Jumat, 27 Juni 2008

Etos Kerja Bagi Masyarakat Muslim

Latar Belakang Masalah

Bekerja merupakan kewajiban setiap muslim, karena dengan bekerja, setiap umat Islam dapat mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai manusia, makhluk ciptaan Allah yang paling mulia di dunia. Jadi, bekerja adalah suatu fitrah sekaligus identitas diri yang berlandaskan pada prinsip – prinsip iman tauhid. Oleh karena itu, jika manusia enggan untuk bekerja, sesungguhnya dia telah menurunkan derajat dirinya sebagai manusia.

Kita harus selalu menanamkan keyakinan bahwa bekerja adalah amanah Allah, sehingga ada beberapa sikap mental yang tegas pada diri setiap pribadi muslim bahwa bekerja harus dilandasi dengan tujuan yang jelas agar pekerjaannya memberikan hasil yang maksimal serta selalu berusaha menumbuhkan kreativitas dan inovasi yang berguna bagi orang lain dan diri sendiri.


Ruang Lingkup Masalah

Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan etos kerja muslim dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan mempunyai nilai ibadah yang luhur.

Orang yang menghayati etos kerja akan mempunyai sikap dan tingkah laku yang berlandaskan pada suatu keyakinan bahwa bekerja merupakan bentuk dari ibadah. Ciri etos kerja muslim, antara lain memiliki jiwa kepemimpinan (leadership), selalu berhitung, menghargai waktu, hidup hemat dan efisien, adanya keinginan untuk mandiri.

Ada beberapa hal yang menghambat etos kerja, yaitu takhayul, alon – alon asal kelakon, sikap gampangan, take it easy, nrimo – fatalistis, salah persepsi bahwa kerja kasar itu hina.


Tujuan Pembuatan Makalah

Ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai dalam pembuatan makalah ini, yaitu :

    1. Mendorong umat Islam agar mempunyai motivasi yang tinggi untuk mengubah dunia dengan prestasi Islami.

    2. Setiap muslim dapat mempunyai inovasi dan kreativitas yang tinggi untuk mengolah alam secara maksimal, karena alam merupakan amanah dan rahmat dari Allah SWT.

    3. Penulis berharap dapat membagi pengetahuan yang diperolehnya kepada pembaca, sehingga pembaca mempunyai wawasan yang lebih luas.

    4. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama.


Pembahasan

Pemahaman kita tentang iman seringkali mempunyai makna yang bersifat abstrak, gaib, sehingga kita kehilangan gambaran nyata dari kekuatan iman tersebut. Iman adalah meyakini di dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dalam perbuatan.

Seharusnya, setiap muslim harus meyakini bahwa iman akan terasa bermakna apabila dimanifestasikan dalam bentuk amal saleh, yaitu suatu bukti wujud aktivitas kerja kreatif, yang ditempa oleh semangat dan motivasi tauhid untuk mewujudkan identitas dan cita – citanya yang luhur sebagai umat terbaik. Pada saat yng bersamaan kita pun sadar bahwa Islam bukanlah hanya sekedar seperangkat konsep ideal, tetapi juga suatu amal praktikal yang akan tetap aktual.

Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip – prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT.

Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia.

Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga gengsi agar tidak dianggap sebagai penganggur. Karena, kesadaran bekerja secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim.

Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menganggur, apalagi menjadi manusai yang kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta – minta, pada hakekatnya merupakan tindakan yang tercela.

Bekerja adalah manifestasi kekuatan iman.

Firman Allah dalam Q. S. Az Zumar : 39


Katakanlah : Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu masing – masing. Sesungguhnya Aku pun bekerja, maka kelak kamu akan mengetahui.”


Ayat ini adalah perintah, dan karenanya mempunyai nilai hukum wajib untuk dilaksanakan. Siapa pun mereka yang secara pasif berdiam diri tidak mau berusaha untuk bekerja, maka dia telah menghujat perintah Allah, dan sadar atau tidak, sesungguhnya orang tersebut sedang menggali kubur kenistaan bagi dirinya.

Islam menempatkan budaya kerja bukan hanya sekedar sisipan atau perintah sambil lalu, tetapi menempatkannya sebagai tema sentral dalam pembangunan umat, karena untuk mewujudkan suatu pribadi dan masyarakat yang tangguh hanya mungkin apabila penghayatan terhadap esensi bekerja dengan segala kemuliannya dikajikan sebagai pokok kajian bagi setiap muslik, mubaligh, para tokoh dan sampai menjadi salah satu kebiasaaan da budaya yang khas di alamrumah tangga seoran muslim.

Hanya pribadi – pribadi yang menghargai nilai kerja yang kelak akan mampu menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang tangguh.

Seorang muslim haruslah menjadi manusia yang memiliki semangat untuk menjadi manusia yang diperhitungkan, mampu memberikan pengaruh kepada alam sekitarnya, sehingga dengan cepat dia mampu dikenal, diperhitungkan, karena berhasil mengaktualisasikan prestasi dirinya.

Rasulullah SAW bersabda


Bahwasanya Allah itu cinta kepada seorang mukmin yang bekerja.

( H. R. Tabrani dan Baihaqi )


Sebagaimana hamba Allah yang meyakini kebenaran Al Qur’an dan hadist, maka tertanam dalam lubuk hatinya bahwa mensyukuri nikmat Allah merupakan kewajiban mutlak yang harus dikerjakan. Bekerja dalam takaran agama Islam ekulivalen dengan pernyataan syukur kepada Sang Pencipta, bahkan bekerja setara dengan berjuang fisabilillah.

Konsekuensi logis dari ajaran ini mempunyai makna bahwa siapa pun yang tiak bekerja, hidupnya tidak produktif dan tidak punya arti, karena dia tidak mensyukuri nikmat hidup, bahkan secara tidak langsung dapat dikategorikan sebagai orang yang mengkufuri nikmat sehat sebagai anugerah dari Allah.

Bekerja untuk mencari fadhilah karunia Allah akan menghapus kemiskinan, meningkatkan taraf hidup dan martabat, serta harga diri merupakan nilai ibadah yang esensial, karena Rasulullah pernah bersabda


Kemiskinan itu sesungguhnya lebih mendekati kepada kekufuran.


Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.

Dikatakan sebagai aktivitas yang dinamis, karena mempunyai makna bahwa seluruh kegiatan yang dilakukan oleh seorang muslim harus penuh dengan tantangan, tidak monoton, dan selalu berupaya untuk menari terobosan – terobosan baru ( inovatif ) dan tidak pernah merasa puas dalam berbuat kebaikan.

Membudayakan kebiasaan bekerja akhirnya akan menjadi salah satu ciri utama setiap pribadi muslim yang menjadikannya sebagai semangat yang terus memberikan ilham dalam perjalanan kehidupannya, dimana mereka akan mengukir sejarah dengan tapak – tapak prestatif.

Oleh karena itu, harus tertanam dalam keyakinan kita bersama bahwa bekerja itu adalah amanah Allah, sehingga ada semacam mental yang tegas pada diri setiap pribadi muslim, bahwa :

  • Karena bekerja itu adalah amanah, maka dia akan bekerja dengan kerinduan dan tujuan agar pekerjaannya tersebut menghasilkan tingkat hasil yang optimal.

  • Ada semacam kebahagiaan melaksanakan pekerjaan, karena dengan melaksanakan pekerjaan tersebut, berarti dia telah melaksanakan amanah Allah.

  • Tumbuh kreativitas untuk mengembangkan dan memperkaya dan memperluas, karena dirinya merasa bahwa dengan mengembangkan pekerjannya akan tumbuh berbagai kegiatan dan tantangan, yang berarti menunjukkan bertambahnya amanah Allah kepada dirinya.

  • Ada semacam malu hati apabila pekerjaannya tidak dia laksanakan dengan baik, karena hal ini berarti sebuah pengkhianatan terhadap amanah Allah.

Dengan cara pandang seperti ini, maka setiap pribadi muslim adalah tipikal manusia yang terus meronta, gelisah dan berpikir keras untuk secara dinamis mencari terobosan, inovasi serta aktivitas yang penuh arti dalam bentuk dinamika kreativitas yang terus mengalir tak mengenal lelah (creative action).


Jihad Sebagai Etos Kerja

Banyak orang yang berpikir sempit, dan menafsirkan dan mengartikan jihad hanya dengan pengertian perang. Jihad atau mujahadah berasal dari kata jahada-yujahidu yang mempunyai makna sikap yang bersungguh – sungguh untuk mengerahkan seluruh potensi diri untuk mencapai suatu tujuan atau cita – cita.

Firman Allah dalam Q. S. Al Ankabut : 6

Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri.”

Sedangkan dalam Q. S. Al Imran : 142

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.”

Sedangkan firman Allah dalam Q. S. Al Ankabut : 69

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

Makna jihad dalam kaitannya dengan bekerja, berikhtiar atau mewujudkan suatu cita – cita. Jihad menjadi satu kesatuan yang secara abadi harus terus menyala serta digali dan diuji potensinya, sehingga mampu mengeluarkan energi yang signifikan. Tidak ada artinya apabila kita ingin meraih cita – cita tanpa memiliki keinginan serta daya juang.

Kita menyaksikan betapa banyak orang yang mempunyai obsesi untuk menjadi kaya, tetapi pada saat yang bersamaan, keinginan tersebut tidak diikuti dengan kesungguhan untuk mewujudkan, sehingga biasanya mereka terjebak untuk menghalalkan segala cara, seperti bermain judi, perdukunan dan perilaku lain yang tidak rasional.

Islam mengajarkan agar hidup selalu mempunyai arah tujuan dan telah ditanamkan bahwa keinginan itu wajib diwujudkan dengan dorongan jihad. Kita boleh bermimpi, tetapi jadikanlah mimpi itu menjadi kenyataan dengan mengerahkan seluruh potenai diri untuk mewujudkannya. Apalagi, dengan sangat jelas, kita yakin bahwa Allah tidak akan pernah mengubah nasib diri kita, kecuali diri kita sendiri yang secara aktif ingin dan mempunyai tujuan untuk mengubah nasib kita sendiri ( Q. S. Ar Raduu : 11 )

Semangat kerja dalam Islam adalah adanya niat serta tujuannya bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah sehingga kesadaran bekerja seperti ini kita sebut jihad fi sabilillah.

Semangat jihad yang tumbuh dari keyakinan tauhid yang seharusnya menjadi etos kerja setiap muslim di mana pun berada. Kita harus menumbuhkan suatu penghayatan pada diri kita semua yang membuahkan suatu keyakinan bahwa keyakinan terhadap kitab suci Al Qur’an itu adalah ciri dan cara hidup, bahkan merupakan suatu definisi yang absolut akan keabsahan muslim seseorang.

Al Qur’an memberi petunjuk dan ajaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan, bukan sebagai pernyataan statis yang tidak memberi dampak. Mengaktualisasikan Al Qur’an merupakan upaya akbar yang terus berkesinambungan dalam kehidupan seorang muslim.


Etos Kerja Muslim

Etos kerja muslim dapat difenisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.

Apabila setiap pribadi muslim memahami, menghayati, dan kemudian mau mengaktualisasikannya dalam kehidupannya maka akan tampak pengaruh serta dampaknya kepada lingkungan, yang kemudian mendorong dirinya untuk terjun dalam samudra dunia dengan kehangatan iman.


Ciri – Ciri Etos Kerja Muslim

Ciri – ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tigkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah yang akan memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan.


  1. Memiliki jiwa kepemimpinan ( leadership )

Memimpin berarti mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain, agar orang lain tersebut dapat berbuat sesuai dengan keinginannya. Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk memiliki kepemimpinan Islam sudah barang tentu seluruh peranan dirinya merupakan bayang – bayang dari kehendak Allah sehingga keputusan dirinya mampu mempengaruhi orang lain, lingkungan, dan ruang serta waktu dengan nilai tauhid. Semangat dan rasa kepemimpinan harus sejak dini ditanamkan di kalangan keluarga muslim agar menjadi generasi yang kuat.


  1. Selalu berhitung

Rasulullah pernah bersabda, bekerjalah untuk duniamu, seakan – akan engkau akan hidup selama – lamanya dan beribadahlah untuk akhirat seakan – akan engkau akan mati besok.

Setiap langkah dalam kehidupan seorang muslim harus selalu memperhitungkan segala aspek dan resikonya dan menggunakan perhitungan yang rasional, yaitu tidak percaya dengan takhayul. Komitmen pada janji dan disiplin pada waktu merupakan citra seorang muslim sejati.


  1. Menghargai waktu

Hal ini tercantum di dalam firman Allah, Q. S. Al Ashr : 1 – 3. Waktu bagi seorang muslim adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya. Baginya pengertian terhadap makna waktu merupakan tanggung jawab yang sangat besar. Sebagai konsekuensi logisnya dia menjadikan waktu sebagai wadah produktivitas.

Setiap muslim harus berpegang kepada Al Qur’an dalam rangka untuk mempersiapkan diri menghadapi hari esok. Ajaran Islam adalah ajaran yang nyata, merupakan ayat – ayat amaliyah, suatu agama yang menuntut pengamalan ayat – ayat dalam bentuk perbuatan.


  1. Hidup hemat dan efisien

Seorang muslim mempunyai cara hidup yang sangat efisien di dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Dia menjauhkan sikap yang tidak produktif dan mubadzir, karena kedua sikap tersebut dijauhi dalam Islam.

Dia berhemat bukan dikarenakan karena ingin menumpuk kekayaan, sehingga melahirkan sikap kikir. Tetapi berhemat dikarenakan bahwa tidak selamanya hidup itu berjalan mulus, sehingga berhemat berarti mengestimasikan apa yang akan terjadi di masa depan.


  1. Keinginan untuk mandiri

Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanya terdapat pada jiwa yang merdeka, sedangkan jiwa yang terjajah akan terpuruk, sehingga dia tidak pernah mampu mengolah kemampuan serta potensi dirinya secara optimal.

Semangat jihad ini melahirkan kebahagiaan untuk memperoleh hasil dan usaha atas karsa dan karya yang dihasilkan oleh dirinya sendiri. Kemandirian bagi dirinya adalah lambang perjuangan sebuah semangat jihad yang sangat berarti.


Beberapa Nilai Yang Menghambat Etos Kerja

  1. Takhayul

Islam ingin menempatkan manusia sebagai subyek yang luhur dan mandiri. Hak dan kewajiban manusia hanyalah menjadi hamba Allah. Rezeki, jodoh, hidup, dan kematian mutlak berada di tangan Allah. Tidak ada suatu Dzat lain yang bisa menggeser hak Allah tersebut. Oleh karena itu, bagi seseorang yang mencari bentuk lain selain Allah, maka dia telah berbuat sirik yang sangat dibenci oleh Allah.

Sikap takhayul ini justru menjatuhkan harkat dan martabat manusia, serta membunuh kreativitas sebagai salah satu ciri etos kerja yang hakiki. Takhayul mengandung suatu ilusi yang membayangkan sesuatu tanpa adanya fakta yang empiris dan dapat dinalar, sehingga nilai keobyektivitasannya justru diragukan. Apabila hal ini diyakini sebagai sebuah kebenaran, maka hal tersebut akan menumbuhkan kemubadziran serta tumpulnya daya pikir.

Sulit diterima oleh akal, korelasi antara keyakinan bahwa menanam “kepala kerbau” berhubungan dengan keselamatan dan keberhasilan suatu proyek yang akan dibangun.

Segala macam kepercayaan takhayul itu mengakibatkan dua sisi kerugian yang sangat fatal bagi manusia, merendahkan derajat kemanusiannya dan menumpulkan etos kerja muslim yang bekerja atas dasar perangkat iman, ilmu, dan tanggung jawab dirinya sebagai hamba Allah.


  1. Alon – alon asal kelakon

Secara hakiki peribahasa yang dikenal sebagai warisan nenek moyang kita tersebut, sebenarnya memberikan pengertian bahwa setiap pekerjaan atau kegiatan apapun harus dilandaskan pada kesungguhan, ketelitian, ketepatan data.

Falsafah serta ungkapan dari nenek moyang atau para leluhur kita itu pada awalnya sangat luhur, tetapi kemudian memberikan konotasi negatif karena telah kehilangan spirit dari makna yang sesungguhnya. Kemudian, juga membawa efek samping yaitu adanya jiwa yang malas. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh menunggu, tidak boleh kehilangan waktu, dan harus pandai mengestimasikan waktu secara tepat.


  1. Sikap gampangan, take it easy

Seorang muslim harus memandang dunia sebagai ajang ibadah yang penuh tantangan dan perjuangan, sehingga segala sesuatu harus diperhitungkan dengan cermat. Dia menyadari bahwa tidak ada suatu pun hal yang diciptakan oleh Allah dengan sia – sia. Jika ada, maka kesia – siaan itu hanya datang dari cara pandang dan sikap manusia itu sendiri. Jadi, kita harus selalu memiliki motivasi yang dicapai dengan disiplin yang tinggi.


  1. Nrimo – fatalistis

Tawakal adalah suatu sikap berserah diri kepada Allah, setelah kita berusaha dan berdoa. Dan, sabar adalah daya tangguh yang tersimpan sebagai energi yang kuat untuk membentengi diri dari kerapuhan jiwa yang mudah menyerah.

Konotasi sabar, pasrah, dan nrimo, jangan sampai berubah menjadi sikap fatalisme. Kita tidak boleh hanya mengikuti arus, tanpa mampu mengubah diri dan posisinya. Sebaliknya, kita harus menafsirkan bahwa sabar itu adalah suatu keyakinan batin yang tangguh dan secara konsisten tidak pernah mengenal kata menyerah untuk tetap meraih cita – citanya.

Konsep kesabaran dalam Islam bukanlah konsep pasrah tanpa melakukan usaha. Tetapi, merupakan suatu sikap batin untuk tetap bekerja dalam rangka mewujudkan keinginannya untuk menjadi manusia yang penuh arti.


  1. Salah persepsi bahwa kerja kasar itu hina

Kita harus membuang jauh – jauh suatu pandangan yang salah bahwa bekerja kasar itu hina. Persepsi seperti ini kemudian melahirkan suatu penyakit yang mendorong seseorang menjadi manusia yang penuh dengan rasa gengsi, rapuh, dan kehilangan daya juang. Jangan sampai terkesan bahwa hanya dengan memakai dasi, maka gengsi akan naik dan mendapatkan kemuliaan. Pada akhirnya, seseorang itu dinilai dari prestasinya, bukan oleh gengsi.

Islam telah mendidik kita agar menjadi pekerja yang tangguh, serta menghasilkan prestasi yang terlahir dari kerja keras dan perjuangan hidup yang ulet.

Rasulullah bersabda,” bahwa memikul kayu bakar lebih baik daripada meminta – minta. Dari ucapan tersebut, tampak jelas bahwa Islam sangat menghargai budaya kerja, tanpa membedakan apakah pekerjaan itu dalam bentuk kerja fisik ataukah dalam bentuk kerja otak. Perbedaannya hanyalah pada ketrampilan atau profesionalisme saja. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa setiap pribadi muslim harus mampu untuk mandiri, bekerja dan berusaha untuk meningkatkan profesionalisme dalam bidangnya masing – masing. Pandangan yang mengatakan bahwa kerja kasar (fisik) itu adalah rendah, sesungguhnya sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.


5 PRINSIP KERJA SEORANG MUSLIM

  1. Kerja, aktifitas, ‘amal dalam Islam adalah perwujudan rasa syukur kita kepada ni’mat Allah SWT. (QS. Saba’ : 13)

اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ {سبأ/13}

  1. Seorang Muslim hendaknya berorientasi pada pencapaian hasil: hasanah fi ad-dunyaa dan hasanah fi al-akhirah – ( QS. Al-Baqarah [002] : 201)

وِمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ {البقرة/201}

  1. Dua karakter utama yang hendaknya kita miliki: al-qawiyy dan al-amiin. QS. Al-Qashash [28] : 26

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ {القصص/26}

Al-qawiyy merujuk kepada : reliability, dapat diandalkan. Juga berarti, memiliki kekuatan fisik dan mental (emosional, intelektual, spiritual). Sementara al-amiin, merujuk kepada integrity, satunya kata dengan perbuatan alias jujur, dapat memegang amanah.

  1. Kerja keras. Ciri pekerja keras adalah sikap pantang menyerah; terus mencoba hingga berhasil. Kita dapat meneladani ibunda Ismail a.s. Sehingga seorang pekerja keras tidak mengenal kata “gagal” (atau memandang kegagalan sebagai sebuah kesuksesan yang tertunda).

  2. Kerja dengan cerdas. Cirinya: memiliki pengetahuan dan keterampilan; terencana; memanfaatkan segenap sumberdaya yang ada. Seperti yang tergambar dalam kisah Nabi Sulaeman a.s. Jika etos kerja dimaknai dengan semangat kerja, maka etos kerja seorang Muslim bersumber dari visinya: meraih hasanah fid dunya dan hasanah fi al-akhirah. Jika etos kerja difahami sebagai etika kerja; sekumpulan karakter, sikap, mentalitas kerja, maka dalam bekerja, seorang Muslim senantiasa menunjukkan kesungguhan.

Penutup

  1. Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas, antara lain:

  1. Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip – prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT.

  2. Kesadaran bekerja secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim.

  3. Etos kerja muslim dapat difenisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.

  4. Ada beberapa hal yang menghambat etos kerja, yaitu takhayul, alon – alon asal kelakon, sikap gampangan, take it easy, nrimo – fatalistis, salah persepsi bahwa kerja kasar itu hina.

  5. Semangat kerja dalam Islam adalah adanya niat serta tujuannya bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah sehingga kesadaran bekerja seperti ini kita sebut jihad fi sabilillah.

  6. Ciri etos kerja muslim, antara lain memiliki jiwa kepemimpinan (leadership), selalu berhitung, menghargai waktu, hidup hemat dan efisien, adanya keinginan untuk mandiri.

  1. Saran

Adapun beberapa saran yang dapat kami sampaikan, yaitu :

  1. Seorang muslim haruslah menjadi manusia yang memiliki semangat untuk menjadi manusai yang diperhitungkan.mampu memberikan pengaruh kepada alam sekitarnya, sehingga dengan cepat dia mampu dikenal, diperhitungkan, karena berhasil mengaktualisasikan prestasi dirinya.

  2. Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga gengsi agar tidak dianggap sebagai penganggur.

  3. Harus tertanam dalam keyakinan kita bersama bahwa bekerja itu adalah amanah Allah, sehingga ada semacam mental yang tegas pada diri setiap pribadi muslim, bahwa bekerja adalah amanah dari Allah.


Daftar Pustaka

beranda.blogsome.com/2006/04/24/etos-kerja-dalam-islam/

media.isnet.org/islam/Par

mhamzah.multiply.com/journal/item/18

pustaka.wordpress.com/2007/01/06/48/

Tasmara, Toto. 1994. Etos Kerja Pribadi Muslim. Yogyakarta : PT Dana Bhakti Wakaf.

www.acehforum.or.id/islam-dan-etos-t1661.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar