Pendahuluan
Seiring dengan adanya peningkatan ilmu pengetahuan, teknologi dan pesatnya berbagai pembangunan di perkotaan, maka bermunculan pula fenomena tentang penurunan kualitas lingkungan hidup di kota – kota besar. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain karena suhu udara yang semakin meningkat, cadangan air tanah yang semakin menipis, berkurangnya kawasan bervegetasi, serta rusak dan punahnya berbagai habitat yang diikuti oleh penurunan keanekaragaman flora fauna. Kemudian, masih ditambah pula dengan semakin berkembangnya daerah industri dan meningkatnya penggunaan sarana transportasi darat, yang memungkinkan timbulnya berbagai macam polusi atau pencemaran.
Selain disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol, kerusakan lingkungan juga tidak dapat terlepas dari campur tangan manusia yang belum mampu meningkatkan kualitasnya di dalam mengelola sumber daya secara optimal. Hal ini terlihat dari adanya perlombaan di dalam mengubah fungsi hutan kota atau jalur hijau menjadi gedung – gedung pencakar langit, bangunan sekolah, kantor, pom bensin, dan lain sebagainya. Padahal, hutan kota merupakan unsur RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang secara ekologis melindungi kota dari masalah lingkungan.
Namun, ada beberapa kendala dalam pembangunan hutan kota. Menurut Irwan (2005: 16), kendala – kendala tersebut meliputi:
lahan untuk hutan kota semakin berkurang,
semakin mahalnya lahan di kota,
adanya perebutan kepentingan dalam penggunaan lahan di kota,
persepsi tentang hutan kota belum berkembang, sementara masyarakat masih ada yang menganggap bahwa pembangunan hutan kota tidak menguntungkan.
Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan persepsi yang sama tentang hutan kota, baik dari para perancang, pengambil kebijakan, dan masyarakat, sehingga mereka yang mendapat manfaat dari adanya hutan kota itu mempunyai motivasi dan inisiatif untuk mengelola dan memeliharanya.
Pengertian dan Peran Hutan Kota
1. Pengertian Hutan Kota
Para ahli yang tergabung dalam Society of American Foresters (dalam Priyono, 2007) mendefinisikan hutan kota (urban forest) sebagai berikut:
“Sebidang lahan sekurang – kurangnya seluas 0.4 ha untuk vegetasi pepohonan dengan kerapatan minimal 10 persen (jarak antar pohon terjauh 10 meter) dalam suatu komunitas yang utuh, di dalamnya terdiri dari flora dan fauna dan unsur – unsur biotik lainnya, dengan lokasi yang terjangkau dari permukiman penduduk kota.”
Jadi, hutan kota merupakan sebuah sistem. Odum (dalam Irwan, 2005: 21) menyebutkan bahwa “jaringan dari komponen – komponen dan proses yang terjadi pada lingkungan merupakan sebuah ekosistem.” Sistem lingkungan hidup ini biasanya meliputi hutan, danau, lautan, lokasi pertanian, perkotaan, regional, desa dan biosfer.
Ekosistem hutan kota tumbuh secara ekologis sesuai dengan lingkungan perkotaan, tetapi fungsinya meniru hutan alami. Hutan kota haruslah mampu mencapai kondisi optimum seperti hutan yang terbentuk dari peristiwa alam. Jadi, jika hanya terdiri dari kumpulan pohon yang berjejer atau tanaman yang ada di dalam pot, tidak dapat dikatakan sebagai hutan kota.
Hutan kota harus berinteraksi langsung dengan lingkungannya (tanah dan air). Tumbuhan yang ada di dalamnya membentuk suatu asosiasi yang saling berinteraksi langsung dalam mencapai suatu keseimbangan. Menurut Fakuara et. al. (dalam Irwan, 2005: 59), hutan kota merupakan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya berbagai macam vegetasi berkayu di kawasan perkotaan, dan dapat memberi manfaat kepada lingkungan dan penduduk kota dalam proteksi, estetika, rekreasi, dan sebagainya.
2. Peran Hutan Kota
Penduduk kota berhak untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman, sehat, dan estetis. Oleh karena itu, mereka memerlukan perlindungan terhadap berbagai masalah lingkungan yang merugikan. Dan, untuk mengendalikan pencemaran lingkungan tersebut, dapat ditempuh suatu jalan alternatif, yaitu dengan tetap mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan kawasan bervegetasi (hutan kota) yang ada di dalam ekosistem perkotaan.
Sebenarnya, banyak sekali manfaat hutan kota bagi lingkungan dan masyarakat perkotaan. Menurut Irwan (2005: 66 – 78), hutan kota memiliki tiga fungsi utama, antara lain:
Fungsi lansekap
Fungsi pelestarian lingkungan
Menyegarkan udara atau sebagai paru – paru kota
Menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembaban
Sebagai ruang hidup satwa
Penyangga dan pelindung permukaan tanah dan erosi
Mengendalikan dan mengurangi polusi udara dan limbah
Peredam kebisingan dan menyuburkan tanah
Fungsi estetika
Penutup
Kesimpulan
Seiring adanya peningkatan ilmu pengetahuan, teknologi dan pesatnya berbagai pembangunan di perkotaan, maka bermunculan pula fenomena tentang penurunan kualitas lingkungan hidup di kota – kota besar.
Ekosistem hutan kota tumbuh secara ekologis sesuai dengan lingkungan perkotaan, tetapi fungsinya meniru hutan alami. Hutan kota harus berinteraksi langsung dengan lingkungannya (tanah dan air). Tumbuhan yang ada di dalamnya membentuk suatu asosiasi yang saling berinteraksi langsung dalam mencapai suatu keseimbangan.
Ada beberapa manfaat hutan kota bagi lingkungan dan masyarakat perkotaan, yaitu fungsi lansekap, fungsi pelestarian lingkungan, dan fungsi estetika.
Saran
Berbagai pembangunan di wilayah perkotaan hendaknya lebih memperhatikan ekosistem di sekitarnya. Eksistensi lingkungan jangan sampai diabaikan dengan adanya berbagai pembangunan – pembangunan dan penataan kota yang tidak menghiraukan kelestarian dan kenyamanan lingkungan.
Langkah dalam menata dan memelihara kelestarian lingkungan, sebaiknya tidak hanya mengandalkan pemerintah kota saja, tetapi masyarakat perkotaan juga mempunyai peranan penting dalam mewujudkan hal tersebut. Misalnya, penerapan penghijauan dan pola pendidikan melalui penyuluhan – penyuluhan tentang pentingnya memelihara kelestarian hidup.
Instansi pemerintah dan pihak swasta sebaiknya memasyarakatkan dan mempublikasikan fungsi dan peranan hutan kota untuk menanggulangi masalah lingkungan, sehingga setiap lapisan masyarakat menjadi lebih siap untuk melaksanakan pembangunan hutan kota.
Daftar Pustaka
Imansyah, Budi. 2005. “Hutan Kota Menghambat Pencemaran,” dalam Cyber Media http://www.pikiran-rakyat.com/
Irwan, Zoer’aini Djamal. 2005. Tantangan Lingkungan & Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara.
Mardana, Bayu Dwi. 2002. “Hutan Kota, Potensi Wisata yang Terlupakan,” dalam Cyber News http://www.sumberharapan.com/
Priyono, Juniawan. 2007. “Menghutankan Kota Jakarta,” dalam Cyber News http://www.sutikno.org/
Taufik. 2005. “Belum Ada Hutan Kota Iklim Menjadi Tak Menentu,” dalam Cyber Media http://www.pikiran-rakyat.com/. Bandung.
oh iya, kalau membuat hutan kota pada lahan yang sempit caranya bagaimana ya????apakah luas hutan kota harus menyatu, apakah boleh terpisah pisah, misal di kota malang, 3 hektar di karanngploso, 4 hektar di tengah kota, 5 hektar di pinggir sungai tolong jawab di blog saya...... http://ghifarifaza.wordpress.com
BalasHapus