Apabila mengingat artikel tu, aku jadi ingin menangis. Bagaimana tidak? Artikel di salah satu harian terkemuka di Jawa Tengah itu membahas tentang anggota DPRD Pati yang marah dan menyobek buku kerja tauhnan mereka. Dan, coba tebak apa alasannya? Hanya karena buku tahunan itu hanya memuat foto anggota eksekutif, sedangkan foto para anggota DPRD tidak dicantumkan. Menurutku, alasan itu sungguh sepele dan terasa kekanak-kanakan. Nggak dewasa!
Aku hanya bisa bertanya di dalm hati, ada apa ini? Apakah dunia telah berubah menjadi neraka? Kejahatan merajalela, kebusukan tampil di mana. Ada apa ini? Sekumpulan wakil rakyat yang mementingkan sepotong foto buram. Sekumpulan wakil rakyat yang sudah terlalu narsis, sombong, egois …
Tidak pernah ada kata ‘rakyat’ dalam otaknya. Kat itu sudah hilang … satu detik sejak mereka terpilih dalam pemilihan umum. ‘Rakyat” telah berganti nama menjadi ‘duit’? Apakah memang hati nurani sudah rest in peace? Kalau begitu, ganti saja dengan rest in chaos sekalian. Biar hancur semuanya! (memang sudah hancur, kan?)
Kita tahu, Pati mempunyai angka kemiskinan lebih dari 20%, dan belum mampu bangkit menjadi suatu kota yang relatif maju seperti tetangganya, Kudus. Wakil rakyat yang seharusnya melindungi rakyat, justru bagai musuh dalam selimut. Diam-diam menikam dari belakang. Uang yang diambil dari rakyat digunakan untuk membangun gedung dengan segala fasilitas pendukungnya yang mewah.
Bahkan, aku pernah mendengar apabila 70% uang negara digunakan untuk membiayai sistem pemerintahan, seperti gaji pegawai, biaya perjalanan dinas ke luar negeri, mobil mewah para pejabat, de el el. Berarti, hanya 30% dana yang kembali ke rakyat. Sungguh tragis!
Aku hanya bisa bertanya di dalm hati, ada apa ini? Apakah dunia telah berubah menjadi neraka? Kejahatan merajalela, kebusukan tampil di mana. Ada apa ini? Sekumpulan wakil rakyat yang mementingkan sepotong foto buram. Sekumpulan wakil rakyat yang sudah terlalu narsis, sombong, egois …
Tidak pernah ada kata ‘rakyat’ dalam otaknya. Kat itu sudah hilang … satu detik sejak mereka terpilih dalam pemilihan umum. ‘Rakyat” telah berganti nama menjadi ‘duit’? Apakah memang hati nurani sudah rest in peace? Kalau begitu, ganti saja dengan rest in chaos sekalian. Biar hancur semuanya! (memang sudah hancur, kan?)
Kita tahu, Pati mempunyai angka kemiskinan lebih dari 20%, dan belum mampu bangkit menjadi suatu kota yang relatif maju seperti tetangganya, Kudus. Wakil rakyat yang seharusnya melindungi rakyat, justru bagai musuh dalam selimut. Diam-diam menikam dari belakang. Uang yang diambil dari rakyat digunakan untuk membangun gedung dengan segala fasilitas pendukungnya yang mewah.
Bahkan, aku pernah mendengar apabila 70% uang negara digunakan untuk membiayai sistem pemerintahan, seperti gaji pegawai, biaya perjalanan dinas ke luar negeri, mobil mewah para pejabat, de el el. Berarti, hanya 30% dana yang kembali ke rakyat. Sungguh tragis!
Aku sudah tidak tahu harus bagaimana. Menangis? Ataukah tertawa? Menyaksikan getir yang entah kapan akan berakhir …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar