Senin, 04 Februari 2008

Terbaik, Bukan Tercinta

Menikah tanpa cinta, bisakah?
Tidak semua orang dapat menikah dengan kekasih yang dicintainya. Kadang, takdir bisa berkata lain.

Hidup tidak semudah yang kita bayangkan, karena jodoh, rezeki, dan mati kita berada di tangan Tuhan. Hidup juga tidak seindah yang kita kira. Banyak hal yang sebenarnya ingin kita capai, tetapi apa daya, kadang … tangan tak sampai. Masalah demi masalah selalu saja hadir dan menggelayut di pundak kita.

Tentu saja, menikah dengan seseorang yang mencintai kita dan kita cintai merupakan impian dan anugerah yang tak ternilai harganya. Bersama dengannya, kita melewati hari demi hari dengan bahagia. Kita rela memyiapkan semua kebutuhannya, hanya untuk melihat senyum tersungging dari bibirnya. Apalagi, bila dia berkata,”Aku takkan pernah meninggalkanmu hingga maut memisahkan kita.” Wuahh … hati kita pasti sudah melayang ke udara.

Namun, aku yakin, jika di dunia ini … lebih banyak orang yang menikah tanpa cinta. Mengapa? Sungguh banyak faktor yang menyebabkannya, bisa karena perjodohan antarkeluarga, materi ataupun kehormatan. Dan, hal itu sudah tidak dapat dipungkiri lagi.
Lalu, apakah kita akan bahagia? Menurutku, jawabannya adalah relatif. Ada orang – orang yang mencintai suaminya justru setelah dia menikah, tetapi tidak sedikit pula yang merasa hidupnya menjadi hambar. Setiap hari melakukan rutinitas yang sama, tanpa diikuti oleh the power of love.

Biasanya, kemudian perhatian sang istri tidaklah ditujukan kepada suaminya, tetapi justru tercurah sepenuhnya untuk anak – anaknya serta bagaimana memenuhi kebutuhan mereka dengan sebaik – baiknya. Anak bukanlah orang lain, karena mereka terlahir dari dalam kandungannya sendiri. Mantan suami memang ada, tetapi mantan anak tidaklah ada.

Mungkin, orang lain melihat bahwa keluarga itu harmonis, tetapi hal tersebut sebenarnya merupakan kenampakan dari luar saja. Kita tidak pernah tahu kan, bila seseorang tersenyum di luar, tetapi menangis di dalam?

Bila ‘menikah tanpa cinta’ menimpa kita, kita harus dan harus mampu menata hati kita dengan baik. Sebisa mungkin, walau bukan 100 % kita harus mencoba untuk menerimanya dengan ikhlas. Yakinkanlah diri bahwa suami kita pasti mempunyai suatu sisi yang dapat kita terima dan hargai.

Ya, mungkin suami kita bukanlah yang tercinta, tetapi dia adalah jodoh yang diberikan Tuhan untuk kita. Dan, Tuhan pasti memberikan yang terbaik bagi kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar