Tahun ini, Hari Habitat Dunia mengambil tema “Planning Urban Future” atau “Merencanakan Masa Depan Perkotaan Kita”.
Peringatan itu ditandai dengan pemberian penghargaan oleh Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum bagi kota-kota yang berhasil melakukan inovasi dan kreatif dalam mengurangi perumahan kumuh.
Penilaian diberikan oleh para akademisi, anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan anggota Real Estat Indonesia (REI).
Ada sembilan kota yang dinilai berhasil mengurangi jumlah perumahan kumuh di kota-kota itu. Ke-9 kota itu, yakni Surakarta, Pekalongan, Palembang, Yogyakarta, Surabaya, Blitar, Balikpapan, Bontang, dan Tarakan.
1. Pekalongan
Pekalongan sebelumnya dikenal sebagai salah satu kantong kemiskinan di Tanah Air. Hal itu ditandai dengan banyaknya rumah tidak layak huni, seperti tidak berjendela, tidak memiliki sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK).
Sebelum 2006, ketika program rehabilitasi belum diterapkan, terdapat 5.068 unit rumah tidak layak huni di Pekalongan.
Namun kini, kondisinya telah berubah. Rumah-rumah tidak layak huni itu satu paket dengan lingkungannya telah direhabilitasi. Bahkan, program rehabilitasi yang rencana awalnya rampung pada 2014, bisa dipercepat menjadi tahun 2008.
Penyelesaian persoalan permukiman kumuh tidak berhenti sampai pada program rehabilitasi. Pemerintah Kota Pekalongan menjalankan pula program akselerasi keluarga miskin.
Program itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga yang telah mengikuti program rehabilitasi. Menurut M Basyir, Wali Kota Pekalongan, penanganan masyarakat miskin harus dimulai dari program rehabilitasi perumahan kumuh yang didiami warga.
Dia meyakini apabila warga hidup bahagia, maka produktivitas mereka akan meningkat sehingga penghasilan mereka pun akan lebih baik.
Karena keberhasilan program-program yang dijalankan, saat ini salah satu kota sentra batik Nusantara itu sering dijadikan studi banding oleh daerah lain.
Sunarti, dosen jurusan perencanaan wilayah dan kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, yang juga terlibat sebagai dewan juri mengatakan Kota Pekalongan dapat melakukan rehabilitasi perumahan kumuh karena memunyai data-data mengenai jumlah rumah kumuh dan penduduk miskin.
Meskipun terbilang sederhana, data-data itu dapat dipakai sebagai referensi untuk menjalankan rehabilitasi.
Pemerintah Kota Pekalongan juga mendirikan Badan Pemberdayaan Masyarakat yang berperan aktif dalam mengurusi permasalahan ini yang dapat bekerja lintas sektoral.
Keberhasilan program ditunjang pula karena adanya sinergi antara pemerintah dengan keinginan masyarakat.
2. Solo
Daerah lain di Jawa Tengah yang berhasil mengikuti jejak Pekalongan dalam merehabilitasi permukiman kumuhnya ialah Kota Solo atau Surakarta.
Kota itu berhasil mengurangi perumahan kumuh dan lingkungan kumuh. Melalui tangan dingin Wali Kota Solo Joko Widodo, perumahan kumuh di bantaran Kali Pepe ditata ulang.
Permukiman di sepanjang kali dimundurkan dan di pinggirnya dibuat jalan inspeksi.
Perumahan itu kemudian dilegalkan melalui pemberian surat-surat resmi. Masyarakat diberi subsidi untuk memperbaiki rumah dan fasilitas sanitasi mereka.
Bukan hanya di Kali Pepe, semua kawasan kumuh di kota itu juga ditata ulang. Penataan ulang juga berlaku terhadap tempat-tempat berjualan para pedagang kaki lima yang selama ini menambah kekumuhan kota.
Melalui pendekatan personal, wali kota secara langsung meminta para pedagang di pinggir-pinggir jalan kawasan Banjasari pindah dengan suka rela.
Setelah 50 kali pertemuan antara wali kota dengan para pedagang dari beberapa wilayah, seperti Taman Monjari, Pasar Notoharjo, dan Semanggi, mereka pun bersedia pindah tanpa harus digusur paksa atau kucing-kucingan dengan aparat.
Wali kota pun berkomitmen kepada para pedagang untuk membatasi penambahan mal dan minimarket. Kebijakan yang berpihak pada wong cilik itu tentu saja mendapat respons positif dari para pedagang.
Sunarti menyatakan keberhasilan Surakarta dalam membenahi permukiman kumuh tidak Solo tidak terlepas dari peran pemimpin daerahnya. Wali kota mampu melakukan pendekatan persuasif kepada warga.
Dialog yang positif dan terbuka serta pendekatan personal terbukti mampu menjembatani kesepahaman antara warga dan pemerintah.
Menurut Sunarti, pendekatan personal seperti yang dilakukan Wali Kota Solo patut dicontoh oleh pemimpin daerah lainnya. Pemimpin sejatinya dekat dengan rakyat dan melayani kepentingan rakyat.
Tambahan:
Dari sumber yang bisa saya percaya, dalam sebuah seminar tentang keberhasilan Kota Surakarta dalam menata permukiman kumuh, dilakukan dengancara mengundang para masyarakat "sasaran" sampai dengan 50 kali. Acara ke-1 sampai dengan ke-49 berupa acara makan makan dan tanpa diberikan penejelasan kepada warga tentang maksud undangan walikota kepada warga, kecuali acara makan makan. Sampai dengan acara yang ke-50, setelah terlebih dulu diadakan acara makan-makan, Walikota menyampaikan maksud dan tujuan sebenarnya. Dalam kondisi perut kenyang dan rasa kekeluargaan antara Walikota dan warga yang telah tercipta melalui acara ke-1 sampai dengan acara ke-49, akhirnya warga dengan ikhlas menyetujui keinginan Walikota.
3. Palembang
Palembang termasuk kota yang berhasil menyulap permukiman kumuhnya menjadi permukiman layak huni.
Pemerintah kota, melalui wali kotanya, Eddy Sanatana Putra, berhasil mengubah wajah ibu kota Bumi Sriwijaya itu menjadi kawasan yang enak dipandang.
Melalui pelaksanaan Program Kali Bersih, bantaran sepanjang Sungai Musi ditata dengan baik demi terwujudnya kawasan yang rapi, indah, dan nyaman.
Jembatan Ampera sepanjang 1.117 meter dengan lebar 22 meter sebagai ikon kota pempek itu juga diperbaiki sehingga tampak anggun. Begitu juga benteng peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang letaknya berdampingan dengan Jembatan Ampera.
Usaha rehabilitasi dan perbaikan permukiman kumuh di Palembang melibatkan partisipasi warga. Warga yang rumahnya terkena program rehabilitasi dipindahkan ke kawasan lain.
Pemerintah Kota Palembang menyediakan kawasan siap bangun (kasiba) dan lahan siap bangun (lasiba) bagi keluarga yang rumahnya terkena program tersebut.
Sejak 2004, pemkot berangsur-angsur merencanakan penataan wilayah perkotaan secara berkesinambungan.
Pada 2007, kota dengan wilayah seluas 353.800 kilometer persegi itu bahkan dikukuhkan sebagai kota tebersih se-ASEAN. Kota itu dinilai memiliki area pasar, permukiman, pusat perbelanjaan, dan jalan-jalan yang tertata dengan rapi dan bersih.
Sumber: koran-jakarta.com (Jumat, 09 Oktober 2009)
Peringatan itu ditandai dengan pemberian penghargaan oleh Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum bagi kota-kota yang berhasil melakukan inovasi dan kreatif dalam mengurangi perumahan kumuh.
Penilaian diberikan oleh para akademisi, anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan anggota Real Estat Indonesia (REI).
Ada sembilan kota yang dinilai berhasil mengurangi jumlah perumahan kumuh di kota-kota itu. Ke-9 kota itu, yakni Surakarta, Pekalongan, Palembang, Yogyakarta, Surabaya, Blitar, Balikpapan, Bontang, dan Tarakan.
1. Pekalongan
Pekalongan sebelumnya dikenal sebagai salah satu kantong kemiskinan di Tanah Air. Hal itu ditandai dengan banyaknya rumah tidak layak huni, seperti tidak berjendela, tidak memiliki sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK).
Sebelum 2006, ketika program rehabilitasi belum diterapkan, terdapat 5.068 unit rumah tidak layak huni di Pekalongan.
Namun kini, kondisinya telah berubah. Rumah-rumah tidak layak huni itu satu paket dengan lingkungannya telah direhabilitasi. Bahkan, program rehabilitasi yang rencana awalnya rampung pada 2014, bisa dipercepat menjadi tahun 2008.
Penyelesaian persoalan permukiman kumuh tidak berhenti sampai pada program rehabilitasi. Pemerintah Kota Pekalongan menjalankan pula program akselerasi keluarga miskin.
Program itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga yang telah mengikuti program rehabilitasi. Menurut M Basyir, Wali Kota Pekalongan, penanganan masyarakat miskin harus dimulai dari program rehabilitasi perumahan kumuh yang didiami warga.
Dia meyakini apabila warga hidup bahagia, maka produktivitas mereka akan meningkat sehingga penghasilan mereka pun akan lebih baik.
Karena keberhasilan program-program yang dijalankan, saat ini salah satu kota sentra batik Nusantara itu sering dijadikan studi banding oleh daerah lain.
Sunarti, dosen jurusan perencanaan wilayah dan kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, yang juga terlibat sebagai dewan juri mengatakan Kota Pekalongan dapat melakukan rehabilitasi perumahan kumuh karena memunyai data-data mengenai jumlah rumah kumuh dan penduduk miskin.
Meskipun terbilang sederhana, data-data itu dapat dipakai sebagai referensi untuk menjalankan rehabilitasi.
Pemerintah Kota Pekalongan juga mendirikan Badan Pemberdayaan Masyarakat yang berperan aktif dalam mengurusi permasalahan ini yang dapat bekerja lintas sektoral.
Keberhasilan program ditunjang pula karena adanya sinergi antara pemerintah dengan keinginan masyarakat.
2. Solo
Daerah lain di Jawa Tengah yang berhasil mengikuti jejak Pekalongan dalam merehabilitasi permukiman kumuhnya ialah Kota Solo atau Surakarta.
Kota itu berhasil mengurangi perumahan kumuh dan lingkungan kumuh. Melalui tangan dingin Wali Kota Solo Joko Widodo, perumahan kumuh di bantaran Kali Pepe ditata ulang.
Permukiman di sepanjang kali dimundurkan dan di pinggirnya dibuat jalan inspeksi.
Perumahan itu kemudian dilegalkan melalui pemberian surat-surat resmi. Masyarakat diberi subsidi untuk memperbaiki rumah dan fasilitas sanitasi mereka.
Bukan hanya di Kali Pepe, semua kawasan kumuh di kota itu juga ditata ulang. Penataan ulang juga berlaku terhadap tempat-tempat berjualan para pedagang kaki lima yang selama ini menambah kekumuhan kota.
Melalui pendekatan personal, wali kota secara langsung meminta para pedagang di pinggir-pinggir jalan kawasan Banjasari pindah dengan suka rela.
Setelah 50 kali pertemuan antara wali kota dengan para pedagang dari beberapa wilayah, seperti Taman Monjari, Pasar Notoharjo, dan Semanggi, mereka pun bersedia pindah tanpa harus digusur paksa atau kucing-kucingan dengan aparat.
Wali kota pun berkomitmen kepada para pedagang untuk membatasi penambahan mal dan minimarket. Kebijakan yang berpihak pada wong cilik itu tentu saja mendapat respons positif dari para pedagang.
Sunarti menyatakan keberhasilan Surakarta dalam membenahi permukiman kumuh tidak Solo tidak terlepas dari peran pemimpin daerahnya. Wali kota mampu melakukan pendekatan persuasif kepada warga.
Dialog yang positif dan terbuka serta pendekatan personal terbukti mampu menjembatani kesepahaman antara warga dan pemerintah.
Menurut Sunarti, pendekatan personal seperti yang dilakukan Wali Kota Solo patut dicontoh oleh pemimpin daerah lainnya. Pemimpin sejatinya dekat dengan rakyat dan melayani kepentingan rakyat.
Tambahan:
Dari sumber yang bisa saya percaya, dalam sebuah seminar tentang keberhasilan Kota Surakarta dalam menata permukiman kumuh, dilakukan dengancara mengundang para masyarakat "sasaran" sampai dengan 50 kali. Acara ke-1 sampai dengan ke-49 berupa acara makan makan dan tanpa diberikan penejelasan kepada warga tentang maksud undangan walikota kepada warga, kecuali acara makan makan. Sampai dengan acara yang ke-50, setelah terlebih dulu diadakan acara makan-makan, Walikota menyampaikan maksud dan tujuan sebenarnya. Dalam kondisi perut kenyang dan rasa kekeluargaan antara Walikota dan warga yang telah tercipta melalui acara ke-1 sampai dengan acara ke-49, akhirnya warga dengan ikhlas menyetujui keinginan Walikota.
3. Palembang
Palembang termasuk kota yang berhasil menyulap permukiman kumuhnya menjadi permukiman layak huni.
Pemerintah kota, melalui wali kotanya, Eddy Sanatana Putra, berhasil mengubah wajah ibu kota Bumi Sriwijaya itu menjadi kawasan yang enak dipandang.
Melalui pelaksanaan Program Kali Bersih, bantaran sepanjang Sungai Musi ditata dengan baik demi terwujudnya kawasan yang rapi, indah, dan nyaman.
Jembatan Ampera sepanjang 1.117 meter dengan lebar 22 meter sebagai ikon kota pempek itu juga diperbaiki sehingga tampak anggun. Begitu juga benteng peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang letaknya berdampingan dengan Jembatan Ampera.
Usaha rehabilitasi dan perbaikan permukiman kumuh di Palembang melibatkan partisipasi warga. Warga yang rumahnya terkena program rehabilitasi dipindahkan ke kawasan lain.
Pemerintah Kota Palembang menyediakan kawasan siap bangun (kasiba) dan lahan siap bangun (lasiba) bagi keluarga yang rumahnya terkena program tersebut.
Sejak 2004, pemkot berangsur-angsur merencanakan penataan wilayah perkotaan secara berkesinambungan.
Pada 2007, kota dengan wilayah seluas 353.800 kilometer persegi itu bahkan dikukuhkan sebagai kota tebersih se-ASEAN. Kota itu dinilai memiliki area pasar, permukiman, pusat perbelanjaan, dan jalan-jalan yang tertata dengan rapi dan bersih.
Sumber: koran-jakarta.com (Jumat, 09 Oktober 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar