Rabu, 20 Februari 2008

Bunuh Kata ‘Bunuh Diri’

Belakangan ini, fenomena bunuh diri seakan sudah menjadi suatu kejadian yang sangat biasa. Astaghfirullah! Kita sering melihat beritanya di berbagai media massa, baik media cetak maupun elektronik. Sungguh! Aku sampai merasa heran mengapa peristiwa itu terjadi. Ya, mungkin saja aku tidak bisa sepenuhnya memiliki rasa empati untuk ikut merasakan apa yang sedang dialami oleh orang tersebut. Karena aku tidak pernah mengalami masalah seberat yang ditanggungnya.

Sudah banyak kita lihat, gadis yang bunuh diri karena pacarnya tidak mengakui janin yag sedang dikandungnya. Dalam hal ini, aku merasa kedua – duanya salah. Si pria salah karena sikapnya yang sangat tidak bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya. Padahal, dia lah yang menyebabkan si gadis menderita. Seandainya perzinaan itu tidak terjadi, kejadiannya tidak akan menjadi serumit itu. Si gadis juga salah, dia membiarkan si pria dengan seenaknya mengambil ‘mahkota’ – nya yang berharga! Hanya karena alasan untuk membuktikan perasaan sayangnya pada kekasihnya.

Bunuh diri tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Aborsi ilegal juga, karena hal itu berarti akan membunuh janin yang tidak berdosa hanya karena perbuatan kita yang berdosa. Sedangkan menjadi single parent (mungkin … inilah pilihan yang berat, tetapi yang terbaik. Indonesia yang masih menjunjung nilai kesopanan yang tinggi, bahkan, mungkin … kita akan menjadi sasaran gosip yang empuk hingga berbulan – bulan) bila si pria benar – benar melepas tanggung jawabnya. Memang bukanlah sesuatu yang mudah. Dibutuhkan kesabaran dan rasa ikhlas yang besar. Dan …, tidak banyak orang yang mampu melakukannya. Kita selalu mempunyai pilihan di dalam hidup ini.

Tinggal bagaimana kita mampu memilih jalan yang terbaik. Bunuh diri atau menjadi single parent? Seberat apapun permasalahan yang dihadapi, kita harus selalu kuat menghadapinya. Menurutku, bunuh diri merupakan sebuah tindakan pengecut. Dia melarikan diri dari masalah. Dia tidak berani menghadapi kenyataan yang ada.

Contoh lainnya, yang lebih sederhana, yaitu patah hati. Ketika patah hati, seakan kita tidak bisa berpikir lagi. Aku pernah mengalaminya. Setiap hari terasa kelabu. Sayangnya, belum ada hari yang cerah untuk jiwa yang sepi. Kalo nggak, pasti aku sudah menyanyikannya. Namun, bukan berarti setelah itu kita terus menjadi putus asa dan melakukan bunh diri. Tidak hanya ada satu pria / wanita di dunia ini. Entah kapan, kita pasti mengalaminya lagi, our beautiful love.

Dalam agama Islam, sudah jelas dikatakan bahwa perbuatan bunih diri itu dilarang. Pelakunya tidak akan pernah bisa berada di sisi Allah SWT. Rohnya hanya melayang – layang tidak tahu hendak kemana. Aku ngeri lho ngebayanginnya! Akan tetapi, aku tidak bermaksud menakut – nakuti. Aku hanya ingin mencoba memberikan sedikit pengertian bahwa banyak orang di dunia ini yang berjuang melawan kematian. Mereka terus berusaha sembuh dari penyakitnya, bahkan penderita HIV / AIDS juga. Walaupun tahu bahwa dia tidak akan sembuh, kemudian dia mengabdikan dirinya untuk memberi penyuluhan – penyuluhan agar tidak ada lagi yang terkena penyakit seperti dirinya.

Lalu, mengapa banyak orang yang menyia – nyiakan nyawanya sendiri? Membuang begitu saja roh yang ditiupkan oleh – Nya ke badan kita. Padahal, hanya Allah yang berhak menentukan kapan kita mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar