Jumat, 14 Agustus 2009

Awal Peradaban

Engkau, awal peradaban manusia
Penjaga rahasia

Adakah kau dengar?
Suara-suara itu,
suara manusia yang menghujat
Gerutuan panjang tanpa batas

Adakah kau lihat?
Manusia yang selalu memeras
Merampas kesucian yang kau jaga
Mengotori tubuhmu dengan rayu palsu

Aku tahu, engkau
menangis sendu
Menatap takdir yang kian mengambang
Tak ada tempat ‘tuk berlari,
kembali pulang menuju pangkuan
samudra

Aku tahu, engkau
telah banyak menahan kesabaran
Telah begitu banyak berkorban
demi manusia
yang tak pernah mengerti
apa arti dari kehidupan

Kau berikan …
Ketulusan tanpa noda
Keramahan tanpa rasa palsu
Pengabdian seutuhnya

Walau tubuhmu semakin merapuh
Kau tak mengeluh atau melawan
Dan, aku … tak tahu
mengapa?

29 April 2007

Antara Aku Dia

Aku …
Langit hitam tanpa cahaya malam
yang
bisikkan aura penuh pekat
Tenggelam dalam
irama dekap kegelapan

Bunga tak dikenal, tak bernama
Selalu rasakan tatap yang berpaling
acuh
sadar, esok masih sama

Dia …
Langit berkilau keemasan tanpa gulita
yang
membisikkan “harapan tak pernah usai”
Tenggelam dalam pusaran angin
selembut awan
Bukan badai

Mawar merah, simbol dari cinta
Selalu rasakan tatap yang berpaling
kagum
Sadar, esok akan lebih bahagia

Aku dan dia …
Tawa dan tangis, tak bisa bersatu
Pujaan dan hinaan, jauh berbeda

Aku yang lemah
Temui nyata tak seindah impian
Dia yang berkuasa
Nyata dan mimpi menjadi satu

30 April 2007

Alang-Alang Malang

Tiang yang menjulang tinggi menembus awan
Mencuri perhatian setiap hati
untuk memandangnya
Hanyalah sebuah alang-alang
yang bergoyang tertiup angin kering
Mencintainya dengan jiwa yang suci

Hanyalah alang-alang malang yang belajar
untuk melupakan
Meniupkan melodi kesedihan yang tertanam
Belajar untuk membenci, agar tiada lagi
cinta yang membekas

Tiang yang menjulang tinggi
Tampak angkuh menatap alang-alang
Meremehkan jiwa yang rapuh
Hampir patah menunggunya berpaling

“Tataplah aku! Pandanglah aku!”
Aku ada di sini
Kan setia melihatmu selalu
tak bisa menggapaimu”

9 September 2006

Kasih

Ketika sang merpati telah terbang
Melayang jauh menuju cakrawala senja
Aku hanya terdiam
Membisu dengan tatap hampa

Kesiur angin yang membelai lembut tubuhku
serta
lantunan irama lagu dedaunan yang bergoyang
melambungkan segala angin, impian, dan asaku
kepadamu
Kepadamu yang telah pergi
ke tempat yang terlampau jauh
Takkan terjangkau genggam tangan ini
‘tuk selamanya

Dalam jiwa,
ada perasaan sunyi yang melilit
t’lah merasuki aliran darahku
dan mengiringi setiap jejak langkahku

Aku ingin menangis
Namun, tiada lagi air mata yang tersisa
Kering!
Hampa
Pilu

Kau hanya sisakan sebongkah kenangan indah
Kenangan yang ‘kan abadi
Dalam cerita cinta kita

Dahulu,
Saat lonceng kematian berdentang
menunjuk dirimu
Aku merasa lumpuh
sebagian tubuh ini bagai ikut terkubur
bersama hembusan napas terakhirmu
Mungkinkah kau telah lupa
akan janji setia kita
untuk selalu bersama
selalu berbagi rasa
Selalu

Aku ingin agar kau seperti merpati
yang tak pernah ingkar janji
walau sayapnya t’lah patah
pada malam dingin mencekam
Namun, dapatkah kau kembali, kasih?

Adakah Harapan?

Kepakkan sayap menuju surga
Sehari, setahun, bahkan untuk selamanya
Membuka tabir rahasia tentangku,
tentangmu
Rahasia hati yang terkunci erat

Aku butuh harapan, juga khayalan
untuk dapat membelah angkasa
membelai mega putih yang berarak
Kedamaian suci menenangkan

Kau menebarkan jejak ke segala arah
hingga tak mampu kuikuti
Relung jiwa ingin menangis pilu
Meraba, dalam setiap luka
Menyisakan kenangan menyakitkan

13 Mei 2006

Buntu

Langitku telah semakin menghitam
Kulihat, awan menatapnya … ngeri
Bintang tak mau lagi menampakkan
kerlip anggunnya
Aku harus bagaimana?

Lentera telah lama mati
Apalagi bulan, pengecut,
hanya bersembunyi di balik punggung
awan
Mentariku kalah dan menyerah
di usianya yang renta
Aku harus bagaimana?

Lautku menjadi tak berombak
Tenang, mengerikan
Tiada lagi gemuruh gelombang mengentak
Dan, semua habis sudah
tanpa sisakan apapun
Aku harus bagaimana?

Lembah menjadi tak berwarna
Hanya hitam dalam suram,
kian bersatu bersama sedih
sepi
Bercanda dengan tawa, tak tulus
Aku harus bagaimana?

14 Mei 2007

Bintang Kehidupan

Bintang … tersenyumlah padaku
Buatlah aku menjadi bahagia
dalam menapaki kehidupan

Kemilau sepanjang masa
Tak terganti, tak tertandingi
Kau selalu ada untukku

Bintang … hanya kau yang mampu
Membawaku terbang menuju taman cinta
Menapaki awan-awan suci
Cahayamu tak pernah memudar
Setia menemani hari-hari gelapku
Menghiburku, tanpa seorang pun tahu

Namun, bila mendung berarak
menutupi jiwamu
Aku berjanji ..
‘kan mengusirnya pergi untukmu
Hingga tak ada hujan yang menetes
Hanya pelangi yang mewarnai hati

18 Agustus 2006

Berubahlah ...

Burung-burung menjadi saksi bisu
Akan kerasnya sikapmu, sifatmu
yang membuat aku selalu terdiam
dengan hati yang terluka

Aku tak mungkin ungkapkan
Semua dilema yang berkecamuk di dada
Karena, aku …
bukanlah wanita yang berani
menentang engkau
Guru yang telah mengajarkanku
perkembangan dunia

Dan, aku hanya mampu berharap
Engkau ‘kan berubah
Seiring dengan jalinan arus waktu
Menata kembali serpihan kehidupan
menjadi utuh
Hingga aku dapat tersenyum
Menyambutmu penuh bahagia

19 Juni 2006

Bukan Pangeran Mimpi

Tahukah kau?
Kau adalah pangeran mimpiku
Milikku dalam mimpi
Tiada dalam kenyataan

Mimpi dan nyata
Takkan bersatu, mendukungku
di setiap langkah hidupku

Ku hanya bisa berlari
di atas awan kelabu
Hati yang kelabu, hampir menghitam
Membawa semua pahit kenangan itu
bersamamu, pangeran mimpiku

Di negeri dongeng saja,
kutemukan makna bahagia
Kutemukan pangeran mimpiku
Terbang menghampiri,
membuatku tersenyum
Memelukku

Semua telah usai
Ketika ‘ku sadar
Ketika nyata menamparku
Pangeran mimpiku hanya bayangan
dan jauh menghilang
Bersama tiupan angin yang
mengoyak hatiku

15 April 2006

Dia

Aku ingin menjadi dia
Dia yang kau sayangi
Dia yang kau cintai
Dia yang kau puja

Aku ingin menjadi dia,
dan merasakan getar hatimu
Cintamu yang tulus kepadanya
Tak kenal akan dimensi waktu
Irikah aku?

Namun, aku sadar
Aku tak dapat berubah menjadi dia
Walaupun berkali-kali ‘ku mencoba

Jadilah diriku sendiri
Menerima apa adanya
Pasti suatu saat nanti
Ku ‘kan temukan pangeran sejatiku
Rela berkorban
demi melihat kebahagiaanku

29 Oktober 2004

Biarlah

Biarlah
Sosok kasih yang di sini
Hilang
Ditelan kesenyapan yang menusuk
Memudar di balik eloknya rembulan
Dan terkikis kegembiraan yang ada

Biarlah
Aku lenyap di telan kabut malam
Pekat
Sendiri tanpa hadirnya pelangi
Memudar di balik senyuman embun
Dan terserak kehampaan yang ada

Bayangmu

Bayangmu lenyap ditelan kabut petang
digusur udara basah larut malam
Langit tak jua menyiramkan pendar-pendar
cahaya sucinya padaku
Bintang pun serasa enggan menyibak gelap dunia

Bayangmu terban bersama deritaku
Sisakan tubuh luka yang terkoyak
robek oleh pecahan kaca yang kau hantamkan

Ku akan hidup tanpa hati
Karena hati itu telah kau remuk,
hingga
tiada lagi kerinduan yang terpendam
Tiada lagi tatap mata berlumur kasih
Tiada lagi senyum hangat terpancar
dalam alunan melodi jiwaku

Saat kehampaan hidup mengalir
Akan makin tersuruk ke dalam lumpur pengkhianatan
Darahku menetes di sepanjang jalan kenangan kita
Membasahi rumput yang terbalut embun
menjadi mereah,
dan hanya merah

Ku akan hidup tanpa raga
Melayang-layang di sekelilingmu
menghantuimu selalu
Menebar bunga kematian
Menuju kegelapan tak berujung

Aku Cemburu

Seandainya kau tahu
Bila aku ingin memberikan hatiku
padamu
Menentuskan cerita cinta
yang hingga kini tertunda

Aku cemburu
Menatapmu dengan terluka
Hati yang sakit, teramat sakit
Melihatmu bermanja dengannya
tanpa mempedulikan nyanyian ratapanku

Aku ‘kan menghilang
Sampai kau dapat pulih,
tegar hadapi nyata ini
Walau aku masih mencintaimu
Walau ‘ku selalu merindumu
dan selalu merindumu

13 Mei 2006

Mencintaimu

Sekarang, aku telah sadar
Engkaulah cinta sejatiku
Hatiku selalu menjadi kacau
saat memikirkan dirimu

Mengapa ini bisa terjadi
Saat kita ‘kan berpisah

Sayang …
Aku ingin memelukmu
‘tuk hilangkan rasa pedih
di hati ini

Sayang …
Aku ingin memilikimu
‘tuk hilangkan rasa pedih
di hati ini

Aku sangat mencintaimu
Maukah kau menerimaku
sebagai teman dekatmu
Di saat suka dan duka
Di saat badai datang menerpa

Laut Dalam Hatiku

Suara laut telah memanggilku
Mengulurkan tangannya ingin merengkuhku
Ke dalam pelukannya
Mengirimkan angin yang mencoba menghampiri
Membujuk, memberi rayu yang tak habis
Tak lelah menanti

Namun, aku tak mau
Tak mau menerima bujuknya
Aku ‘kan terus berlari
Hingga lautan menyerah
dan memanggil angin pulang

Aku menerawang pada cermin
di hadapanku
Memantulkan bayangan sepi
Semua telah berubah
Menjadi beku kesedihan yang menggempur
habis, semangat hidupku

Lukaku tak pernah mengering
Laut takkan melepaskanku
Haruskah aku menyerah
dan pergi menuju
deburan ombak yang menyeretku
ke dalam samudra

13 Mei 2006

Kehidupan

Kehidupan yang telah semakin menua
Menebarkan keindahan dalam dunia
Menuai impian dari mimpi terlarut
Tunjukkan nyata yang mengabur
Menelungkup, tak mau terbangun

Saat kita terjatuh menghunjam bumi
Kehidupan tetap berdiri kokoh
tak tergoyah
Saat kita meneteskan air mata
di sepanjang detak waktu
Kehidupan tetap tersenyum

Kehidupan, apa maumu?
Kau membuatku berada dalam gulita
Kau hanya ruang kosong tak berpengharapan
Kini, jiwaku tersesat
dalam keringnya padang luas nan sunyi
Tanpa batas
Akankah ada jalan kebebasan?

Hidup, Tak Hanya ...

Hidup
Hitam putih
Hidup
Merah kuning hijau
Hidup
Biru cokelat hitam kuning
Hidup
Putih hijau merah biru hitam
Hidup
Kuning merah biru hijau putih jingga
Hidup
Cinta rasa kasih pengorbanan sombong baik
Hidup
Rendah hati tertawa gila acuh arogan
Hidup
Ceria cinta jahat kasih sayang
Hidup
Dengki iri arogan
Hidup
Baik jahat
Hidup

20 Februari 2007

Hati yang Kosong

Cinta …
Kamu percaya?

Bagiku
Cinta sungguh menyakitkan
Menggerus hatiku, hingga
‘ku tak sanggup menghirup
udara yang tercipta

Mengapa harus begini?
Mengapa hatiku terasa kosong?

Kau ada di atas langit
Kau ada bersama alam
Namun, kau ada bukan untukku
Untuk kumiliki

Cintaku ini harus dikemanakan?
Haruskah kubuang jauh ke dalam tong khayalku
Biar hilang bersama sampah
Biar hilang jua terbakar mentari

Ku ingin jadi tak peduli
dengan cinta
Tapi, mungkinkah?

20 Mei 2006

Senyum Keputusasaan

Suasana senja kembali menari
dalam lubuk hatiku
Membawa aroma kepekatan
yang menyesakkan

Harapan menuju takta mahkota
Terobek oleh kesia-siaan belaka
Membawa diriku terseret kepada
aliran waktu
Memudar membawa sepi tak bernyawa

Akankah kulihat peri turun
di hadapku?
Memberiku kemahligaian cinta
untuk bisa meraihnya
dalam gelombang kabut yang mendera

Derita dan sengsara
Hanya itu yang kupunya
Menebar senyum keputusasaan

Lelah sudah aku menunggu
Takkan pernah kudapatkan
makna cinta darinya
Aku … patah hati

28 April 2006

Terlarang

Walau telah kutapaki
beribu ranting jalanan,
onak duri yang menyakitkan
Namun, aku tak bisa
takdir dunia selalu mengiringi jiwa
membelenggu cintaku
Cinta yang terlarang

Awan menjauhi diri
Langit mencaci tiada akhir
dan tuhan menolak bagi para pendosa
‘tuk terbang dalam taman impiannya

Hanya samar-samar
Kudengar rintih derita
Nyanyian suara hati
Pilu dan pedih dalam jiwa ini

Ku terbuai oleh percik-percik cinta
tanpa persetujuan
Melayang … tinggalkan bumi
Tetapi, di balik itu
Kenyataan seakan menyentakku
kasar …
menyeretku kembali, jatuh

Dalam sepi
Ku bertarung antara rasa dan logika
Rasa …
Logika …

Hhh, biarlah waktu saja
yang jadi putusan
Aku … sudah lelah

Temanku Pengkhianat

Teman
Apa arti seorang teman
Hanya sebagai penghisap
Hanya sebagai penggali
Hanya sebagai perebut

Teman
Aku tak mengerti
Mengapa di dalam tatapmu
‘ku merasa
Aku adalah sebuah kaleng
Ya … kaleng!
yang selesai diminum
langsung dibuang
Tanpa memandang resah derita
dari hatinya

Kuingin teman sejati
Kuragu …
bisakah dia menjawab
Apa aku harus terbang ke surga
untuk mendapatnya

Biarkan aku sendiri!
Mereguk pahitnya nyata
Hingga ‘ku kan lupa
bahwa engkau
telah menebar racun
Menghantam desah jiwaku

Dasar pengkhianat!
Persetan dengan teman
Kini … rasa percaya itu
telah berganti
Dendamku ‘kan melumatmu
jadi serpihan debu
Karena kau buat hatiku
mati

Nekad

Jemari angin kembali menyibak tabir hidupku
Menuangkan anggur cinta ke dalam piala keemasan
Syair yang terlupakan mengalun perlahan
Hina diri ini hingga tenggelam di dasar dunia

Ya, hina saja!
Tak mungkin kutemui mentari,
dalam ruang hampa yang tercipta
Aku ‘kan tertikam dengan sangat panas
Terbakar menjadi serpihan debu
Melayang-layang di angkasa,
tidak bisa pulang ke bumi

Laksana gelap menghitung hari berganti,
merindu sinar
Sekalipun silau ‘kan hapus tubuh ini
Tak ada ketakutan membayang
“Cahayaku, kekasihku, tarik aku
dalam hangat pelukmu”
Dan, begitulah takdir kehidupan

Tolonglah Aku ...

Apa yang terjadi dengan diri ini?

Mengapa angin menarikku
dalam dinginnya pelukan
Membawaku pergi ke lain dunia

Mengapa ombak menghantamku
Menjadi puing-puing kecil
Hancur, hilang tanpa asa

Siapapun, tolonglah …
Bangkitkan aku,
dari derita cinta tak terbalas
Bangunkan aku,
dari mimpi buruk tak berujung

Siapapun, tolonglah …
Bantu aku lupakan dia
Karena dia bukan milikku
Karena dia bukan takdirku
Karena dia adalah kenanganku
yang selalu tersimpan di hati
untuk selamanya

Apa Salahku?

Aku hanya seonggok bayang
bagimu
Kan lenyap menjadi serpih debu
saat tersiram kemilau sang bidadari

Bukit-bukit bermandikan cahaya keperakan
Membawa rahasia sepiku pergi
bersama nyanyian rumput
Bersama bunga dandelion, menari
bersama gemerisik angin

Mentari yang kutunggu
tak pernah terbit
‘tuk hibur aku dalam lingkaran cintaku
Rindu dan cinta dalam sendiri
Apa salahku?

Tuhan, Hapus Dia ...

Tertawa dalam kesedihan
hanya membuat hati semakin terluka
Menertawakan kebodohanku
Percaya akan kekuatan cinta

Dunia menjadi tak lagi ramah bagiku
Membawa kejenuhan
Memberi kepenatan
Bukan kesejukan

Tuhan, hapus dia dalam memori ini
Biar aku dapat kembali terlelap
Bebas dari mimpi buruk tiap malam
yang mengepung,
dalam lingkaran kebencian

30 September 2006

Senin, 10 Agustus 2009

Dirimu

Hariku penuh dengan warnanya
Angan membara tak tersampaikan

Setiap cinta di awang-awang
Takkan bisa menapak di atas bumi

Aku tersentuh oleh dinginnya perasaanmu
Dalamnya hati bersembunyi

Kau selalu katakan
Lewat lembut tatap matamu
Bukan sikapmu

Namun,
kau bangun sekat di antara kita
Kau ciptakan dinding tinggi menjulang
Hingga, mustahil ‘ku mampu
menghancurkannya

Haruskah kulawan segala penghalang?
Tabrakkan diri menuju
Walaupun ‘ku kan terluka
Dan, inilah kekuatan cinta

2 Mei 2007

Dia, Ada ...

Dia, ada …
Di antara kunang-kunang yang menari
Di antara padang bunga matahari
Di antara alam yang menyuarakan asa

Dia, ada …
Tersembunyi di balik bingkai awan
Tertutup debur ombak memecah karang
Seakan menghilang, tapi dia
tidak menghilang

Dia, ada …
Menjelma menjadi merpati
Melambai pada setetes embun
di rerumputan
Memainkan dawai senja untuk dirinya

Walau ‘ku lelah mencari
Aku bahagia
Kebahagiaan ini terukir dalam
menghentak-hentak hatiku, yang tengah
terombang-ambing dalam
samudra ketidakpastian

16 Mei 2007

Dedaunan

Kulihat,
Dedaunan yang merindukan
dekapan kasih sayang
dari sang embun
yang kini telah pergi
bersama mentari pagi

Kutatap,
dedaunan yang berdesir lembut
oleh sentuhan sang bayu
yang kini telah berubah
menjadi gelombang badai

Kutahu,
Perasaan dedaunan yang tumbuh subur
Karena tersiram oleh melodi nada cinta
dari sang kekasih
Namun, rasa itu kini telah mati
Tanpa membawa setetes harapan
‘tuk menjulang tinggi ke angkasa

Kejamnya Cinta

Aku berjalan sendirian
menembus kepekatan malam
Sunyi dan dingin
Selalu mengingatkanku
pada sosok itu
Sosok yang menhantuiku
kemanapun aku bersembunyi
Berusaha melupakannya

Dia …
Dialah yang kurindukan
yang selalu kuimpikan

Namun, apa yang kudapat?
Hanyalah harapan kosong
‘tuk memilikinya
Ilusi hampa tak bernyawa

Sia-sia kumenanti dekapannya
Kehangatan napasnya
Kuingin menangis, berteriak
tumpahkan segala gundah dan lara ini

Benarkah cinta tak pernah salah?
Cinta datang di setiap hati manusia
Tak kenal waktu dan ruang
Kadang membawa nikmat,
kadang membawa duka
mendalam
Perih terasa …

Aku
Apalah arti diriku
Aku telah menjadi korban cinta itu
Mengapa harus aku?
Mengapa cinta terasa sungguh kejam?
Mengapa?

Nafas Kematian

Helaian nyawaku hilang sudah
Hancur ditepis getar gelombang darimu
Tubuhku tergolek di sini,
mengais sisa harap setipis kabut
Jiwaku bebas berkelana
Menjemput fajar memerah
yang mengintip malu dari balik bukit
serta
terbang, mencium pipi setiap jengkal dunia

Air mata embun menitik jatuh,
sebelum menguap hancur oleh mentari
Dan, daun hanya mampu memandang bisu
Ikut menundukkan rangkaian kepedhan
Melantunkan himne sesaat

Tangan-tangan dingin itu
Tangan-tangan yang kesepian
Mencengkeramku dalam tajam cakranya
Percuma meronta menggapai cita
Tubuhku mulai hilang wujud
Aku takut!

Oh, kegelapan telah ada di hadapanku
Tercipta oleh kehampaan lorong hati
Siap melantunkan bujuk rayunya
Menyemaikan senyum dalam beku,
nafas kematian

19 Oktober 2006

Retak

Taman langitku semakin memudar
Seiring senyummu yang mulai sirna
Diam …
Kosong …

Kini, hanya bayangmu yang tersisa
Kudekap dirimu
Tak bisa …
Hingga, aku terlempar
dalam samudra keputusasaan
Tenggelam …
Sisakan khayal fatamorgana

Lonceng kembali berdentang
Mengaburkan nyanyian cintaku
Dan, kumulai rasakan retak di hatiku
Keruntuhan telah menyapa
Tinggal menuju puing

19 September 2006

Seperti Hujan

Hujan baru saja berlalu
Sisakan curahan gerimis
yang kutahu,
takkan pernah berganti
dengan
rona tujuh warna pelangi
Rona tujuh bidadari

Hanya suram dalam hujan
Hanya sedih dalam sunyi
Sesuram mentari yang tersapu
awan pekat
Sesedih hatiku yang remuk,
tak lagi berbentuk

Tetes-tetes air mata
Tetes-tetes air hujan
saling mendekap erat
Tak terpisahkan
dari semua masa
Tak terkikis, selamanya …

3 Oktober 2006

Tiada yang Lain

Aku mencoba ‘tuk tak peduli
Ketika kau mengepakkan xayap
terbang menuju langit berawan
dan bermanja pada bidadari

Aku mencoba ‘tuk tak peduli
Ketika kau meninggalkanku
dan memilih yanglain

Aku … mencoba ‘tuk tak peduli
Tapi, mengapa aku tak sanggup?

Aku selalu menunggumu
dan terus menunggu
Menuju dekap jiwamu
Dan, yang kutemui
Hanyalah harapan maya
tak terperi

05 September 2009

Kisah Pangeran Katak

Apakah pangeran katak itu nyata? ataukah hanya cerita yang dibuat untuk anak-anak sebagai dongeng pengantar tidur?

Seorang pangeran tampan yang dikutuk oleh penyihir sehingga berubah menjadi katak. Kemudian, seorang putri mencium katak tersebut dan membebaskan sang pangeran. Mereka pun hidup bahagia selamanya.

Tidak ada yang salah dari cerita tersebut. Hanya saja, mengapa pangeran selalu saja digambarkan sebagai sosok yang tampan. Begitu pula sang putri yang berparas cantik nan jelita. Apakah orang yang pas-pasan seperti aku ini dapat menjadi putri?

Dunia memang tidak adil. Dunia hanya memandang sosok-sosok berwajah menarik. Kriteria cewek cantik menurut mata internasional, antara lain berkulit putih, rambut lurus sebahu, hidung mancung, kaki jenjang, langsing, tinggi badan proporsional, dan lain-lain. Weh, lalu bagaimana dengan orang yang tidak termasuk kategori-kategori tersebut? Apakah akan dicap sebagai orang yang memiliki paras jelek? Ya ya ya …, pernah dengar tidak, jika pada zaman Hitler berkuasa, orang-orang yang tidak memiliki fisik yang sempurna akan dibunuh di kamp-kamp kamar gas. Hitler ingin mendirikan bangsa dengan ras yang paling unggul di dunia.

Kisah Kasih

Senja ini, aku masih berpikir … adalah kasih di batas jauh di ujung cakrawala. Semalam, ali mengerti bahwa bayang kasihmu sudah tidak ada lagi. Bukan dia! Ya, dia bukanlah untukku! Relung-relung hati kami tiada cukup untuk saling mengisi.

Esok hari, aku sadar bahwa segalanya telah berakhir dan selesailah kisah kasih kaku yang telah membeku dan takkan pernah ‘kan mencair. Ingin ‘ku menangis, tetapi tiada lagi air mata yang tersisa. Di dalam hati, segala khayalku menggumpal.

Di malam hari, ingin kuhapus mimpi, kubuang jauh bayangmu, sulit. Namun, aku yakin, aku dapat. Mungkin, memang sudah nasibku. Cita dan cintaku harus hancur di persimpangan jalan. Aku mengerti, burung-burung di angkasa jauh lebih bahagia dariku. Lebih tenteram dan damai.

Jika malam mulai menyongsong, kunikmati desir angin dan kupandangi bintang-bintang. Aku ingin mereka tahu akan nasibku, mengerti isi hatiku, tetapi mereka hanya membisu dan balas menatapku.

Senja demi senja kulalui dengan pilu dan air mata yang kini mulai menetes. Menangisi puing-puing cinta dan citaku yang terserak di ambang kedewasaanku.

Di ujung pengharapan terakhir, kutengadahkan kepala, kupandang langit. Maafkan! Maafkan bila aku telah berbuat salah kepadamu. Kuharap, angin menyampaikan maafku padamu. Selamat tinggal dan selamat berbahagia. Hanya itu yang dapat terucap.

Ruang Luar Stadion Joyokusumo 2

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.1
Orang Lagi Bobok


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.2
Lapangan Tenis


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.3
Lapangan Voli yang Menjadi Arena Bermain


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.4
Lapangan Voli


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.5
Polesan Mural

Gambar Dua Perspektif

Pintu Gerbang Majapahit

Sejarah Pintu Gerbang Majapahit
Berdasarkan cerita yang saya dengar, kisah Pintu Gerbang Majapahit dimulai ketika Kebo Anabrang ingin memperistri putri Sunan Muria. Nah, syarat yang diajukan oleh putri tersebut cukup berat, yaitu mengangkat Pintu Gerbang Majapahit, dimana Kerajaan Majapahit itu sendiri terletak di Provinsi Jawa Timur. Demi cintanya yang sangat besar dan agar dapat menikah dengan sang putri, maka Kebo Anabrang menyanggupi dan berusaha memenuhi permintaan itu. Kebo Anabrang pergi ke Majapahit dan mulai mengangkat Pintu Gerbang Majapahit. Perjalanan dari Jawa Timur menuju Gunung Muria sangatlah jauh dan berat. Akhirnya, ketika sampai di desa Rendole, Kebo Anabrang sudah tidak kuat lagi. Hal ini mengingat kondisi geografis Desa Rendole yang mulai menanjak. Kebo Anabrang pun disuruh menunggu Pintu Gerbang Majapahit itu hingga meninggal dunia.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.1
Pintu Gerbang Majapahit

Walaupun hanya mitos – cerita dari mulut ke mulut yang tidak diketahui bagaimana kebenarannya, tetapi apabila dipikir secara nalar, rasanya tidak masuk akal juga. Bagaimana cara mengangkut pintu gerbang sebesar itu pada zaman dahulu? Dan, untuk tujuan apa pintu gerbang diangkat hingga Desa Rendole? Apalagi Pintu Gerbang Majapahit ini terbuat dari kayu jati yang telah berusia ratusan tahun. Bagaimana bisa kayu jati seawet itu? Apakah ada kekuatan magis yang melingkupi?

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.2
Pintu Gerbang Majapahit dan Daerah di Sekitarnya

Daya Tarik dan Aksesibilitas Menuju Pintu Gerbang Majapahit
Saya sendiri masih heran, daya tarik apa yang sebenarnya terdapat pada Pintu Gerbang Majapahit? Apabila tidak mengetahui sejarah dari pintu gerbang tersebut, maka kita pun bisa-bisa hanya menganggapnya sebagai pintu reot yang berusia ratusan tahun. Nah, ketika mengetahui sejarahnya, kita pun dapat menjadi takjub, bagaimana mungkin Pintu Gerbang Majapahit tersebut masih berdiri kokoh dan tidak lapuk dimakan usia.

Sedangkan, aksesibilitas menuju Pintu Gerbang Majapahit cukup mudah. Jarak dari jalan lokal ke jalan lingkungan – atau dengan kata lain, jarak jalan lokal dengan gang masuk menuju Pintu Gerbang Majapahit sangatlah dekat, yaitu kurang dari 100 meter, dimana kondisi jalan yang tergolong baik – sudah beraspal. Sedangkan, jarak objek wisata ini dengan pusat kota hanya sekitar 4 kilometer. Apalagi, lokasi Pintu Gerbang Majapahit tidak jauh dari Stadion Joyokusumo. Ikuti saja jalur menuju Gembong, dan berhentilah ketika sampai tepat di depan SDN Muktiharjo. Di seberang jalan akan kita temui signate sederhana berwarna putih yang menjadi petunjuk keberadaan objek wisata Pintu Gerbang Majapahit.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.3
Jalan Masuk Menuju Pintu Gerbang Majapahit

Signate Pintu Gerbang Majapahit
Signate atau yang biasa kita kenal sebagai papan penunjuk jalan, merupakan suatu tanda penting bagi pengenalan Pintu Gerbang Majapahit. Besar kecilnya signate ataupun jelas tidaknya signate akan mempengaruhi minat seseorang untuk berkunjung. Wajar saja, sebab Pintu Gerbang Majapahit terletak di sebuah gang kecil, sehingga apabila kita tidak teliti, mungkin saja kita tersesat dan justru berputar-putar di jalan tanpa mengetahui arah. Bagi orang-orang yang tinggal di sekitar Pintu Gerbang Majapahit tidak akan menjadi masalah, tetapi untuk orang-orang Kabupaten Pati sendiri yang lokasinya jauh atau orang-orang dari daerah lain yang sengaja datang, sangatlah tidak lucu jika mereka tersesat. Kemudian, satu-satunya cara yang yang dapat ditempuh adalah dengan bertanya pada masyarakat yang berada sekitar Pintu Gerbang Majapahit. Langkah ini sangatlah tidak efektif bagi para pengunjung, karena dapat menimbulkan keengganan mereke untuk kembali mengunjungi salah satu objek wisat sejarah di Kabupaten Pati ini. Apalagi, ditambah dengan tiadanya papan informasi pariwisata, yang sedikitnya dapat menggambarkan potensi wisata apa saja yang dimiliki.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.4
Signate Menuju Pintu Gerbang Majapahit

Perhatian Pemerintah Kabupaten Pati
Selama ini tidak ada biaya retribusi masuk ke objek wisata Pintu Gerbang Majapahit. Akan tetapi, mengapa jarang ada orang yang sekedar datang berkunjung? Walaupun ada, hanya ada serombongan kecil yang melihat-lihat. Apabila persepsi orang selalu diarahkan kepada “hanya melihat pintu gerbang”, maka tidak akan ada pengunjung yang tertarik.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.5
Pintu Gerbang Majapahit yang Dikelola
Balai Pelestarian Purbakala Jawa Tengah

Saya merasa, pemerintah daerah Kabupaten Pati kurang memberi perhatian terhadap obyek wisata ini. Dinas Kebudayaan yang dimiliki hanya berperan sebagai instansi saja, tanpa memiliki usaha apapun untuk lebih mengembangkan objek wisata di kabupaten tersebut? Apakah pemerintah daerah hanya mempedulikan objek wisata yang mampu mendatangkan keuntungan saja? Sebenarnya, tidak hanya Pintu Gerbang Majapahit saja, tetapi objek wisata lain juga tidak diperhatikan, berbanding terbalik dengan janji yang diucapkan pemerintah. Lalu, apa yang dikerjakan oleh Dinas Kebudayaan? Untuk apa Dinas Kebudayaan ada, sedangkan tidak memiliki fungsi? Apa hanya ingin pamer saja? Saya ingin tahu …

07 Agustus 2009

Aku Sudah Mencoba

Di kala sang mentari kembali meredup
dan tertutup
oleh raksasa yang bertengger gagah
Senja kemerahan menyiram tubuhku
Hangat
Kehangatan yang tak mampu
meresap ke dalam jiwa

Kuberlari menyongsong hadirmu
di tempat itu,
di atas pelangi
yang membawa kita menari
bersama mega

Dalam dinginnya air telaga
Kucipta impian
Kutata harapan
Dan, mungkin bila nanti
Leleh air mataku
‘kan ada
Aku tak menyesal
Karena …
Karena aku sudah mencoba

9 Oktober 2006


Selasa, 04 Agustus 2009

Ruang Luar Stadion Joyokusumo 1

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.1
Jadi Pasar 1


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.2
Ajang Mejeng


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.3
Deretan Palem



Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.4
Lagi Berdua



Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.5
Halte Biru


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2009
Gambar 1.6
Jadi Pasar 2