Selasa, 28 Juli 2009

Aplikasi Teori Weber Dalam Menentukan Lokasi Industri di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban

Teori lokasi merupakan sebuah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi. Selain itu, teori lokasi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang lokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity).

Tidak ada sebuah teori tunggal yang bisa menetapkan di mana lokasi suatu kegiatan produksi (industri) itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi suatu industri (skala besar) secara komprehensif diperlukan gabungan dari berbagai pengetahuan dan disiplin. Berbagai faktor yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan lokasi, antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju (terutama aksesibilitas pemasaran ke luar negeri), stabilitas politik suatu negara, dan kebijakan daerah (peraturan daerah).

Alfred Weber, ekonom Jerman yang mengajar di Universitas Praha pada tahun 1904 hingga 1907 dan kemudian di Universitas Heidelberg (Jerman) pada 1907 – 1933, memiliki teori yang berkaitan dengan least cost location yang menyebutkan bahwa lokasi industri sebaiknya diletakkan di tempat yang memiliki biaya yang paling minimal. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.

Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang bersifat umum serta faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus. Weber berbasis kepada beberapa asumsi utama, antara lain:
 Lokasi bahan baku ada di tempat tertentu saja (given)
 Situasi dan ukuran tempat konsumsi adalah tertentu juga, sehingga terdapat suatu persaingan sempurna
 Ada beberapa tempat pekerja yang bersifat tak mudah bergerak (immobile)
Dalam menyusun konsepnya, Weber melakukan penyederhanaan dengan membayangkan adanya bentang lahan yang homogen dan datar, serta mengesampingkan upah buruh dan jangkauan pasaran.

Dengan menggunakan ketiga asumsi di atas, maka biaya transportasi akan tergantung dari dua hal, yaitu bobot barang dan jarak pengangkutan. Apabila yang menjadi dasar penentu bukan bobot melainkan volume, maka yang menentukan biaya pengangkutan adalah volume barang dan jarak pengangkutan. Pada prinsipnya, yang harus diketahui adalah unit yang merupakan hubungan fungsional dengan biaya serta jarak yang harus ditempuh dalam pengangkutan itu (memiliki tarif sama). Di sini dapat diasumsikan secara implisit bahwa harga satuan angkutan kemana-mana sama, sehingga perbedaan biaya angkutan hanya disebabkan oleh perbedaan berat benda yang diangkut dan jarak yang ditempuh.

Selain itu, Weber juga mengelompokkan industri menjadi dua, yaitu industri yang weight losing (industri yang hasil produksinya memiliki berat yang lebih ringan daripada bahan bakunya, misalnya industri kertas. Industri ini memiliki indeks material <> 1). Dengan indeks material > 1, maka biaya transportasi bahan baku menuju pabrik akan lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya transportasi produk jadi menuju pasaran (market). Oleh karena itu, lokasi pabrik seharusnya diletakkan di dekat sumber bahan baku (resources oriented). Sebaliknya, bagi industri yang berjenis weight gaining, maka lokasi industri lebih baik diletakkan di dekat pasar. Penggunaan kedua prinsip untuk menentukan lokasi industri di atas akan mengalami kesulitan apabila berat benda yang masuk ke dalam perhitungan tidak jauh berbeda.

Pada intinya, lokasi akan optimal apabila pabrik berada di sentral, karena biaya transportasi dari manapun akan rendah. Biaya tersebut berkaitan dengan dua hal, yaitu transportasi bahan mentah yang didatangkan dari luar serta transportasi hasil produksi yang menuju ke pasaran.

Weber juga menjelaskan mengenai adanya gelaja aglomerasi industri. Gejala aglomerasi merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu. Pemusatan produksi ini dapat terjadi dalam satu perusahaan atau dalam berbagai perusahaan yang mengusahakan berbagai produk. Gejala ini menarik industri dari lokasi biaya angkutan minimum, karena membawakan berbagai bentuk penghematan ekstern yang disebut aglomeration economies. Tentu saja perpindahan ini akan mengakibatkan kenaikan biaya angkutan, sehingga dilihat dari segi ini tidak lagi optimum. Oleh karena itu, industri tersebut baru akan pindah bila penghematan yang dibawa oleh aglomeration economies lebih besar daripada kenaikan biaya angkutan yang dibawakan kepindahan tersebut.

Perkembangan Suatu Kawasan Industri
Perkembangan dari suatu kawasan (region) berasal dari satu titik, yaitu pusat kota yang dalam tahap selanjutya bersifat menyebar. Setiap perkembangan yang terjadi pada suatu kawasan, terutama dalam kaitannya dengan sektor industri, akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya. Maka, dapat dikatakan pula bahwa perkembangan suatu kawasan mempunyai dampak terhadap perkembangan kota yang berada di sekitarnya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan kawasan industri tersebut adalah terdapatnya sarana transportasi yang memadai. Peranan sarana transportasi ini sangat penting bagi suatu kawasan untuk menyediakan aksesibilitas bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan barang dan jasa, serta untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi. Semakin kecil biaya transportasi antara lokasi bahan baku menuju pabrik dan dari pabrik menuju pasaran (market), maka jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut bahan baku maupun hasil produksi juga akan semakin rendah.

Gambaran Umum dari Kabupaten Tuban
Kabupaten Tuban terletak pada 111,30’-112,35’ Bujur Timur dan 6,40’-7,18’ Lintang Selatan. Adapun, batas-batas administratif dari Kabupaten Tuban, yaitu:
Utara : Laut Jawa
Selatan : Kabupaten Bojonegoro
Timur : Kabupaten Lamongan
Barat : Propinsi Jawa Tengah

Luas wilayah daratan Kabupaten Tuban adalah 1.839,94 km2 dengan panjang pantai 65 km dan luas wilayah lautan sebesar 22.608 km2. Luas wilayah 1.839,94 km2 terbagi dalam 19 kecamatan, 311 desa, dan 17 kelurahan. Berdasarkan data tahun 2004 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki 535.655 orang dan penduduk perempuan berjumlah 548.728 jiwa atau secara keseluruhan mencapai 1.084.383 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk mencapai 589 orang untuk setiap 1 km2.

Potensi ekonomi yang telah berkembang di Kabupaten Tuban antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, kayu pertukangan dan kayu bakar, industri pengolahan besar dan sedang, industri kecil dan kerajinan rumah tangga, perdagangan, hotel, dan restoran, serta hasil tambang, seperti pasir kwarsa, tanah liat, batu kapur, dan batu dolomite.

Perkembangan Kawasan Industri di Kabupaten Tuban
Industrialisasi merupakan suatu proses yang mengubah sistem masyarakat yang semula bercorak agrikultural menjadi industri. Di dalam proses ini, segala aspek masyarakat seperti kebudayaan dan faktor lingkungan ikut bergeser. Hal tersebut dialami pula oleh masyarakat di Kabupaten Tuban.

Perkembangan industri di Tuban memiliki dua buah pola, yaitu industri berskala kecil dan menengah yang muncul secara alami sebagai akibat dari kemudahan transportasi di jalur pantura, serta industri berskala besar (misalnya, industri semen). Kabupaten Tuban memiliki sumber daya kekayaan laut, minyak bumi, bahan tambang, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan kedatangan para investor yang ingin menanamkan modalnya di Tuban.

Kawasan industri di Tuban terdapat di hampir seluruh kecamatan. Namun, salah satu kecamatan yang paling menonjol adalah Kecamatan Kerek, yang memiliki berbagai jenis industri dan telah menjadi ikon dari kecamatan iti sendiri, seperti industri batik tulis tradisional yang disebut Batik Gedog, serta beberapa industri besar (industri semen, misalnya PT Semen Gresik dan PT Holcim).

Aplikasi Teori Weber pada Kawasan Industri di Kecamatan Kerek
Perkembangan suatu kawasan industri memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sehingga hal tersebut semakin memudahkan dalam hal penyediaan sarana infrastruktur yang diperlukan oleh pabrik-pabrik dalam melakukan produksinya. Dengan menggabungkan beberapa industri dalam satu kawasan, maka pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang dan diperlukan untuk proses industri dapat dipenuhi dengan lebih mudah karena dikumpulkan dalam satu kawasan dan lebih murah sifatnya, karena dapat digunakan secara bersama. Selain itu, pada umumnya usaha industri yang sejenis dikelompokkan tersendiri, sehingga akan mempermudah dalam proses produksi hingga pendistribusian barang.

Aglomerasi ini terjadi di kawasan industri di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, yang meliputi aglomerasi pada industri batik (pemintalan, penenunan, dan finisihing juga dilakukan di Kecamatan Kerek) maupun pada industri semen. Industri pemintalan, tenun, dan finishing ini dapat merangsang timbulnya lembaga yang melatih dan mempersiapkan tenaga bagi industri tersebut.

Adapun tiga faktor (berdasarkan teori Weber) yang mempengaruhi penempatan lokasi industri di Kecamatan Kerek, meliputi:

 Bahan baku
Berdasarkan teori segitiga Weber, seorang produsen akan menentukan letak pabriknya di lokasi yang dapat memberikan keuntungan optimum. Pada industri semen, bahan baku semen mempunyai massa yang lebih berat apabila dibandingkan dengan hasil produksi semen jadi dalam kemasan (memiliki indeks material > 1). Oleh karena itu, tentu saja biaya untuk mengangkut bahan baku semen akan lebih tinggi daripada biaya untuk mengangkut semen kemasan. Hal inilah yang mendasari beberapa perusahaan semen untuk mendirikan pabrik di Kecamatan Kerek yang memang memiliki lokasi yang dekat dengan sumber bahan baku yang diperlukan, sehingga biaya untuk mengangkut bahan baku yang berupa batu-batuan tersebut dapat ditekan. Selain itu, biaya pengangkutan semen jadi ke lokasi pendistribusian di Gresik juga tidak terlalu jauh dari Kecamatan Kerek.

Dengan adanya aglomerasi, maka industri-industri semen tersebut juga dapat meningkatkan bidang penelitian dan pengembangan bersama. Pada umumnya, bidang penelitian ini memerlukan biaya yang mahal untuk ditanggung oleh satu perusahaan saja. Usaha tersebut merupakan suatu penghematan yang tidak kecil bagi setiap industri semen yang ada di Kecamatan Kerek.

 Tenaga kerja
Faktor tenaga kerja juga berpengaruh terhadap pemilihan lokasi industri. Industri semen biasanya lebih cenderung memilih lokasi yang memiliki banyak tenaga pria. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan di dalam pemrosesan semen yang berat. Selain itu, produsen juga cenderung memilih suatu lokasi industri yang mampu menyediakan buruh yang murah.

Pada umumnya, produsen lebih menyukai tenaga kerja yang berasal dari daerah lokasi industri, sebab biaya transportasi yang dikeluarkan oleh tenaga kerja di pabrik tersebut lebih murah, sehingga para buruh tidak menuntut upah yang terlalu tinggi.

 Aksesibilitas
Selain atas dasar pertimbangan kedekatan terhadap bahan baku dan faktor tenaga kerja, aksesibilitas juga memiliki peranan penting di dalam menentukan lokasi dari suatu industri. Aksesibilitas dapat memacu proses interasi antar wilayah sampai ke daerah yang paling terpencil sehingga tercipta pemerataan pembangunan. Semakin kecil biaya transportasi antara lokasi bahan baku menuju pabrik dan lokasi pemasaran maka total cost-nya juga semakin kecil.
Industri semen di Kecamatan Kerek memiliki lokasi yang aksesibel, artinya lokasi industri tersebut dapat dijangkau oleh sarana transportasi, selain memiliki jaringan jalan yang memadai. Hal ini sangat penting dalam kaitannya dengan pendistribusian produk semen ke daerah lain (pasaran/market). Begitu pula dengan industri batik yang terdapat di Kecamatan Kerek tersebut.

Sumber :

Daldjoeni, N. 1992. Geografi Baru: Organisasi Keruangan Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Penerbit Alumni.

Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Industri. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Lady, Dark. 2008. “Perkembangan Industrialisasi di Kabupaten Tuban ‘Kawasan Industri Kerek’ “, dalam http://athidanalyst.blogspot.com/. 17 November.

Massofa. 2008. “Teori Lokasi,” dalam http://massofa.wordpress.com/. 8 Maret. Tarakan.


1 komentar:

  1. ilmu ini sangat bermanfaat buat presentasi mata kuliah ekonomi regional
    thxq

    BalasHapus