga dll ) ke tempat-tempat yang telah disediakan/ditentukan (bin/tong sampah komunal ) atau langsung ke gerobak/becak sampah yang mangkal pada titik - titik pengumpulan komunal. Petugas kebersihan dengan gerobaknya kemudian mengambil sampah dari tempat - tempat pengumpulan komunal tersebut dan dibawa ke tempat penampungan sementara atau transfer depo sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir dengan truck sampah. Bila tempat pengumpulan sampah tersebut berupa gerobak yangmangkal, petugas tinggal membawanya ke tempat penampungan sementara atau transfer depountuk dipindahkan sampahnya ke atas truck.
Sumber : Perencanaan Kota Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar