Senja ini, aku masih berpikir … adalah kasih di batas jauh di ujung cakrawala. Semalam, ali mengerti bahwa bayang kasihmu sudah tidak ada lagi. Bukan dia! Ya, dia bukanlah untukku! Relung-relung hati kami tiada cukup untuk saling mengisi.
Esok hari, aku sadar bahwa segalanya telah berakhir dan selesailah kisah kasih kaku yang telah membeku dan takkan pernah ‘kan mencair. Ingin ‘ku menangis, tetapi tiada lagi air mata yang tersisa. Di dalam hati, segala khayalku menggumpal.
Di malam hari, ingin kuhapus mimpi, kubuang jauh bayangmu, sulit. Namun, aku yakin, aku dapat. Mungkin, memang sudah nasibku. Cita dan cintaku harus hancur di persimpangan jalan. Aku mengerti, burung-burung di angkasa jauh lebih bahagia dariku. Lebih tenteram dan damai.
Jika malam mulai menyongsong, kunikmati desir angin dan kupandangi bintang-bintang. Aku ingin mereka tahu akan nasibku, mengerti isi hatiku, tetapi mereka hanya membisu dan balas menatapku.
Senja demi senja kulalui dengan pilu dan air mata yang kini mulai menetes. Menangisi puing-puing cinta dan citaku yang terserak di ambang kedewasaanku.
Di ujung pengharapan terakhir, kutengadahkan kepala, kupandang langit. Maafkan! Maafkan bila aku telah berbuat salah kepadamu. Kuharap, angin menyampaikan maafku padamu. Selamat tinggal dan selamat berbahagia. Hanya itu yang dapat terucap.
Esok hari, aku sadar bahwa segalanya telah berakhir dan selesailah kisah kasih kaku yang telah membeku dan takkan pernah ‘kan mencair. Ingin ‘ku menangis, tetapi tiada lagi air mata yang tersisa. Di dalam hati, segala khayalku menggumpal.
Di malam hari, ingin kuhapus mimpi, kubuang jauh bayangmu, sulit. Namun, aku yakin, aku dapat. Mungkin, memang sudah nasibku. Cita dan cintaku harus hancur di persimpangan jalan. Aku mengerti, burung-burung di angkasa jauh lebih bahagia dariku. Lebih tenteram dan damai.
Jika malam mulai menyongsong, kunikmati desir angin dan kupandangi bintang-bintang. Aku ingin mereka tahu akan nasibku, mengerti isi hatiku, tetapi mereka hanya membisu dan balas menatapku.
Senja demi senja kulalui dengan pilu dan air mata yang kini mulai menetes. Menangisi puing-puing cinta dan citaku yang terserak di ambang kedewasaanku.
Di ujung pengharapan terakhir, kutengadahkan kepala, kupandang langit. Maafkan! Maafkan bila aku telah berbuat salah kepadamu. Kuharap, angin menyampaikan maafku padamu. Selamat tinggal dan selamat berbahagia. Hanya itu yang dapat terucap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar